December 25, 2018

[Book Review] Purple Prose - Suarcani

Judul: Purple Prose
Penulis: Suarcani
Genre: Metropop (17+)
Halaman: 304 halaman
Penerbit: GPU
Tahun: Oktober, 2018
ISBN: 9786020614137, 9786020614144 (Digital)
Rate: ★★★★☆
Harga: IDR 79.000



Jakarta memang menyelamatkan masa depannya, tapi tidak bisa melindunginya dari masa lalu. Dan, masa depan yang damai tidak akan tercipta jika kita masih takut pada masa lalu. - h. 15 

B l u r b :

Tujuh tahun lalu, kematian Reza membuat Galih lari ke Jakarta. Namun, penyesalan tidak mudah dienyahkan begitu saja. Ketika kesempatan untuk kembali ke Bali datang lewat promosi karier, Galih mantap untuk pindah. Ia harus mencari Roy dan menyelesaikan segala hal yang tersisa di antara mereka.

Roya begitu terkurung dalam perasaan bersalah. Kanaya, adiknya, menderita seumur hidup karena kekonylannya tujuh tahun lalu. Roya merasa tidak memiliki hak untuk berbahagia dan menghukum dirinya secara berlebihan. Kehadiran Galih mengajarkan Roya cara memaafkan diri sendiri.

Saat karier Galih makin mantap dan Roya mulai mengendalikan haknya untuk berbahagia, karma ternyata masih menunggu mereka di ujung jalan.


Karena takdir bukan sesuatu yang bisa dijelaskan hanya dalam satu perdebatan. Sama halnya dengan kebenaran. Sejauh mana pun mereka membicarakannya, tidak akan jelas siapa yang benar maupun siapa yang salah. Semua tergantung pada sudut pandang. - h. 31
Kadang mereka yang terjerumus ke dalam dunia itu memang hanya berlari di lingkaran. Perlu tekad yang benar-benar kuat, tenaga besar untuk bisa menyerong keluar. - h. 68 

S t o r y l i n e :

Ketika Galih dimutasi dari Jakarta ke Bali, mamanya begitu menentang. Sang mama tidak mau Galih kembali bertemu dengan teman-teman semasa kuliahnya, yang membuat Galih terbelenggu dalam lingkaran setan. Namun Galih menganggap jika ini adalah sebuah kesempatan yang bagus karena dia dipromosikan sebagai Area Sales Manager menggantikan Pak Suryawan. Akhirnya, dengan berat hati mamanya melepas Galih dengan janji Galih tidak akan lagi bertemu dengan teman-temannya terdahulu. Padahal tanpa sepengetahuan sang mama, di Bali Galih berniat mencari Roy, temannya yang membuat Reza meninggal.

Kepindahan Galih ke Bali berjalan lancar. Semua staf menyambutnya dengan antusias dan ramah, kecuali Roya yang sama sekali tidak menaruh perhatian khusus seperti yang launnya. Perempuan itu terkesan cuek.

Galih merasa jika semua ini tidak seburuk yang dibayangkan, dia merasa baik-baik saja. Hingga suatu hari seseorang yang dulunya adalah teman kuliahnya lewat di depan kontrakannya dan mengenalinya. Galih hendak mangkir dengan berpura-pura tidak kenal, akan tetapi itu tidak mungkin. Jadilah kedua teman lama itu mengobrol, bahkan teman-teman lamanya yang lain juga ikut berkunjung. Nama Roy tanpa sengaja terlontar oleh salah satu temannya, yang seketika membuat Galih meradang dan menanyakan alamat baru Roy. Setelah mendapatkannya, tanpa pikir panjang Galih mendatangi Roy yang ternyata kehidupannya sudah berbalik seratus delapan puluh derajat.

Di sisi lain Roya mengenali Galih, dia yakin Galih adalah pemuda babak belur yang pernah ditolongnya dulu. Walau begitu Roya berusaha mengabaikan dan hanya fokus pada pekerjaannya. Sikap Roya ini menarik perhatian Galih, lelaki itu merasa heran karena Roya tidak seperti teman-temannya yang lain. Terlebih Roya ini hanya bisa meminta maaf jika dibentak atau disalahkan oleh teman-temannya.

Galih sering kali menggoda Roya, mencandainya hingga perempuan itu salah tingkah. Sampai akhirnya Galih mengutarakan perasaannya pada Roya. Sempat menganggap ungkapan perasaan Galih itu hanyalah candaan, Roya akhirnya bisa merasakan bila lelaki itu benar-benar menyukainya.

Waktu terus berjalan, hubungan Galih dan Roya masih sembunyi-sembunyi. Selain karena peraturan kantor yang melarang para karyawannya untuk menjalin hubungan, Roya juga belum siap untuk memperkenalkan Galih pada keluarganya. Dalam hati, Roya masih beranggapan kalau dia tidak layak bahagia sementara adiknya trauma seumur hidup karenanya.

Pertemuan Roy dan Roya mengubah segalanya. Roy memberitahu Galih siapa Roya sebenarnya. Hal itu membuat Galih ketakutan, dia sempat lari dan menghindari kekasihnya itu. Akhirnya karena tidak kuat menanggung dosa di masa lalu, Galih berusaha menghadapinya. Meski itu artinya dia akan kehilangan Roya.


"...aku pikir cara terbaik untuk menang atas masa lalu adalah dengan menghadapinya." - h. 106
Masa lalu ternyata tetap menjadi hantu-hantu yang mengganggu mereka dengan cara yang sama. - h. 132
...rasa bersalah itu seperti jamur di kulit. Jika tidak dicabut sampai ke akarnya, maka akan tumbuh lagi. - h. 164 

K a r a k t e r :

Galih → Laki-laki yang humoris, apa aja dijadikan candaan. Namun di balik semua itu tidak ada yang mengetahui jika dia pernah menjadi seorang pendosa di masa lalu.

Roya → Perempuan aneh yang suka membakar dupa untuk menenangkan diri. Peristiwa yang dialami adiknya tujuh tahun lalu membuatnya merasa tidak pantas untuk berbahagia dan terus-terusan menyalahkan diri sendiri.

Kanaya → Adik Roya yang memiliki trauma.

Roy → [Aku bilang sih ya, ini orang the real bajingan. Nggak peduli dia udah tobat sekalipun aku tetep nggak bisa maafin]

"Kamu boleh saja lari dari kenyataan, tetapi tidak dariku." [Galih] - h. 171
"Aku memang bodoh, tetapi bukan berarti tidak paham. Aku mengerti kapan aku diinginkan, sadar juga ketika aku tidak diharapkan." [Roya] - h. 231 

P e n u l i s a n :

Seperti salah satu buku karya Suarcani yang aku baca tahun lalu, tulisan-tulisannya masih jago banget ngaduk-ngaduk emosi. Kayaknya penulisnya ahli bikin orang nyesek tapi pengin terus baca deh. Wkwkwk....

Mulai dari penulisan sampai setting tempat, semuanya oke. Aku nggak akan komentar apa-apa karena memang nggak ada yang perlu dikomentarin. Eh, ada satu yang ganjal, di halaman 174 ada kalimat: "Yes, you can and you have done it."
Hm, kata done itu setahuku selalu diletakkan di akhir kalimat, alias nggak ada buntutnya.

"Karma itu seperti asap, Ya. Dia selalu ada di udara, walau tidak terlihat. Ketika waktunya tiba, dia akan datang untuk menagih pertanggungjawaban." [Galih] - h. 289

Wah, setelah tahun lalu hatiku diporakporandakan sama Ghi dan Kei, sekarang giliran dibikin nyesek sama Galih dan Roya. Sebetulnya di bab-bab awal aku udah bisa nebak twist-nya, tapi aku kepo sama penyelesaiannya, juga sama hubungan Galih dan Roya. Karena yah, kisah dalam buku ini tuh kayak benang ruwet, susah diurai.

Seperti Welcome Home, Rain, novel ini mengusung kisah yang kelam dan aku pikir topik yang diambil sama beraninya juga. Bedanya sih Purple Prose menunjukkan kalau penulisnya lebih matang aja, kelihatan dari tulisannya yang lebih rapi dan lebih enak dibaca.

Kalau dari segi cerita sih aku suka ini daripada Welcome Home, Rain. Tapi bagiku emosinya lebih ngena si Ghi dan Kei. Hm, mungkin ini pengaruh akunya yang lebih suka tokoh-tokoh YA ya. So, bagi yang suka cerita dengan aura kelam, buku ini rekomen banget buat kalian. Dijamin nggak bakal nyesel meski mungkin kalian bakalan sebel karena nyesek banget, hehe.

December 13, 2018

[Book Review] Star of You - Shan A. Fitriani [Platinum Edition]

Judul: Star of You
Penulis: Shan A. Fitriani
Genre: Romance
Halaman: 296 halaman
Tahun: September, 2018 (Cetakan ketiga)
Penerbit: Namina Books
ISBN: 9786025109379
Harga: IDR 79.000
Rate: ★★½




B l u r b :

Emily sangat mencintai seorang pria yang terpaut delapan tahun lebih tua darinya, sejak ia masih kecil. Rasa cintanya bermula ketika pria itu menolongnya saat ia masih berumur sembilan tahun. Walau pria itu sejak dulu sering bersikap dingin dan mengeluarkan kata-kata pedas, hal itu tidak pernah menyurutkan rasa cintanya. Baginya, Eric cinta pertama dan terakhirnya. Bagi Eric, Emily tidak lebih dari seorang pengganggu dan perusak hari-hari. Entah kenapa dia begitu benci melihat Emily. Ia selalu menyuruh gadis itu pergi, tapi gadis itu malah tersenyum dan terus kembali ke sisinya. Suatu hari ia melakukan hal yang melebihi batas sehingga Emily tak hanya pergi dari hadapannya, melainkan juga pergi dari kehidupannya.

S t o r y l i n e :

Saat berumur sembilan tahun, Emily ditolong oleh Eric dari anak laki-laki yang hendak merebut permennya. Detik itu juga Emily jatuh cinta dan suatu hari ingin menikah dengan sang penolongnya. Namun sayangnya Eric malah mati-matian membenci Emily, menganggap gadis kecil yang rupanya adalah tetangganya itu begitu mengganggu.

Emily tidak menyerah. Delapan tahun kemudian gadis kecil itu sudah menjelma menjadi gadis remaja yang cantik. Meski begitu Eric sama sekali tak meliriknya.

Setiap bentakan maupun kata-kata kasar yang keluar dari mulut Eric diabaikan begitu saja oleh Emily. Walau selalu terlihat ceria dan tak tahu malu, Emily sebenarnya selalu menangis diam-diam. Terlebih ketika Emily mengetahui jika hati Eric masih terpaku pada cinta pertamanya dulu, Liza.

Suatu hari Emily pulang dan mendengar kabar kurang menyenangkan dari kedua orangtuanya. Mereka bilang terlilit utang dengan pemilik perusahaan tempat ayah Emily bekerja, plus jumlahnya tidak sedikit. Untuk melunasi sisa utang serta bunganya, pemilik perusahaan meminta Emily untuk menikah dengannya. Emily menimbang-nimbang dan berniat menolaknya karena dia hanya ingin menikah dengan pria yang dicintainya. Namun di hadapan kedua orangtuanya Emily meminta waktu untuk memikirkannya.

Saat dimintai tolong oleh ibu Eric untuk mengantar makan siang untuk Eric di kampusnya, Emily melihat kejadian yang begitu menohok hatinya. Eric tengah berciuman dengan Liza. Emily yang terbakar cemburu sontak menjambak rambut Liza yang berujung tamparan dari Eric. Tak hanya tamparan, Eric bahkan mempermalukan serta menghina orangtua Emily.

Berangkat dari situ, Emily akhirnya tahu keputusan apa yang harus diambilnya. Dia akan menerima lamaran pemilik perusahaan tempat orangtuanya berutang. 

Di sisi lain, Eric yang mengetahui Emily akan menikah menyerobot menemui Emily yang sudah dalam balutan gaun pengantin. Tanpa alasan yang jelas Eric meminta Emily membatalkan pernikahan itu. Sayangnya Emily malah menyuruhnya pergi.

Sehari setelah pernikahan Emily, Emily pergi ke Paris dan kembali ke Indonesia empat tahun setelahnya. Kepulangan Emily itu menjadi sebuah titik terang bagi Eric. Dia sama sekali tak peduli sekalipun Emily adalah istri orang. Dia akan membuat gadis itu kembali jatuh cinta padanya.

K a r a k t e r :

Emily → Gadis yang menganggap Eric adalah cinta matinya. Pantang menyerah sekalipun Eric selalu mengusirnya.

Eric [Joey] → Cowok yang amit-amit kasarnya. Dingin kek bongkahan gunung es yang bikin Titanic tenggelam. Sumpah nggak ada bagus-bagusnya ini anak. Untung ganteng.

Khira → Sahabat Emily.

Alex [Xavier] → Cowok cupu yang merupakan sahabat Emily dan Khira, yang ternyata adalah. . . . Ehm, pokoknya ini ganteng juga.

Alicia → Adik Alex.

Liza → Mantan Eric.

Molly → Si tukang bully yang aslinya cuma kesepian.

Aslan → Sohib Eric yang playboy abis, pacarnya selalu lebih dari satu.

P e n u l i s a n :

Ampunnn!!!!!
Aku hampir angkat bendera putih di halaman pertama prolog. Amit-amit typo bertebaran kayak ketombe, penggunaan tanda bacanya juga bikin sakit mata. Masa penggunaan tanda tanya kebalik seperti ini: ¿
Ini nggak cuma di satu kalimat aja lho, tapi SEMUA!!!

Terus penggunaan awalan, kata depan, imbuhan, dll PARAH. Aku nggak tahu buku ini gimana ngeditnya, yang pasti penulisannya asal. Istilah juga beberapa ngaco, misalnya: acuh, jengah, terjungkal. Cek KBBI plis....

Penggunaan kata ganti dia/ia.
Jangan semuanya dipakai, satu saja yang penting konsisten. Dalam satu kalimat tidak langsung masak ada dia dan ia? Pertamanya aku pikir mungkin dia untuk laki-laki dan ia untuk perempuan, eh ternyata nyampur kek gado-gado.

Tanda baca penutup kalimat langsung di sini pakai koma (,) bukan titik (.)
Walah, sejak kapan ada aturan nulis kayak gini?

Pendeskripsiannya kurang luas, kadang berlebihan, dan cenderung diulang-ulang. Yang rumah mewah, dapur indah, pria tampan, wanita cantik. Kalau udah tampan ya udah, nggak perlu diulang-ulang sampai aku muter mata sambil batin: Iya, iya. Eric ganteng. IYA, DIA GANTENG.

Aku juga pernah nulis buku, pertamanya memang asal nulis tanpa peduli tanda baca atau istilah yang amburadul. Tapi setelah ikut beberapa pelatihan, aku nyadar kalau tulisanku ternyata ampas dari segi penulisan. Sampai sekarang aku berusaha memperbaiki dan terus belajar. So, jangan anggap remeh typo, dkk itu ya. Beneran mengganggu proses membaca, aku nggak bisa menikmati ceritanya dengan enak.

Hal-hal yang menurutku kurang logis [Ini berdasarkan pendapatku, nggak tahu orang lain gimana]

Emily waktu itu umur 9 tahun, dibentak-bentak sama Eric dan dikatain bodoh malah senyum manis? [- h. 9]
→ Is that realistic? Anak umur segitu yang ada mewek terus lari. Secara waktu itu Eric dan Emily masih baru pertama kali ketemu. Masak iya anak umur 9 tahun dibentak orang asing malah senyum. Jangan-jangan anaknya yang nggak normal? Mana di sini orang asingnya dideskripsikan sebagai cowok yang menakutkan pula.

Setiap kali Eric bikin Emily nangis, emaknya Eric langsung nyeret nyuruh minta maaf.
→ Okelah. Tapi emak-emak ini nggak perlu berlebihan gini deh. [Waktu scene ini mereka udah gede. Emily SMA, Eric kuliah S2]

Emily yang dikit-dikit meluk Eric.
Wajar kalau Eric-nya eneg. Orang tiap ketemu main peluk-peluk nggak jelas. Sikap Emily juga menurutku terlalu kekanak-kanakan, padahal dia udah SMA. Cara ngomongnya kayak diimut-imutin. Well, di mataku ini sih bukan manja, tapi malah bikin eneg. So wajar kalau Babang Tamvan risi banget.

Pelukan Emily bikin Babang Tamvan eh, Eric sesak napas.
Yang benar aja?! Katanya Emily mungil?

Karakter Emily pas SMA menurutku sama aja kayak waktu umur 9 tahun, nggak berkembang.
Cara dia ngomong dan bersikap benar-benar nggak sesuai usianya. Lalu menurutku Emily ini adalah karakter yang TGTBT sewaktu dia SMA. Semua memandang dia cantik, baik, dibentak cuma senyum, diusir besoknya balik lagi tanpa sakit hati, pokoknya kayak malaikat. Tapi untungnya Emily dewasa sifatnya berubah, realistis lah seenggaknya.

Eric ngasih surat izin nggak masuk sekolah Emily langsung ke kelasnya [- h. 59]
Setahuku dan pengalamanku waktu sekolah dulu surat izin biasanya disampaikan oleh pengantar ke kantor piket atau TU. Nah, dari situ nanti sama staf yang bertugas baru disampaikan ke kelas yang bersangkutan. Bener gini nggak?

Merida, ibu Eric, yang menyampaikan kalau Sara, ibu Emily kecelakaan lewat catatan yang ditinggal di dapur. [- h. 66]
Emily nggak punya HP? Dia waktu itu lulus SMP sih. Kalau kidz zaman now pastinya punya, kan?

Emily yang nggak pernah masak tiba-tiba bisa masak steak yang enak, proses masaknya mahir pula. [- h. 76]
Haduh, jangankan steak. Goreng telur aja kalau masih pertama rasanya juga pasti nggak karu-karuan. Ente kira ini dalam kartun SpongeBob? Be realistic please.

Emily yang berdecak kagum sewaktu tahu betapa tingginya gedung perusahaan milik keluarga Eric.
Ini setting-nya di Ibukota loh, masak lihat gedung tinggi aja heran? Jangan norak dong, Em.

Emily yang heran lihat banyak mobil mewah terparkir sewaktu perayaan ulang tahun perusahaan milik keluarga Eric. [- h. 172]
Yaelah, Em.... Kan ente baru pulang dari Paris? Lihat mobil mewah kenapa terkagum-kagum sampai segitunya?

Perubahan sikap Eric setelah Emily kembali ke Indonesia dan menyadari kalau dia ternyata cinta mati sama gadis yang dulu sering dibentak-bentaknya tersebut.
Memang sih kalau udah cinta orang bisa berubah dari harimau jadi kucing. Tapi tolong dikondisikan sama sifat asli Eric yang di depan-depan digambarkan sebagai orang yang dingin banget. Sampai di sini aku bilang pembangunan karakternya gagal.

Eric kecelakaan pas nolongin Emily. Di sini dikatakan sendi kakinya putus. [- h. 220]
Sendi bisa putus? Bukannya dislokasi ya? Tahu sendi, kan?

Kevin, anak Emily-Eric umur 6 bulan sudah bisa bilang Papa, Daddy, Ayah. [- h. 280]
Aku kurang tahu ini tepatnya gimana. Cuma aku googling biasanya bayi mulai aktif ngoceh usia 9-12 bulan, ngomongnya udah rada jelas.

Setting tempat.
Kalau ngelihat nama-nama tokohnya, aku pikir ini setting-nya di luar negeri loh. Hampir nggak ada yang pakai nama Indonesia. Terus percakapannya juga pakai bahasa baku. Makanya aku sempat kaget waktu tahu kalau setting-nya di Ibukota. Nggak masalah sih, cuma bagiku kurang pas karena nggak cocok dengan suasana Ibukota yang notabene pakai bahasa gaul. Mungkin ada baiknya kalau percakapan disesuaikan dengan setting tempatnya.

Roda waktu yang aneh:

Pertama ketemu....
Emily → 9 tahun
Eric → 17 tahun

Delapan tahun kemudian....
Emily → 17 tahun
Eric → 25 tahun

Empat tahun kemudian.... [Emily balik ke Indonesia setelah sekolah di Paris]
Emily → 21 tahun
Eric → 29 tahun
Di sini disebutkan mereka menikah dan dua bulan kemudian Emily udah hamil 6 minggu.

Dua tahun kemudian.... [Extra Part]
Emily → 23 tahun
Eric → 31 tahun
Di sini disebutkan anak mereka, Kevin, lahir enam bulan lalu. Lah, lama amat Emily buntingnya?

Flasback tiga tahun lalu....
Emily →  20 tahun
Eric → 28 tahun
Sedangkan Alex setahun lebih tua dari Emily, harusnya umur 21 tahun, kan? Tapi di sini ditulis 17 tahun dan masih SMA. *garuk-garuk pantat*


Huft, udah dulu deh. Aku capek ngetik. Benernya dari segi cerita lumayan loh, cukup menarik perhatianku. Sayang penulisan serta logika yang amburadul bikin nilai minusnya banyak banget. Coba kalau ditulis ulang dengan memperbaiki poin-poin minusnya, pasti mantul banget.

Oh ya, tulisannya imut-imut banget. Tapi kovernya cakep, ada gliternya. Wkwkwkw

Benernya aku mau kasih rate 2 bintang, tapi karena plotnya berhasil menarik perhatianku, aku tambahin setengah deh. Jarang-jarang aku finished buku dengan format penulisan dan logika yang kayak gini.