August 31, 2019

[Book Review] Penyap - Sayyidatul Imamah (Versi ARC)

Judul: Penyap
Penulis: Sayyidatul Imamah
Genre: Teenlit
Perkiraan rilis: Oktober, 2019
Tebal: 319 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: Storial Publishing
ISBN: -
Harga: IDR. -
Rate: ★★★★☆


B l u r b :

Bagi Leo Sebastian, hidup adalah lorong-lorong gelap berliku. Di dalamnya, ia tersaruk-saruk sendirian. Leo keliru. Di dalam kegelapan itu, ia bertemu Anasera. Gadis itu mengisi kekosongan yang selama ini menguasai Leo.

Bagi Anasera, hari esok adalah sebuah dinding tebal. Ia tidak bisa melihat apa pun di balik tembok itu. Namun, berkat Leo, Anasera mulai berani mengirimkan mimpi-mimpinya ke masa depan.

Sejak pertemuan mereka di rel kereta api saat itu, pelan-pelan cahaya mulai terkuak. Leo tersenyum dengan keyakinan bahwa hidup tidaklah sekosong itu dan bersama Leo, Anasera merasa hidupnya berharga. Namun, ketika mereka pikir semuanya akan baik-baik saja, sesuatu terjadi.

*

Pertama, aku ngerasa beruntung banget karena terpilih menjadi salah satu dari 20 bookstagram yang berkesempatan membaca dan mengulas novel ini versi ARC. Bangga banget loh bisa baca duluan sebelum bukunya resmi terbit, hehe.... Bulan lalu aku baca novel dengan tema yang sejenis dengan ini, judulnya Represi, di mana tokoh utamanya juga memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Tapi jika dipandang dari sudut pandang emosional, Penyap ini jauh lebih emosional.

Dari blurb-nya saja kita sudah bisa merasakan kalau aura buku ini dark. Kelam. Kenyataannya, memang begitu adanya. Seringnya novel teenlit mengusung tema percintaan remaja dan sejenisnya, berbeda dengan Penyap, novel ini mengusung tema mengenai mental illness—plus penderita leukimia limfosit akut. Leo yang seorang penderita mental illness bertemu dengan Anna yang menderita leukimia limfosit akut. Mulanya mereka merasa hidup mereka percuma, jadi bunuh diri adalah pilihan yang tepat untuk mengakhiri segalanya. Pertemuan Leo dan Anna di rel kereta menjadi awal mula kedekatan mereka. Yah, meski mereka itu sebenarnya satu sekolah, mereka berdua tidak pernah bertegur sapa. Leo terkenal sebagai murid bandel yang berada di ambang drop out, sementara Anna jarang masuk sekolah karena fokus dengan penyembuhan penyakitnya.

Dari tidak pernah, kini menjadi terbiasa.
Hubungan Leo dan Anna menjadi dekat. Leo merasa baru kali ini ada seseorang yang benar-benar 'memandangnya', tak peduli seperti apa keadaannya. Pun juga dengan Anna yang mendapatkan kembali semangatnya untuk melawan penyakitnya. Sederhananya, mereka berdua menemukan sebuah alasan untuk hidup. Jadi jangan bayangkan kalau buku ini berisi cerita tentang sepasang kekasih yang salah satunya berada di ambang maut, sementara yang satunya lagi selalu berada di sisinya, menikmati waktu bersama selagi mereka bisa. No! Big no! Novel ini lebih menyorot mengenai mental illness serta perjuangan untuk melawannya.

Ditulis menggunakan sudut pandang orang pertama bergantian, Anna dan Leo, aku bisa dengan jelas memahami seperti apa jalan pikiran mereka, juga apa yang mereka rasakan. Terutama dengan Leo. Aku merasa related dengan Leo. Well, for some reason that I cannot tell, I'd ever try to kill my own self. Jadi aku tahu betul gimana sulitnya keluar dari kungkungan pikiran jelek. Aku juga tahu gimana rasanya merasa sendiri, seperti tak terlihat. Ada, tapi tidak ada. Jujur setiap kali baca POV-nya Leo, perutku mules. Family issue, mental issue. Ew, untuk anak remaja semua itu bukan hal sepele. Sedangkan untuk Anna, aku berusaha memahami posisinya yang terhimpit di antara ingin menyerah dan terus berjuang. Hanya saja feel-ku buat Anna tidak sedalam yang aku rasakan untuk Leo. Kebetulan belakangan ini aku berkutat dengan seorang pejuang kanker. Tahu nggak, sangat susah untuk membangkitkan semangat kalau kondisi sudah diambang kematian. Daripada Anna, aku lebih bisa merasakan emosi Nora, kakak perempuan Anna. Meski jarang muncul, tapi melalui beberapa selipan diary-nya sudah sangat jelas menunjukkan perasaannya. Nora punya keinginan, punya impian, sayangnya semua itu harus dia korbankan demi kesembuhan Anna. Padahal sejujurnya dia pun tidak tahu apakah Anna akan sembuh. Singkatnya, Nora sudah mengorbankan semua mimpinya untuk sesuatu yang belum pasti.



Gaya bahasa yang digunakan sangat-sangat enak untuk dibaca. Mengalir, walau terkesan agak kaku karena memakai bahasa baku, bukan lo-gue dan bahasa gaul lainnya. Diksi yang digunakan untuk narasinya juga jleb banget, nggak bertele-tele atau mbulet. Aku juga suka kutipan-kutipan yang diselipkan hampir di sepanjang cerita. Pergulatan batin para tokohnya tersampaikan dengan sangat baik, sampai-sampai membuat aku terhanyut. Karakter para tokoh utamanya juga terbagun dengan cukup kuat. Itu semua terbukti dengan sifat, latar belakang, serta cara tokoh tersebut menghadapi masalahnya. 

Karena ini novel teenlit, rasanya nggak afdol kalau nggak bahas soal percintaan. Ya, kan?
Tbh, aku sama sekali nggak ada feel dengan hubungan Leo dan Anna. Di mataku keduanya lebih cocok jadi sahabat/teman baik ketimbang dua orang yang saling jatuh cinta. Leo dan Anna sama-sama memiliki apa yang sahabat butuhkan, saling menerima dan saling mendukung. So, I can say I dislike their insta-love. Kesannya malah agak maksa.

Secara emosi buku ini memang emosional banget. Tapi di samping itu, aku menemukan beberapa hal yang membuatku bertanya-tanya. Misalnya, profesi kedua orangtua Anna. Di situ diceritakan kalau mereka menjual rumah lama mereka yang besar dan pindah ke rumah yang kecil demi membiayai pengobatan Anna. Memang hal ini nggak terlalu penting sih, cuma entah kenapa terasa mengganjal—yah, mungkin aku aja yang terlalu ingin tahu. Lalu yang nggak kalah penting, bahkan menurutku sangat penting, adalah penyakit Leo. Dia menderita penyakit mental yang—menurutku—bersumber dari latar belakang keluarganya, tapi ayolah, aku butuh hal ini lebih digali lagi. Terus, aku juga masih kurang begitu ngeh kenapa dia dan Ryan jadi musuhan kayak gitu. Kilas balik-kilas balik yang diselipkan di situ belum sepenuhnya menjawab pertanyaanku.

Endingnya?
Tenang, nggak ada scene tangis-tangisan ala drakor Endless Love kok. Semua terjadi begitu wajar. Menyedihkan, tapi nggak drama.

Kalau ditanya apakah aku menikmati buku ini, jawabannya adalah ya, aku sangat menikmatinya. Terlepas dari poin-poin yang mengganjal buat aku tadi—serta beberapa tanda petik yang kurang dan huruf yang agak ngaco, buku ini menawarkan sebuah cerita kehidupan yang penuh makna. Banyak pelajaran yang bisa dipetik. Terutama bagi kalian yang selalu merasa sendirian dan tidak berarti, percayalah kalau kalian tidak sendirian. Jangan pernah menganggap diri sendiri aneh, karena setiap manusia memiliki keanehan masing-masing yang disebut unik. Mungkin kalian tidak menderita penyakit mental seperti Leo atau leukimia seperti Anna, tapi perjuangan mereka cukup memotivasi. Believe me, this book is worth to read!

Oh ya, mungkin kalian penasaran dengan kata penyap.
penyap/pe·nyap/ kl a lenyap; hilang
Lalu, apa yang hilang?
Kalian akan mengerti sendiri setelah menyelami cerita dalam buku ini.


Q u o t e s :

"Untuk apa menempuh perjalanan panjang kalau aku sudah yakin dengan tujuanku?" [Leo] - h. 14
Keluargaku selalu seperti ini. Mereka menyayangiku. Aku menyanyangi mereka. Namun, kami tidak bahagia. [Anna] - h. 21 
"Dunia tidak selalu membiarkan kita melawan." [Leo] - h. 31
 Aku selalu berusaha, aku berusaha untuk bertahan. Namun, tidak pernah ada yang memberiku alasan kenapa aku harus bertahan. [Leo] - h. 32 
Mati itu mudah, hidup yang susah. - h. 44
Bertahanlah kalau kamu ingin petualangan besar karena hidup lebih banyak petualangan megabesar yang tidak bisa kamu sangka-sangka. Salah satunya, mencintai dirimu sendiri. Itu adalah petualangan termegah yang bisa dialami siapa pun. [Anna as Mayfly] - h. 83 
"Tapi, berbohong tidak pada tempatnya itu berbahaya." [Leo] - h. 113
Selalu ada sesuatu yang tidak bisa dihentikan oleh manusia, seperti menghentikan hujan turun, menghentikan matahari bersinar, menghentikan bumi berputar, dan menghentikan seseorang untuk tidak pergi. - h. 157
"Seseorang yang berada di tempat terang dalam waktu lama tidak akan terbiasa ketika berpindah ke tempat yang lebih gelap. Dia melihat dengan cara yang berbeda karena tempatnya yang dahulu jauh lebih terang daripada tempatnya yang sekarang. Tapi, berlian tetap berlian meski berada dalam lumpur terkotor sekalipun." [Anna] - h. 173-174 
Seburuk apa pun seseorang, dia tetap bisa bahagia asalkan bersama orang yang tepat. [Leo] - h. 180
"Orang-orang yang melakukan bunuh diri seringkali tidak memikirkan orang-orang yang mencintai mereka." [Pak Ramdan] - h. 195
"Setiap masalah selalu punya solusi, dan solusi itu tidak selamanya berarti menyingkirkan masalah, tetapi terkadang juga menerima masalah yang mendatangi kita." [Pak Ramdan] - h. 195
"Saat kata-kata dikatakan terlalu sering, maknanya akan hilang." [Leo] - h. 216
"Luka yang terlihat tidak selalu yang paling sakit." [Leo] - h. 266
"Tapi hidup adalah hidup. Kita melanjutkan, dan hidup yang menentukan." [Anna] - h. 315

August 23, 2019

[Book Review] Resign - Almira Bastari

Judul: Resign
Penulis: Almira Bastari
Genre: Metropop
Rilis: 29 Januari, 2018
Tebal: 288 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020380711, 9786020380728 (Digital)
Harga: IDR 68.000 Paperback (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆



B l u r b :

Kompetisi sengit terjadi di sebuah kantor konsultan di Jakarta. Pesertanya adalah para cungpret, alias kacung kampret. Yang mereka incar bukanlah penghargaan pegawai terbaik, jabatan tertinggi, atau bonus terbesar, melainkan memenangkan taruhan untuk segera resign!

Cungpret #1: Alranita
Pegawai termuda yang tertekan akibat perlakuan sang bos yang semena-mena.

Cungpret #2: Carlo
Pegawai yang baru menikah dan ingin mencari pekerjaan dengan gaji lebih tinggi.

Cungpret #3: Karenina
Pegawai senior yang selalu dianggap tidak becus tapi terus-menerus dijejali proyek baru.

Cungpret #4: Andre
Pegawai senior kesayangan si bos yang berniat resign demi dapat menikmati kehidupan keluarga yang lebih normal dan seimbang.

Sang Bos: Tigran
Pemimpin genius, misterius, dan arogan, tapi sukses dipercaya untuk memimpin timnya sendiri pada usianya yang masih cukup muda.

Resign sebenarnya tidak sulit dilakukan. Namun kalau kamu memiliki bos yang punya radar sangat kuat seperti Tigran, semua usahamu pasti akan terbaca olehnya. Pertanyaannya, siapakah yang akan menang?

*

Sebenernya aku udah lama pengin bahas soal buku ini, tapi baru sekarang mood nulis review-nya muncul setelah reread kedua, hehe.
Buku ini ada mirip-miripnya dengan DOMB-nya Titi Sanaria. Bukan dari segi ceritanya, melainkan dari suasana kantornya.

Secara garis besar menceritakan mengenai empat cungpret yang berlomba-lomba untuk resign. Loh, kenapa? Bukannya cari kerja itu susah, kok malah pengin resign?! Ya kalo bosnya model kayak Tigran siapa yang betah coba? Hampir nggak ada hari tanpa lembur! Iya sih bayaran gede, tapi kalo nggak punya waktu buat ngabisin ya percuma dong.

Salah satu poin menarik dalam buku ini adalah para cungprets itu sendiri. Tiada hari tanpa gosip. Terus dialognya fresh, humornya simpel tapi masuk, jadi nggak garing. Itu juga yang membuat buku ini page turner. Sementara untuk romance-nya aku nggak begitu klik, yah semacam cinlok sama bos sendiri, udah gitu kesannya maksa. Perasaan Rara berubahnya terlalu cepat, mengingat dia benci setengah mamvus sama Tigran. Harusnya lebih alot kan ya, nggak segampang itu dia dibikin luluh.

Yah, buku ini memang nggak offer sebuah cerita yang wow atau yang baper atau yang lucunya kebangetan. Tapi bagiku mengikuti kegiatan para cungprets itu cukup menghibur, apalagi kalo yang lagi suntuk kek aku, haha. Makanya aku sampe reread, butuh sesuatu yang ringan dan segar soalnya. 

Aku rekomen buku ini sebagai bacaan pelepas penat. Bisa juga buat selingan abis baca novel yang tebel-tebel dengan cerita yang berat.

August 12, 2019

[Book Review] Dark Love - Ken Terate

Judul: Dark Love
Penulis: Ken Terate
Genre: Teenlit
Bahasa: Indonesia
Tebal: 248 halaman
Rilis: 6 September, 2012
Penerbit: GPU
ISBN: 9789792287516
Harga: IDR -
Rate: ★★★★☆


B l u r b :

Usiaku 17 tahun, hampir 18. Kelas 12. Hampir lulus. Dan aku hamil...

Kirana yang cerdas, cantik, dan ceria melihat semua impiannya luruh di depan mata. Hari-harinya mulai dipenuhi rahasia dan kecemasan. Ia nggak mungkin mampu melahirkan dan merawat bayi. Ia juga nggak mungkin mampu menghadapi celaan dari orang-orang di sekitarnya, teman-temannya, guru-gurunya, terutama kekecewaan orangtuanya. Saat ini Kirana berada di ambang jurang keputusasaan. Hidup seolah tidak menawarkan solusi apa pun padanya.

Bagaimana dengan cowok yang menghamilinya? Oh, cowok itu harus tetap sekolah. Dia nggak boleh terlibat. Dia cowok paling tampan dan paling cerdas di sekolah. Masa depannya begitu gilang gemilang. Kirana tidak ingin merusaknya. Siapakah dia? Kirana takkan pernah mau mengakuinya.

*

Masih related sama Dua Garis Biru, novel ini juga mengusung tema kehamilan remaja di luar nikah. Bedanya, tokoh dalam novel ini sama-sama murid cerdas, andalan, kebanggaan sekolah—plus, novel ini udah terbit duluan ya.

Mengambil setting tahun 2009, aku bisa dengan baik merasakan situasinya saat itu. Mungkin karena tahun segitu aku juga SMA kelas 12. Waktu itu yang namanya sex education memang belum seterbuka sekarang. Pendidikan resmi cuma didapat dari pelajaran biologi bab reproduksi, sedangkan yang nggak resmi didapat dari nonton video bokep ato majalah porno. Tahun segitu akses internet masih tergolong seret, orang streaming YouTube di warnet aja nggak boleh—bisa bikin lag komputer lain soalnya.

Sedari awal baca aku udah dibikin penasaran setengah mampus sama si "My Prince" alias bapak biologis dari anak yang dikandung Kirana. Mengambil sudut pandang orang pertama, yaitu Kirana, aku diajak bergalau-galau ria. Bingung, takut, malu. Rasanya campur aduk jadi satu. Sempat sebel juga sih kenapa dia nggak mau mengungkapkan siapa bapaknya. Alasannya sih mereka berdua sama-sama murid populer, dia nggak mau membuat semuanya tambah rumit, toh mereka melakukan 'itu' berdua, tanpa ada unsur paksaan. Padahal "My Prince" siap bertanggung jawab dan nggak meninggalkan Kirana. Speechless juga sih, anak usia segitu bisa mikir kek gini, bukannya saling menuntut dan lepas tanggung jawab.

Karakter favoritku adalah Bu Welas. Pemikirannya luas, nggak terpaku pada sebuah peraturan. Dipandang dari mana pun, hamil di luar nikah memang nggak ada bener-benernya. Tapi berhubung mau UN, harusnya dari pihak sekolah ada usaha untuk menyelamatkan masa depan anak didiknya. Cuma ini pandangan subyektif sih, orang lain mungkin nggak sependapat dengan Bu Welas. Yah, meski akhirnya Kirana dan "My Prince" tetap bisa ikut UN dengan cara lain.

Oh ya, meski cerita ini fokusnya pada kehamilan Kirana, unsur persahabatan masih melekat erat. Aku awal-awal nggak suka sama sifatnya Maria, tapi lama-lama aku nyadar kalo dia itu cuma remaja yang ingin mimpinya direstui kedua orangtuanya. Poin bagus juga sih buat orangtua yang seringnya memaksakan kehendak sama anak. Come on, anak itu bukan objek yang bisa dengan leluasa diatur-atur atau digunakan orangtua demi gengsi atau mendapat pujian.

Aura buku ini dark, tapi menyimpan sejuta pelajaran bagus untuk remaja. Terutama sex education. Seks memang masih tabu untuk dibahas terang-terangan, tapi semakin kita menyembunyikan, anak akan semakin penasaran. Terlebih akses internet zaman sekarang yang gampang banget. Seks itu penting dikenalkan pada anak, bukan untuk dilakukan, tapi agar anak itu tahu risiko yang ditanggung.

Ingat, love is not sex! Ada banyak cara mengekspresikan kasih sayang/cinta. Misalnya dengan kasih cokelat atau melakukan kegiatan positif bersama, misalnya belajar bareng, nonton bareng. Cowok yang mencintai kamu nggak bakal menyuruh kamu, apalagi memaksa kamu untuk melakukan seks. Sebaliknya, cowok itu bakal ngejaga kamu. Buat jaga-jaga kalo ada setan lewat, jangan pacaran di tempat sepi, juga buat batasan-batasan interaksi (sentuhan tubuh) biar nggak kebablasan.

Q u o t e s :

"Pendidikan adalah untuk semua orang. Siapa pun dia. Laki-laki dan perempuan. Miskin dan kaya. Hamil atau tidak. Bila Bapak tidak memberikan hak itu untuk Kirana, Bapak melanggar hukum. Melanggar amanat undang-undang." [Bu Welas] - h. 204
"Lucu ya, di abad dua puluh satu, keperawanan tetap penting. Dan mereka tak mau tahu penyebab kehilangannya." [Bu Welas] - h. 229
Love is not sex.

August 09, 2019

[Book Review] Cinta Akhir Pekan - Dadan Erlangga

Judul: Cinta Akhir Pekan
Penulis: Dadan Erlangga
Genre: Amore (17+)
Tebal: 344 halaman
Rilis: 23 November, 2015
Bahasa: Indonesia
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020322988
Harga: IDR -
Rate:★★★★☆


B l u r b :

Arlin yakin ia telah diperkosa!

Setelah menginvestigasi dan menginterogasi keempat teman prianya yang menginap dan berpesta di suatu akhir pekan, semua punya alibi yang meyakinkan bahwa mereka bukan pelakunya. Lalu, siapa?

Dunia dan masa depan Arlin runtuh dalam semalam. Ia bahkan sempat memutuskan akan mengakhiri hidupnya karena tak sanggup menanggung aib dan malu.

Ketika akhirnya salah seorang mengaku sebagai pelakunya dan bersedia bertanggung jawab, Arlin tak serta-merta percaya. Arlin mengenal pria itu sejak di bangku SMP, dan dia terlalu baik untuk melakukan hal sebejat itu.

Ironisnya, Arlin harus menerima pernikahannya agar benih yang ia kandung tidak dicap sebagai anak haram. Arlin bertekad melampiaskan kemarahannya dan menjadikan pernikahan mereka sebagai neraka bagi pria itu. Hingga sebuah rahasia tersibak, membuat Arlin percaya bahwa cinta yang tulus benar-benar ada…

*

Suka! Aku suka sama novel ini!
Buatku novel ini unexpected. Soalnya kebanyakan novel Amore yang kubaca ceritanya cenderung manis-manis empuk, berbeda dengan Cinta Akhir Pekan yang menyuguhkan novel roman dengan twist oke serta penulisan yang nggak menye-menye.

Jadi ini adalah novel kedua dari Dadan yang aku baca, sebelumnya aku malah udah baca Sweetly Broken yang merupakan novel keduanya. Dan aku juga suka!

Oke, mari kita ulas secara singkat, padat, jelas, dan aku usahakan nggak spoiler mengenai novel ini.

Garis besar ceritanya sudah terangkum dengan jelas di blurb-nya. Arlin diperkosa. Pelakunya adalah satu di antara keempat laki-laki yang menghabiskan malam bersamanya di vila. Eits, Arlin bukannya satu-satunya perempuan loh, tapi ada Dita, sahabatnya. Akibatnya Arlin hamil, yang mau tak mau dia harus mencari siapa pemerkosanya. Eng-ing-eng!!! Chandra pun akhirnya mengaku dan mereka pun menikah. Selain pada dasarnya Arlin nggak suka sama Chandra (iya, Arlin suka sama Bisma, pacarnya Dita), ditambah dengan kenyataan kalo laki-laki itu yang memerkosanya, membuat kebencian Arlin menggunung. Tapi meski dibenci oleh Arlin, Chandra malah sayang banget sama Arlin.

Kehidupan pernikahan mereka ya begitu deh, apalagi mamanya Chandra nggak suka sama Arlin. Tipe-tipe mama mertua yang sewot gegara anak laki-lakinya menikahi perempuan yang nggak pas di hatinya. Untungnya Arlin lebih memilih cuek dan tidak pernah menjawab sekalipun mama mertuanya itu nyerocos nggak abis-abis, tapi dalem hati ngomel boleh lah.

Perlakuan sayang Chandra pada Arlin lama-kelamaan membuat perempuan itu luluh juga. Perempuan mana sih yang nggak luluh sama perlakuan Chandra? Aku aja yang cuma pembaca sempat termehek-mehek kok. Wkwkwk. Nah, tapi di sisi lain Arlin juga belum bisa memaafkan kelakuan Chandra padanya. Sampai suatu ketika Arlin menemukan sesuatu yang membuatnya percaya jika bukan Chandra pelakunya.

Ditulis dengan POV orang pertama, yaitu Arlin, novel ini menawarkan sebuah pemikiran dari seorang perempuan korban pemerkosaan. Di satu sisi aku emang pengin cubit ginjalnya Arlin karena nggak bisa menerima kebaikan Chandra, tapi di sisi lain aku juga nggak bisa menyalahkan kebenciannya pada Chandra. Belum lagi ngadepin mama mertuanya ituloh. 

Dua kali baca buku Dadan Erlangga, semuanya pake POV 1 dan dari sisi cewek. Wah, salut loh, penulis cowok bisa mendalami karakter cewek seperti ini. Keren pokoknya!

Alur ceritanya maju, tapi kadang-kadang flashback sewaktu si tokoh tengah mengingat-ingat sesuatu. Sayangnya perpindahan di sini kurang begitu kentara, sempat bikin aku bingung ini flashback ato bukan sih?
Lalu dari segi twist-nya sendiri oke punya untuk novel bergenre Amore. Tbh, aku sempat terkecoh dan menyangka memang beneran Chandra pelakunya. Padahal di awam tebakanku bukan Chandra, cuma karena ngikutin arus cerita, aku jadi terseret dan iya-iya aja pas dibilang si Chandra yang memerkosa.

Kalimat yang dipake sederhana, tapi feel-nya kena. Nggak menye-menye ato yang bertaburan quotes. Jadi latar belakang, isi cerita, konflik, twist, serta penyelesaiannya pun tersampaikan dengan sangat baik.

Oh ya, kita bahas soal ending. Apakah aku puas dengan endingnya?
YA! AKU PUAS!
Sesuai yang aku pengin. Apa adanya. Nggak dipaksakan. Pokoknya natural sekaleeee....

Am I recommending this book?
Yes, I am. Especially for you, who love romance story with reality. Not sweet as candy, but beautiful as it is.

Q u o t e s :

Selalu ada yang pertama untuk segala hal yang baik dan buruk. Untuk yang satu ini, aku menyesalinya seumur hidup. [Arlin] - h. 12
"Mati dalam perlarian rasa bersalah yang tak termaafkan itu jauh lebih menyedihkan daripada hidup dalam kesia-siaan." [Chandra] - h. 158
"Kamu boleh membenciku selama yang kamu mau, Ar. Tapi ketika kebencian itu malah semakin menyiksa dirimu, aku mohon berhentilah, demi dirimu sendiri." [Chandra] - h. 162
Jika suatu hari seseorang bertanya kepadaku, "Bagaimana cara membuat orang lain tersenyum." Maka akan kujawab, "Tersenyumlah terlebih dahulu kepadanya." [Arlin] - h. 259

August 05, 2019

[Book Review] Dua Garis Biru - Lucia Priandarini

Judul: Dua Garis Biru
Penulis: Lucia Priandarini
Genre: Teenlit (17+)
Bahasa: Indonesia
Tebal: 216 halaman
Rilis: 11 Juli, 2019
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020631868, 9786020631875 (Digital)
Harga: IDR. 59.000 Paperback (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆


B l u r b :

Dara, gadis pintar kesayangan guru, dan Bima, murid santai yang cenderung masa bodoh, menyadari bahwa mereka bukan pasangan sempurna. Tetapi perbedaan justru membuat keduanya bahagia menciptakan dunia mereka sendiri. Dunia tidak sempurna tempat mereka bisa saling mentertawakan kebodohan dan menerbangkan mimpi. 

Namun suatu waktu, kenyamanan membuat mereka melanggar batas. Satu kesalahan dengan konsekuensi besar yang baru disadari kemudian. Kesalahan yang selamanya akan mengubah hidup mereka dan orang-orang yang mereka sayangi. 

Di usia 17, mereka harus memilih memperjuangkan masa depan atau kehidupan lain yang tiba-tiba hadir. Cinta sederhana saja ternyata tak cukup. Kenyataan dan harapan keluarga membuat Bima dan Dara semakin terdesak ke persimpangan, siap menjalani bersama atau melangkah pergi ke dua arah berbeda.

*

Finally, aku baca bukunya duluan—karena emang belum sempat nonton filmnya. Habisnya filmnya heboh banget, aku kan jadi kepo, hehe.

Topik mengenai hamil di luar nikah memang seperti magnet yang gampang menarik perhatian. Jujur kalo dari segi ceritanya sendiri, aku nggak terlalu berkesan. Karena emang udah banyak sih buku yang mengangkat tema semacam ini. Cuma eksekusi cerita serta gaya menulisnya bikin aku acungin dua jempol buat buku ini. Well, simpel tapi menarik. Singkat, tapi padat dan jelas. Ringan, tapi nggak ngebosenin. Penulisannya keren punya pokoknya!

Isi bukunya sendiri tergolong ringan untuk masalah seberat ini. Malah kesannya jadi agak drama. Tapi di sisi lain pesan moralnya bagus banget. Klise sih. Intinya jangan berbuat kalo nggak siap dengan risikonya. Sekali berbuat bisa hamil. Lalu kalo udah terlanjur hamil, mau nggak mau, siap nggak siap, kehidupan pasti akan berubah. Dara dan Bima emang berusaha untuk bertanggung jawab, tapi tetap saja, mereka itu masih 17 tahun. Anak umur segitu mah masih hijau banget soal kehidupan, apalagi punya anak. 

Banyaklah yang bisa direnungkan dari akibat hamil di luar nikah, dan bagi aku ini pelajaran bagus buat para remaja jaman now ini biar nggak kebablasan. Misalnya Bima yang kelimpungan karena dia berasal keluarga B aja. Bima sayang Dara, tapi dia nggak siap jadi seorang bapak. Di satu sisi dia juga nggak mau buang anaknya. Sementara Dara sebagai siswa favorit harus rela dikeluarkan dari sekolah, hidupnya berubah 180°, belum lagi perasaan malu. Dan yang paling penting adalah perasaan bersalah yang menghantui Dara dan Bima. Mereka menyesal, mengecewakan orangtua, dll.

Endingnya?
Aku nggak kaget dengan ending yang seperti ini. Habis mau digimanain lagi? Sejauh aku baca buku dengan tema hamil di luar nikah, aku belum pernah puas dengan endingnya—termasuk buku ini. Padahal kalo ditanya aku pengin ending yang gimana, aku sendiri juga bingung. Haha. Emang susah sih bikin ending yang memuaskan plus masuk akal untuk tema semacam ini.

Oh ya, setelah baca buku ini terjawab sudah pertanyaanku mengenai judulnya 'Dua Garis Biru'. Ngakak aing, Bima gitu amat woy!

Q u o t e s :

Kebebasan juga adalah penjara. Setiap pilihan tidak bebas dari konsekuensi. - h. 25 
Tetapi berusaha tenang adalah sikap yang paling tidak menyenangkan. - h. 43

August 04, 2019

[Book Review] False Beat - Vie Asano

Judul: False Beat
Penulis: Vie Asano
Genre: Metropop (17+)
Bahasa: Indonesia
Tebal: 296 halaman
Rilis: 19 Maret, 2018
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020382265
Harga: IDR.72.000 Paperback (P. Jawa)
Rate: ★★★½


B l u r b :

"Nggak usah lihat-lihat. Gawat kalau lo nanti suka sama gue."

Gara-gara terlilit utang dengan om-nya, Aya harus rela menjadi manajer Keanu & the Squad. Sebenarnya pekerjaan itu tak seburuk yang dia bayangkan, kalau saja bukan Keanu yang harus dihadapinya. Vokalis sekaligus pentolan band itu mungkin punya banyak fans. Dan harus dicatat, Keanu tuh punya wajah ganteng, bibir seksi, penampilannya keren, dan suara yang bagus banget. Tapi, Keanu punya segudang kelakuan ajaib yang membuat Aya tak bisa berkutik, juga membuat jadwal roadshow band itu berantakan!

Aya pun mencari cara untuk mengendalikan Keanu agar roadshow berjalan lancar. Baru saja merasa menemukan jawaban, Aya malah terjerumus dalam masalah baru: mengetahui rahasia besar yang disimpan Keanu yang membuatnya terperangkap dalam drama tak berujung.

*

So, are you fans of One OK Rock or My First Story? Kalo iya kalian wajib baca buku ini deh kayaknya. Wkwkwk.... Jujur aku agak lama nggak ngedengerin lagu-lagu Jepang—belakangan ini didominasi K-Pop sama Western—nah, pas baca buku ini tiba-tiba aku kangen banget sama J-Pop. Akhirnya nyalain laptop dan setel lagu-lagunya L'Arc~en~Ciel, One OK Rock, My First Story, dll. Hehe.... I had ever into J-Pop u know!

Oke, cukup deh prolog dari aku. Mari kita langsung bahas soal bukunya. Sebetulnya aku udah tertarik baca buku ini sejak awal rilis dulu, ya penasaran aja sih. Cuma yah, kelindes sama buku-buku lain, hiks.

Satu hal yang paling aku suka dari buku ini adalah world building-nya alias penggambaran suasananya. Berhubung buku ini menceritakan mengenai anak band beserta dengan roadshow-nya, jadi isinya ya nggak jauh-jauh dari kegiatan anak band. Entah manggung, bikin lagu, syuting, dll. Aura musik dan band-nya kerasa banget. Terus dari sini aku juga baru tahu kalo tugas seorang manajer artis itu ternyata ribet banget, apalagi kalo artisnya itu Keanu yang—haduhhh—semaunya sendiri. Suka muncul dan ngilang sesuka hati, bicaranya sesuka udel. Eh, tapi, tapi, tapi ... Keanu itu ganteng banget. Bibir kissable-nya itu loh nggak nahan!!!

Konflik yang disuguhkan bukanlah konflik yang rumit. Yah semacam hate to love antara Aya dan Keanu. Manajer dan vokalis band. Alur cerita yang dipakai adalah alur maju dengan beberapa flashback di bagian yang memang perlu. Twist-nya oke meski dari awal aku udah bisa menebak. Bisa dibilang eksekusi buku ini oke punya. Gaya menulisnya simpel dan enak dibaca, nggak bertebaran quotes yang kadang malah bikin ambigu di sana sini.

So far aku nggak ada masalah sama karakternya. Baik Aya atau Keanu masing-masing punya karakter yang kuat. Aya disiplin, Keanu seenaknya sendiri. Chemistry yang terbangun antara Aya dan "Keanu" Kevin berasa natural. Hubungan mereka dikemas menarik sebagai manajer dan artis (vokalis band). Oh ya, Keanu itu punya kakak kembar identik lho. Namanya Kevin. Kevin ini kayak mirror-nya Keanu, secara fisik sama dengan Keanu. Bedanya kalo Keanu itu bebas dan suka bersenang-senang, Kevin ini pendiam dan jadi kebanggaan sang papa. Mereka berdua sama-sama kuliah hukum, tapi yang lulus dan berhasil jadi pengacara Kevin. Keanu? Dia mah emang jalannya bukan ke sana.

Untuk endingnya nggak seperti ekspetasiku, tapi tetep oke kok—dan aku bisa menerima endingnya. 

Kesimpulannya buku ini layak dibaca. Aku rekomen buat kalian yang suka dengan karakter cowok anak band, bad boy gitulah. Ceritanya agak beda dengan novel metropop pada umumnya. Penulis 'menjiwai' tulisannya, karena pada saat membaca kita bener-bener seperti masuk ke dalam ceritanya dan merasakan emosi para karakternya. Buat aku buku ini juga termasuk page turner.