September 30, 2019

[Book Review] Be My Sweet Darling - Queen Soraya

Judul: Be My Sweet Darling
Penulis: Queen Soraya
Genre: Teenlit
Rilis: Juni, 2009
Tebal: 242 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: GPU
ISBN: 9789792245899
Harga: IDR. -
Rate: ★★☆☆☆


B l u r b :

Hal yang terjadi dalam hidup Marsha:
1. Ega, sang pacar, selingkuh. (Cih, Ega emang cowok paling bejat di dunia!)
2. Raya, sahabat karib Marsha, yang jadi selingkuhan Ega (Raya pengkhianat! Kenapa gue mesti punya sahabat sekejam ini?)
3. Ada cowok nyebelin di sekolah. Namanya Bima (Manusia paling nyebelin yang pantas dikasih julukan "idiot".).
4. Mama butuh uang. Terpaksa lantai atas rumah harus dikosin (Sejak Papa meninggal, keuangan jadi sulit. Gue harus berbesar hati menerima keputusan Mama.)
5. Ada anak kos baru (Hm... semoga dia membawa kebaikan di rumah ini. Yang paling penting sih, uang kosnya bisa digunain Mama buat bayar utang ke Ibu Rosa.).
6. Nama anak kos itu Bima (APA?!!! COWOK BRENGSEK ITU?!!! DAN SESUAI PERJANJIAN KONTRAK, GUE MESTI NYUCIIN BAJU SI IDIOT ITU???!!! O MY GOD!!!!)

*

Wah, baca novel ini aku jadi keinget pas masih sekolah dulu. Di mana novel-novel teenlit masih simpel dan beralur cepat. Halamannya nggak banyak, terus yang dibahas juga seputaran hate to love antara cewek biasa dengan cowok ganteng. Hehe.... Kesannya klasik banget ya?

Be My Sweet Darling ini menceritakan mengenai Marsha yang diselingkuhin sama pacarnya, Ega. Parahnya Ega ini selingkuhnya sama Raya, sahabat Marsha sendiri. Udah gitu kondisi keuangan yang amburadul membuat ibunya Marsha menjadikan lantai dua rumah mereka sebagai kos-kosan. Apesnya lagi, yang ngekos itu si Bima, cowok pindahan dari Surabaya yang ngeselin abis! Dari sini bisa ditebak dong, ke mana arah hubungan mereka.

Sewaktu kelarin novel ini, aku ngerasa adanya perbedaan yang sangat jauh dengan novel-novel teenlit terbitan sekarang. Kalau dulu kesannya simpel banget, sekarang lebih kompleks. Tema serta topiknya pun lebih beragam. Seneng juga sih dengan perubahan ini, tandanya kan penulis zaman sekarang wawasannya lebih luas, ide-idenya segar yang bikin nggak terasa monoton. Cuma yah, kadang-kadang itu loh, aku kurang sreg sama cinta-cintaannya yang berlebihan.

Oke, balik ke novel ini....
Berhubung ceritanya sangat-sangat sederhana, feel-nya pun nggak dapat di aku. Mungkin juga udah bukan umurnya lagi kali ya aku baca yang seperti ini, haha! Tapi aku tetap bisa menikmati kok. Oh ya, ada beberapa plothole juga sih, cuma karena alurnya cepat dan tahu lah, dunia remaja kadang agak-agak nggak masuk akal, jadinya nggak begitu kelihatan.

Bahasa yang digunakan juga masih belum sevariatif sekarang. Maklum, tahun-tahun segitu hp paling banter Blackberry, akses internet juga masih seret. Pokoknya sensasi baca novel ini tuh kayak balik ke masa lalu.


September 23, 2019

"KKN di Desa Penari", Kisah Nyata atau Fiksi?

VIRAL Kisah KKN di Desa Penari: Cerita Lengkap hingga Benarkah Berlokasi di Jawa Timur?

Kalau pada postingan sebelumnya aku bedah soal bukunya, sekarang aku mau sekadar sharing pendapatku mengenai keaslian cerita yang dialami Bima, dkk ini.

Mulanya, pas awal-awal baca, aku percaya kalau cerita ini adalah sebuah kisah nyata. Kenapa? Karena dari segi lokasi, juga mitos-mitosnya memang pernah aku dengar. Terlebih lagi aku juga pernah baca kisah nyata semacam ini. Sama-sama anak KKN juga, sama-sama ada hubungannya sama penari juga. Tapi nggak sampai meninggal seperti yang terjadi pada Bima dan Ayu. Kisah yang kubaca itu terjadi hanya karena 'kesembronoan', biasalah anak-anak kota suka misuh-misuh sembarangan. Dari segi lokasinya, beneran mirip.

Sewaktu di twitter nama desanya disamarkan, di bukunya nama desanya Banyu Seliro. Desa ini diceritakan sangat terpencil. Letaknya jauh di pelosok. Untuk menempuhnya saja kita harus melalui jalan setapak yang kanan-kirinya adalah hutan, jalanan tersebut juga tidak bisa dilalui oleh mobil. Hanya motor dan kendaraan roda dua lainnya yang bisa. Digambarkan jalan setapak tersebut medannya cukup berat, berkelok-kelok, serta naik-turun. Udah gitu di sana belum ada listrik. Waduh, kebayang kan betapa terbelakangnya desa tersebut?

Di desa itu orang-orangnya masih menganut kepercayaan leluhur. Jadi memang nggak ada surau/masjid atau tempat ibadah lainnya. Intinya mistisnya kental sekali.

Setelah dua kali membaca di twitter, sekali di blog, dan terakhir aku baca adalah bentuk novelnya, rasa percayaku pudar. Memang pas pertama kali baca, semuanya terasa mencekam, horornya terasa banget—apalagi ada embel-embel kalau itu kisah nyata. Hm, feel-nya cukup nampol. Tapi pas baca untuk yang kedua kali, ketiga kali, dan kesekian kalinya, semakin gamblang juga kalau cerita ini cuma setting-an belaka.
Kenapa aku bilang seperti itu? Karena waktu bedah bukunya kemarin, aku menemukan hal-hal manusiawi yang berada di luar nalar. Seperti jumlah peserta KKN, dosen pendamping yang dengan seenaknya absen, dlsb. Kalau memang semua ini kisah nyata, aku rasa plothole semacam itu nggak bakal ada deh.

Buku ini hype banget karena promosinya yang we-o-we. Mas SimpleMan mengatakan jika ini adalah sebuah kisah nyata, cuma yang bikin viral banget adalah embel-embel entot-mengentotnya. Sori kalau kasar, tapi memang seperti itulah kenyataannya. Jadi sebenarnya ini tuh kisah horor yang B aja, bagus dan mencekam sih, tapi coba aja nggak ada embel-embel skandal Bima dan Ayu di tempat wingit tersebut. Aku yakin cerita ini nggak akan seviral ini. Hehe. Ngaku aja deh kalau sebagian besar dari kalian baca cerita ini karena ada 'itu'-nya, kan? 
Aku akui Mas SimpleMan sangat pandai, karena tahu titik yang sangat vital untuk membuat tulisannya menjadi viral dalam sekejap.

Yah, kurang lebih seperti itulah pendapatku mengenai apakah "KKN di Desa Penari" adalah kisah nyata atau fiksi. Jawabanku adalah fiksi. Aku sama sekali nggak komenin soal mistis-mistisnya, yang aku anggap nggak masuk akal a.k.a plothole malah di bagian 'manusianya'. Tapi terlepas dari ini kisah nyata atau fiksi, buku ini punya sebuah pesan yang bagus kok. Intinya jangan sembrono di tempat orang, apalagi tempat yang wingit. Jaga sikap dan omongan di mana pun kalian berada.

[Book Review] KKN di Desa Penari - SimpleMan

Judul: KKN di Desa Penari
Penulis: SimpleMan
Genre: Horor
Rilis: September, 2019
Tebal: 256 halaman
Bahasa: Indonesia, Bahasa Daerah (Jawa)
Penerbit: Bukune
ISBN: 9786022203339
Harga: IDR. 77.000 (P. Jawa) Paperback
Rate: ★★★☆☆


B l u r b :

Saat motor melaju kencang menembus hutan, Widya mendengar tabuhan gamelan. Suaranya mendayu-dayu dan terasa semakin dekat. Tiba-tiba Widya melihat sesosok manusia tengah menelungkup seakan memasang pose menari. Ia berlenggak-lenggok mengikuti irama musik gamelan yang ditabuh cepat.

Siapa yang menari di malam gulita seperti ini?

Tiga puluh menit berlalu, dan atap rumah terlihat samar-samar dengan cahaya yang meski tamaram bisa dilihat jelas oleh mata.
"Mbak... kita sudah sampai di desa."

Dari kisah yang menggemparkan dunia maya, KKN di Desa Penari kini diceritakan lewat lembar tulisan yang lebih rinci. Menuturkan kisah Widya, Nur, dan kawan kawan, serta bagian bagian yang belum pernah dibagikan di mana pun sebelumnya.

*

Siapa sih yang nggak tahu "KKN di Desa Penari" ini? Aku yakin kalian semua pengguna sosmed pasti tahu, minimal pernah baca judulnya lah.

Akhir bulan Agustus lalu cerita horor ini viral banget, yang bikin aku sebagai orang yang doyan sama hal-hal ginian auto kepo berat. Dimulai dari membaca postingan Mas SimpleMan di twitter, sampai akhirnya nemu ringkasan ceritanya di sebuah blog, lalu berujung aku beli bukunya ... aku akui dari segi ceritanya cukup lumayan. Buat yang tanya apakah ini betulan kisah nyata seperti promosinya? Well, aku bakalan bahas soal itu di postingan lain. Sekarang mari kita bedah buku ini sebagai 'novel horor', bukan sebagai perdebatan kisah nyata vs fiksi.

Aku rasa nggak perlu lagi ya menjabarkan seperti apa garis besar ceritanya, karena aku yakin 90% orang yang baca postinganku ini sudah pada tahu kisah Bima, Widya, Ayu, Nur, Anton, dan Wahyu. Sekali lagi aku tekankan, aku bakalan bedah buku ini sebagai NOVEL.

Pertama-tama aku mau komen soal fisiknya dulu. Aku nggak tahu Penerbit Bukune ini masuk golongan SP, indie, atau mayor, cuma yang pasti dari segi kover okelah—meski secara pribadi aku kurang sreg sama tipe doff-nya, buatku kurang cantik aja. Layout-nya tergolong boros: hurufnya gede-gede dan jaraknya lebar, pemborosan ini mah! Lalu dari segi harga, hm, wajar kok buat muterin mata. 77k untuk novel yang isinya sudah pernah dibaca rasa-rasanya agak gimana gitu. Waktu mutusin buat beli novel ini, aku mikirnya—bahkan berharap—ada sesuatu yang berbeda. Nyatanya? Yah, aku harus legowo sama risikonya. Haha. Untung aku belinya pas pre-sale, jadi dapat harga di bawah harga normal. Yang bikin sebel, nggak ada bookmark-nya! Tauk deh, ini ngirit apa pelit.

Buku

Isinya beda sama yang di twitter nggak?
SAMA! Masih diceritakan menggunakan POV Widya dan POV Nur kok. Yang bikin beda cuma gaya bahasanya, penulisannya juga lebih rapi. Kalau secara cerita, nggak ada yang berpengaruh membawa perubahan (cielah bahasanya). Inti dan rentetan kejadiannya tetap sama. Eh, ada yang dikurang-kurangin sama ditambah-tambahin dikit ding! Tapi seriusan itu semua sama sekali nggak berpengaruh.

Baiklah, mari kita menuju ke poin-poin yang menjadi plothole di sini. Berhubung ini novel horor, hal-hal mistis yang nggak bisa dinalar aku kasih pengecualian. Yang aku sebut janggal di sini adalah hal yang masih manusiawi kok.

1. KKN hanya terdiri dari 6 orang. Baca: ENAM ORANG!
Waktu baca di twitter disebutkan kalau yang KKN banyak, tapi berhubung untuk mempersingkat biar nggak ribet, jadilah cuma 6 orang yang terlibat itu aja yang disebut. Dari 6 orang itu masih dibagi menjadi 3 kelompok. Waduh? Seriusan KKN per kelompoknya cuma di handle sama 2 bijik manusia? Mana prokernya cukup berat, kan ini desa tertinggal. Sangat tertinggal malah, orang listrik aja belum masuk ke sana. Okelah dibantu warga, tapi tetap aja elah.

2. Jalanan masuk ke desa tidak bisa dilalui oleh mobil, jadi anak-anak KKN ini dijemput oleh warga dengan menggunakan motor. Baiklah. bisa diterima. Sekarang kita balik lagi ke jumlah peserta KKN. Peserta aslinya banyak alias lebih dari 6 orang, nah, kalau dijemput naik motor apa nggak mirip iring-iringan 17 Agustusan? Wkwkwk. Yah, intinya aku kurang bisa menerima keseluruhan jumlah peserta KKN yang unknown ini.

3. Warga nggak mandi setiap hari karena letak sungainya jauh [- h. 28]
Jadi rumah penduduk di sini nggak ada kamar mandinya. Pas si Wahyu tanya gimana kalau mau buang hajat, Pak Kumis, eh, Pak Prabu mengatakan kalau gali tanah terus habis itu dipendam. Orang-orang zaman dulu memang kayak gitu sih. Tapi hal yang mengganjal buat aku adalah pernyataan Pak Prabu, "Lagipula, warga juga nggak mandi setiap hari, jadi masalah itu sebenarnya sepele bagi kami."
Sebagai orang yang doyan banget mandi, aku auto tanya dong, "Seriusan itu nggak mandi setiap hari? Habis pacul-pacul di ladang, pulang, terus langsung bobok?" Sumpah demi kambing guling, ini joyok sekale, Kakak!

4. Di akhir POV Widya, dulu di twitter kan ada mobil yang jemput Bima dan Ayuyang entah gimana caranya bisa masuk ke desa yang nggak bisa dilalui mobilnah, di bukunya nggak ada. Scene mobil masuk desanya dihilangkan sodara-sodara.

5. Oh ya, aku masih meraba-raba alasan Ayu ngebet banget buat KKN di desa tersebut. Kalau cuma pengalaman bersama teman-teman yang tak terlupakan, ya memang akhirnya jadi kenyataan sih. Wkwkwk. Si Ayu ini sampai mohon-mohon, nangis-nangis sama Pak Prabu biar diizinkan KKN di situ. Ini Ayu, dkk kepepet atau gimana sih? Memang nggak ada tempat KKN lain gitu? NORMALNYA orang mikir, apalagi masa-masa mahasiswa, itu pasti mau yang enak dan cepet lulus. Jadi aku rasa alasan Ayu ngebet banget KKN di desa itu kurang masuk akal. Banyak kok desa yang masih alami tapi nggak terpencil amat. Lagian semakin ringan prokernya, semakin seneng, kan? Lha ini Ayu malah cari yang prokernya banyak dan berat. Ah sudahlah!

6. Bu Anggi, dosen pengawas yang nggak bisa ikut karena kesehatan anaknya bermasalah.
Pas baca bagian ini aku baru ingat kalau KKN kan ada dosen pengawasnya. Sedangkan di sini sama sekali nggak ada. Jadi 6 bijik manusia ini dilepasin gitu aja. Seriusan kayak gini? KKN itu beda sama magang loh! Aku jadi penasaran kampus mana sih yang tega melepaskan 6 bijik manusia yang butuh ijazah ini tanpa pengawasan. Padahal setahuku, satu lokasi KKN itu terdiri dari beberapa dosen pengawas, nggak cuma satu. Jadi? Simpulkan sendiri deh.

7. Inget adegan Widya menari tengah malam itu, kan?
Waktu POV-nya Widya, diceritakan jika Widya terbangun tengah malam. Ayu tertidur pulas, sementara Nur nggak ada. Karena itulah Widya akhirnya keluar dari kamar untuk mencari Nur. Sedangkan pas baca POV-nya Nur, disebutkan kalau Nur sedang tidur dan bermimpi. Nur akhirnya kebangun dan di depan posko sudah ada ribut-ribut perihal si Widya menari.
PERTANYAANNYA: Widya nggak ngelihat si Nur tidur, padahal Nur sedang tidur dan bermimpi. Ada yang gesrek di sini? Atau aku yang salah memahami?

Aku simpulkan ceritanya cukup menarik kok. Sensasi bacanya memang sudah nggak sama kayak pas pertama kali baca, seremnya ilang. Poin plus-nya adalah world building-nya. Aku yakin orang yang masih baru kali pertama membaca ini, pasti merasakan sensasi mencekam dan bertanya-tanya, "Ini kisah nyata?" Terlebih Mas SimpleMan ini mengangkat mitos serta tempat-tempat yang kemungkinan besar memang ada. Dari segi mistis-mistisnya aku nggak komenin apa-apa, karena sesuatu yang semacam itu memang nggak bisa dinalar oleh akal sehat. Jadi yah, dinikmati aja. Lagian aku bukan orang yang ngerti soal gitu-gituan.

Pesan moralnya menurutku bagus. Kita nggak bisa seenaknya di tempat-tempat yang wingit. Di mana pun itu, ada baiknya kita harus menjaga tingkah laku dan tutur kata kita.

Lalu, kalau menurutku, ini kisah nyata atau fiksi?
Aku bahas di postingan selanjutnya ya....
Silakan klik → "KKN di Desa Penari", Kisah Nyata atau Fiksi?

September 20, 2019

[Book Review] Voice from the Past - Eva Sri Rahayu

Judul: Voice from the Past
Penulis: Eva Sri Rahayu
Genre: Young Adult (15+)
Rilis: 9 September, 2019
Tebal: 280 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020628790, 9786020628826 (Digital)
Harga: IDR. 79.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½


B l u r b :

Inka melamar menjadi Liaison Officer cabang olahraga anggar di Pekan Olahraga Nasional. Tanpa tahu sedikit pun mengenai olahraga tersebut. Ia tertarik karena job-nya sebagai influencer dan lifestyle blogger sedang sepi. Sebagai mahasiswi nanggung yang sedang menunggu wisuda, ia merasa tidak pantas jika masih meminta uang kepada orangtuanya.

Di pagelaran tersebut, Inka bertemu Rey, atlet anggar dari kontingen yang ia tangani. Saat pelan-pelan Rey yang tengil membuka diri, Inka merasa hubungan mereka kian dekat. Namun, justru saat itulah Faris muncul. Cowok yang selalu menghantui pikiran dan hati Inka selama dua tahun belakangan itu tiba-tiba saja menyatakan perasaan yang sebenarnya.

Di tengah kehebohan pertandingan anggar, Inka harus memutuskan siapa yang bisa memenangkan hatinya.

*

Pernah nggak kebayang betapa repot dan ribetnya menjadi panitia PON? Aku sih nggak pernah bayangin, hehe. Hal yang mencuri perhatianku di sini pertama adalah judulnya, lalu yang kedua adalah blurb-nya.

Judulnya memberi aku ekspetasi mengenai seseorang dari masa lalu, awalnya aku berpikir kalau ada kaitannya dengan orang yang sudah meninggal. Tapi meleset, nggak ada yang meninggal kok di sini. Sedangkan waktu baca blurb-nya, iming-iming mengenai atlet anggar seketika mencuri perhatianku. Yep, olahraga yang satu ini rasa-rasanya jarang banget dibicarakan. Jadi aku kepo dong, anggar itu seperti apa sih?

Pada lembar pertama aku sudah disuguhi sosok Inka yang tengah bergalau-galau ria. Inka adalah seorang fresh graduate yang berada dalam zona nanggung. Sudah lulus, tapi belum dapat kerjaan, sedangkan mau minta uang ke orangtua pastinya malu dong! Selain itu bisnis dunia maya, seperti endorsement yang menjadi pundi-pundi penghasilannya juga lagi sepi. Belum lagi perasaannya yang masih kecantol sama cowok di masa lalunya, Faris. Nah, di saat-saat seperti itu sahabatnya, Artyana, menawarkan sebuah pekerjaan menjadi panitia PON. Inka belum pernah menjalani pekerjaan semacam ini, tapi berhubung pemasukan lagi seret, boleh deh.

Di sinilah Inka bertemu dengan seorang atlet anggar tengil bernama Rey. Hubungan mereka cuma terjalin beberapa hari, bisa dikatakan cinlok. Namun beberapa hari yang dilalui bersama Rey itu cukup membuat Inka bimbang, kepada siapa sebenarnya hatinya tertuju. Karena di saat-saat dia dekat dengan Rey, Faris malah menyatakan perasaannya. Ew~

Buku ini ditulis menggunakan POV pertama dari sudut pandang Inka, ada juga beberapa POV tiga yang berfungsi sebagai flashback. Beberapa flashback juga dijelaskan melalui lamunan Inka. Halamannya cukup padat, tapi lumayan seru untuk diikuti, terutama bagian duel anggarnya. Dari sini aku juga jadi tahu gimana repot dan ribetnya menjadi panitia PON.

Aku terganggu dengan kata 'sawriii...' yang sering muncul di percakapan antara Inka dan Artyana. Sekali-dua kali nggak apa-apa sih, tapi berhubung ini keseringan, jadi geli kuping gue! Berasa lenjeh-lenjeh manjyah ala inces.

Oh ya, karakter Inka di sini nggak profesional banget. Terlalu sering terbawa sama perasaan dan pikirannya, sampai sering mengganggu pekerjaannya. Well, ini nyebelin banget buatku. Kisah cinta Inka ini juga bikin aku gemez. Semacam nggak niat, gampang baperan sama cowok baru, dan ada bau-bau jual mahal. Intinya secara pribadi aku kurang suka sama karakter Inka.

Bagi yang mau kenalan sama olahraga anggar, buku ini cukup banyak memberi pengetahuan mengenai cabang olahraga tersebut. Aku suka ceritanya, minus kisah cintanya Inka.

Q u o t e s :

Jadi saranku, kalau besoknya kamu mesti kerja, jangan pernah stalking mantan. Jangan! [Inka] - h. 18
Seandainya aku bisa menjalin hubungan lagi, aku tidak mau membagi hati setengah-setengah. Akan kupastikan dulu, perasaanku bisa bermigrasi total. [Inka] - h. 118
"Aku tahu kok, sedih yang paling sedih itu sampai nggak bisa ngeluarin air mata." [Rey] - h. 225
"Luka karena mencintai seseorang, nggak bisa disembuhkan oleh cinta baru. Luka tetap aja luka, yang cuma bisa sembuh oleh waktu dan perjuangan melawan rasa sakit." [Inka] - h. 267

September 16, 2019

[Book Review] A Sky Full of Stars - Nara Lahmusi

Judul: A Sky Full of Stars
Penulis: Nara Lahmusi
Genre: Teenlit (15+)
Rilis: 9 September, 2019
Tebal: 244 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020632100, 9786020632117 (Digital)
Harga: IDR. 73.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★☆☆


B l u r b :

Meski hanya anak seorang cleaning service, Raya Angkasa punya cita-cita setinggi langit: kuliah di Kedokteran UI. Untuk itu, ia harus lihai membagi waktu sebagai guru privat bagi murid-murid tajir di sekolahnya demi menambah uang tabungan. Sejauh ini sih nggak ada masalah.

Namun, masa remaja Raya mendadak rumit ketika harus mengajar kakak-beradik dari keluarga Mahashakti. Dirga Romano Mahashakti, si biang kerok yang menyebalkan dan Dika Romino Mahashakti yang sakit-sakitan membuatnya kelimpungan. Bukan hanya kontrak mengajar yang ketat, ia juga terpaksa terlibat dalam masalah keluarga kedua cowok itu.

Seolah urusan pelajaran sekolah belum cukup membebani, pertaruhan, perasaan, dan cinta terpendam membelit ketiganya dengan benang kusut yang sulit diurai. Sanggupkah Dirga terus mengalah demi adiknya? Tegakah Raya menolak Dika saat harapan dan masa depan cowok itu disandarkan di bahunya?

“Cause you’re a sky, cause you’re a sky full of stars…”

*

Buku ini kovernya cakep bangettttt! Ya, itu adalah salah satu alasanku tertarik sama buku ini. Hehe.

ASFoS menceritakan mengenai Raya yang punya mimpi setinggi langit, tapi sayangnya keadaan ekonomi nggak mendukung. Sementara itu ada Dirga yang tajir, tapi ogah-ogahan untuk sekolah. Mereka benar-benar bertolak belakang. Kedekatan mereka dimulai pada saat Raya menjadi guru les untuk Dika—adik Dirga. Dan serunya lagi, ada cinta segitiga di sini.

Ini pertama kalinya aku baca tulisan Nara Lahmusi, aku belum sempat baca buku pertamanya yang berjudul Things About Him. Kapan tahun itu pernah mau baca, tapi belum kesampaian. Nggak banyak sih yang mau aku ulas tentang buku ini. Yang pasti aku suka gaya nulisnya, gampang dicerna dan nggak butuh waktu lama buat adaptasi.

Sementara dari ceritanya sendiri, jujur aku cukup terhibur. Cuma memang ada beberapa hal yang mengganjal buatku, misalnya nilai-nilai Dirga. Okelah dia belajar sangat keras, tapi menurutku kemungkinan dari siswa yang selalu dapat nilai nol, terus tiba-tiba aja menjadi 100, itu kok kurang realistis ya? Apalagi dalam kasusnya Dirga, dia itu sama sekali nggak pernah memperhatikan pelajaran sejak kelas X. Hal ini agak susah aku terima. Tapi ini menurutku lho, bagi orang lain bisa saja berbeda.

Perjuangan Raya di sinu juga patut diapresiasi. Walau ekonkminya minus, tapi semangatnya nggak pupus. Dia tetep berjuang meraih impiannya.

Di akhir cerita aku sempat berasa nyesek, pas kelulusan ituloh. Hiks.... *puk puk Dirga*

Q u o t e s :

"Kata bapak gue, konon, ketika harapan manusia sudah lenyap, cuma doa yang tetap membuat manusia bertahan." [Raya] - h. 177

September 14, 2019

[Book Review] Vio Don't Mess Up - Shania Kurniawan

Judul: Vio Don't Mess Up
Penulis: Shania Kurniawan
Genre: Teenlit (13+)
Rilis: 29 April, 2019
Tebal: 256 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020627830
Harga: IDR. 77.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½


B l u r b :

Vio sepertinya menyandang gelar siswi paling bermasalah sepanjang sejarah SMA Mayapada. Dia sering bolos, suka cari masalah dengan cowok-cowok bajingan di lingkungan sekolah, dan sudah nunggak gorengan dua semester. Cewek biang kerok yang dihindari oleh teman-temannya karena mereka takut dia bakal menularkan virus berandalannya.

Tapi, saat kakaknya hendak dipanggil, Vio menyerah. Cello nggak boleh sampai tahu tentang kelakuannya! Karena itu, Vio setuju untuk ikut program belajar dengan Jo untuk memperbaiki semua nilainya. Kalau dalam semester kedua ini Vio nggak mendapatkan nilai merah sama sekali, Cello nggak akan dipanggil.

Terpaksa belajar dengan cowok kaku itu, Vio cuma bisa menahan emosi. Bisa nggak ya, sekali ini saja, dia nggak mengacaukan semuanya?

*

Setelah belakangan baca buku yang suram-suram, semalam akhirnya aku mutusin buat baca teenlit, buat refreshing. Hehe. Nggak perlu waktu lama buat menuntaskan buku ini. Ceritanya sederhana, gaya menulisnya ngalir, dan gampang dinikmati. 

Apa jadinya cewek bandel ketemu dengan cowok rajin?
Well, kedengarannya biasa aja ya, tapi Vio yang bandel serta Jo yang ngomongnya pakai bahasa baku bikin cerita ini menarik. Vio punya masa lalu, begitu juga dengan Jo. Masa lalu itulah yang membuat mereka berubah jadi seperti itu.

Seperti kebanyakan, family issue masih jadi latar belakang tingkah 'ajaib' mereka. Hubungan Vio dan Jo berjalan biasa-biasa aja, selayaknya teman dekat. Lagian mereka memang nggak jadian atau semacamnya. Tapi aku yakin ada benih-benih bunga matahari yang tumbuh di hati mereka. Nggak ada adegan-adegan romantis ala-ala FTV remaja kok. Vio dan Jo hanyalah dua remaja yang sama-sama memiliki masalah dalam keluarganya, sebuah masa lalu pahit yang membuat mereka berubah seperti itu. Percaya nggak percaya, apa yang terjadi dalam keluarga itu berpengaruh besar terhadap anak.

Sisi yang aku suka dari buku ini adalah Vio yang berusaha keras untuk memperbaiki nilai-nilainya, meski dia tersiksa banget. Ya iyalah, cewek yang kerjaannya skip kelas buat nongkrong di kantin, bahkan sampai utang gorengan selama enam bulan, harus belajar bersama cowok berkacamata tebal yang ngomongnya baku banget. Awalnya Vio bosan setengah mati, cuma lama-kelamaan dia penasaran dengan Jo.

Konflik yang diangkat sederhana sekali. Cuma karena gaya menulisnya enak banget buat dibaca, semuanya berasa mengalir begitu aja. Aku menikmati banget kisah Vio dan Jo, walau sampai akhir aku masih bertanya-tanya ke mana hubungan Vio dan Jo akan berlabuh. Akan ada sesuatu di antara mereka ataukah Jo hanya menganggap Vio sebagai adiknya? Oh ya, aku juga penasaran banget sama Rio. Tuh anak ngeselin, tapi bikin gemes.


*

Q u o t e s :

Dan memikirkan soal matematika tampaknya lebih nikmat daripada memikirkan kenangan buruk yang semestinya nggak dia ingat. [Jo] - h. 29
"Kamu harus ingat kalau tidak selamanya kamu boleh dikalahkan masa lalu, dan ada saatnya kamu harus melawannya demi masa depanmu." [Jo] - h. 198

September 13, 2019

[Book Review] Song for Alice - Windry Ramadhina

Judul: Song for Alice
Penulis: Windry Ramadhina
Genre: Romance (13+)
Rilis: 29 Juni, 2018
Tebal: 328 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: Roro Raya Sejahtera
ISBN: 9786025129070
Harga: IDR. 85.000
Rate: ★★★½


B l u r b :

SEPERTI APA CINTA MENINGGALKANMU
ADALAH SESUATU YANG TERAMAT SULIT KAU LUPAKAN.

Bagi Arsen, pulang berarti kembali pada Alice—perempuan pertama yang mencuri hatinya dua belas tahun lalu. Sore itu adalah pertemuan pertama mereka setelah lama tak bertemu. Arsen menarik Alice ke dalam pelukannya, berusaha mengingatkan perempuan itu pada sejarah mereka dulu. Namun yang membersit di benak Alice hanya sakit hati... ditinggal pergi Arsen di saat dia benar-benar jatuh cinta.

Memang benar, Alice selalu merindukan Arsen. Ketertarikan di antara mereka masih memercik api seperti dulu. Namun masa lalu adalah pelajaran yang teramat berharga bagi perempuan itu. Arsen adalah orang yang membuat Alice merasa paling bahagia di muka bumi, juga yang bertanggung jawab membuatnya menangis tersedu-sedu.

Sekuat tenaga Alice mencoba menerima kembali kehadiran Arsen dalam hidupnya. Membiasakan diri dengan senyumnya, tawanya, gerak-gerik saat berada di ruang tengah; bahkan harus meredam gejolak perasaan atas kecupan hangat Arsen di suatu malam. Terlepas dari kenyataan Arsen membuat Alice jatuh cinta sekali lagi, ada pertanyaan besar yang hingga kini belum terjawab: pantaskah laki-laki itu diberi kesempatan kedua?

*

Wow, akhirnya keturutan juga baca buku ini. Dah, wow, aku suka sama ceritanya. Beautiful sadness. Dari awal aja auranya sendu banget, bikin aku tahu ke mana arah ceritanya. Meski begitu aku tetap berharap ada keajaiban yang bisa bikin aku senyum di akhir. Tapi harapan cuma harapan, garis takdir Alice dan Arsen tidak seberuntung Elena dan Damon. LOL.

Bisa dibilang aku suka dengan apa yang disuguhkan oleh buku ini. Gaya menulisnya enak untuk dibaca, mengalir, terutama di bagian narasinya, aku suka banget. Sayangnya percakapan di sini agak-agak gimana gitu. Bayangin aja, di Jakarta masak kita masih pakai sebutan aku-kau? Mungkin karena gaya bahasanya mengadopsi novel terjemahan, jadi terbawa. Cuma yah, di Jakarta gitu loh, sounds weird aja kalau pakai aku-kau, apalagi Arsen ini seorang musisi rock yang doyan pesta, terus kerjaannya juga keluar masuk pub. Selain itu, 'suasananya' seperti bukan di Jakarta. Semua itu tercermin dari kebiasaan para tokohnya, misal pilihan makanannya. Di sini aku nggak nemu tuh Alice jajar es potong atau ketoprak. Pokoknya western banget, misal: spageti, sup krim, roti bawang (hal. 90). Baca buku ini berasa bukan di Indonesia—sumpah, Indonesianya maksa banget. Malahan kalau setting tempatnya di luar negeri, aku malah bisa terima.

Kalau dari segi ceritanya sendiri, aku sangat menikmatinya—walau harus pura-pura lupa kalau setting-nya di Jakarta. Aku tersentuh banget sama sosok Arsen. Dia pergi untuk menggapai mimpinya. Lalu saat dia sudah menggapainya, dia seperti kehilangan dirinya sendiri. Sampai sebuah kecelakaan membuatnya sadar, bila hidup bisa berakhir kapan saja, bila ternyata selama ini dia hanya membuang-buang waktu yang dimilikinya. Akhirnya, Arsen memutuskan untuk pulang, memohon kesempatan kedua pada gadis yang dicintainya.

Konfliknya juga cuma konflik internal antara Arsen dan Alice. Arsen yang merasa bersalah dan Alice yang terluka. Sempat aku mikir kalau buku ini pasti tambah seru kalau misalnya Arsen ada afair dengan Mar, hehe. *jahad ya aku*
Nggak. Nggak. Aku tahu kok penulis ingin menyuguhkan cerita yang seperti apa.

Kisah Alice dan Arsen di sini indah. Dalam artian apa yang dilakukan Arsen itu tulus. Malahan aku nggak terlalu respek sama Alice yang kesannya sok jual mahal karena masih terluka karena kepergian Arsen. Tapi kalau aku di posisi Alice, pasti juga akan merasa sulit untuk kembali percaya pada sosok Arsen.

Tapi aku terlanjur cinta sama Arsen, huweee....

Apa buku ini bikin aku mewek?
Ya, bentar doang tapi. Hehe....
Jadi di awal-awal aku sempat membatin, Oh, ini ceritanya tentang ini terus pasti ujung-ujungnya begini. Baru setelah sepertiga bagian terakhir, aku bener-bener tahu ke mana arah ceritanya. Awalnya memang terkesan flat and ordinary, ditambah lagi feel-nya juga belum begitu dapet—mungkin karena percakapan aku-kau itu tadi kali ya?
Tapi saat berhasil menyelami sosok Arsen, aku langsung jatuh cinta.

Jadi kalau kalian suka romance ringan yang nggak kebanyakan drama, tapi ada nyesek-nyeseknya, buku ini adalah pilihan yang tepat. Pertama mungkin terasa biasa aja, terus kalian akan jatuh cinta sama Arsen, memihak Arsen dan sebel sama Alice. Kemudian kalian akan melunak sama Alice, lalu ikut bahagia melihat Arsen dan Alice. Tapi ujung-ujungnya kalian bakalan nangis bersama Alice.

*

Q u o t e s :

Tetapi, aneh. Ada kalanya kebebasan terasa begitu hambar dan tidak memuaskan. [Arsen] - h. 37
"Satu-satunya yang bisa dilakukan oleh 'maaf' adalah membuatmu merasa lebih baik." [Alice] - h. 94

September 08, 2019

[Book Review] Precious Lady - Acariba

Judul: Precious Lady
Penulis: Acariba
Genre: Romance
Rilis: 6 Mei, 2015
Tebal: 320 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN: 9786020264004
Harga: IDR. -
Rate: ★★★☆☆


B l u r b :

Cinta yang tulus dan juga jujur adalah harapan setiap wanita. Begitu juga dengan dokter Diva yang perkasa. Dia begitu mendambakan pria yang bisa mencintai dirinya dengan tulus dan apa adanya di usia ke-25.

Sayangnya, setiap pria yang dijodohkan dengannya lebih menginginkan kekayaan keluarganya dan pria lainnya memilih mundur karena ketakutan dengan kemampuan membela diri yang Diva miliki. Hingga akhirnya ada dua pria yang bersedia memberi Diva cinta seperti yang dia inginkan—dua pria ini jugalah yang sukses membuat hatinya jungkir balik kebingungan. Bima yang seorang duda berusia 34 tahun dan Ino—yang masih SMA—berusia 17 tahun.

Siapa yang menyangka, Diva dihadapkan pada pilihan yang sulit. Sangat tidak mungkin memilih salah satu dari keduanya,karena ternyata mereka adalah ayah dan anak. Pilihan Diva jelas akan menghancurkan hubungan keluarga itu.

*

Buku ini sudah terbit empat tahun yang lalu ya?
Iya. Baru beli sekitar dua bulan lalu waktu sale di gudang Gramedia, terus baru kelar baca subuh tadi.

Seperti yang sudah dijabarkan di blurb-nya, karakter ceweknya nyeremin beud. Nyeremin dalam artian dia jago bela diri, jadi ada apa-apa langsung dibanting. Sebenernya unik juga sih karakter seperti ini, hanya saja aku sering terganggu sama sikapnya yang cenderung impulsif, dikit-dikit banting, dikit-dikit tendang. Kesannya terlalu dilebih-lebihkan gitu.

Sedangkan dari segi ceritanya sendiri lumayan lucu dan aku cukup menikmatinya. Hubungan Bima-Diva-Ino memang agak bikin aku geregetan, bukan karena aku gemes, tapi karena sebel. Bima yang kelewat 'husband and dad material' banget, Diva yang galak-galak tapi benernya mau, juga Ino yang ngebet banget sama Diva. 

Latar belakang cerita ini adalah seputar bisnis dan perjodohan, hal yang sangat sering aku temui dalam novel roman. Diva yang berprofesi sebagai seorang dokter berasal dari sebuah keluarga kaya, sayangnya dia tidak berminat untuk meneruskan bisnis keluarganya. Bima juga sama aja, berasal dari keluarga kaya, tapi dia memilih untuk membangun bisnisnya sendiri. 

Gaya menulisnya oke, enak dibaca meski beberapa scene bikin aku garuk-garuk kepala. Ada yang kelewat lebay, ada juga yang nggak sinkron. Cuma memang untuk bacaan, buku ini sudah cukup menghibur kok, dengan catatan mengabaikan detail-detail kecil yang mungkin kurang bisa diterima. Typo juga masih banyak.

Misalnya saja usia Bima. Sumpah deh, aku bingung sebenernya Bima itu umur berapa. Di blurb 34 tahun, terus di halaman berapa gitu 36 tahun, ada juga yang 37 tahun, di halaman 198 38 tahun. Lha, ini yang bener yang mane, Kakak?
Lalu ada juga nama tokohnya yang mungkin salah tulis ya. Itu, cewek yang naksir Ino di halaman 88 namanya Widya, tapi di halaman 89 namanya Winda. *waduh*

Oh ya, aku sarankan pembaca buku ini adalah mereka yang sudah cukup usia. Soalnya obrolan serta adegannya kurang cocok dibaca sama mereka yang masih di bawah umur. Nggak vulgar kok. Nggak. Bagiku nggak vulgar. Terus terlalu banyak umpatan. Jadi bagi yang nggak terbiasa mungkin bakalan ngerasa nggak nyaman.

Singkatnya, novel ini perpaduan antara lucu dan lebay!

Q u o t e s :

"Aku takut kalau cuma aku yang merasa jatuh cinta di dalam hubungan ini." [Bima] - h. 121
Sama seperti saat kita bermaksud meninggalkan orang yang kita cintai, menerima cinta seseorang yang tidak kita cintai itu juga sama sulitnya. - h. 157
Ditinggalkan itu menyakitkan. Tapi dipermainkan itu lebih menyakitkan. - h. 187
Dia selalu mengatakan bahwa setiap langkah yang dipilih haruslah tanpa penyesalan. Walaupun langkah itu berakhir dengan buruk, tapi paling tidak ada pelajaran yang bisa diambil di sana. - h. 260
"Jangan harapkan keadilan di dunia, Di. Kadang kala sesuatu yang kita anggap tidak adil adalah kejadian paling adil bagi kita." [Rima] - h. 289 

September 07, 2019

[Book Review] Mencari Simetri - Annisa Ihsani

Judul: Mencari Simetri
Penulis: Annisa Ihsani
Genre: Metropop (17+)
Bahasa: Indonesia
Tebal: 240 halaman
Rilis: 19 Agustus, 2019
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020629360, 9786020629353 (Digital)
Harga: IDR. 75.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½


B l u r b :

Menjelang usia kepala tiga, April merasa gamang dan kehilangan arah. Ia memiliki karier yang nyaman, tapi tidak bisa dibanggakan. Punya banyak teman, tapi mereka sibuk dengan keluarga masing-masing. Dekat dengan Armin, tapi tak pernah ada kejelasan. Belum lagi menghadapi keanehan Papa yang terus menerus melupakan hal sepele.

Enam tahun April terjebak dalam hubungan yang rumit dengan Armin. Entah salah satu dari mereka punya pacar, atau memang sudah terlalu nyaman berteman. April tetap tak mampu melepaskan Armin sebagai sosok pria ideal.

Saat menemani Papa melalui serangkaian tes medis, Lukman hadir. Pria itu menawarkan kehidupan yang mapan dan hubungan serius.

April berusaha mencari cara untuk menyeimbangkan hidupnya kembali. Dan cara untuk menemukan simetri hatinya. Memilih hidup bersama Lukman, atau menunggu Armin entah sampai kapan.

*

Awalnya aku pikir novel ini akan sama saja dengan novel-novel Metropop pada umumnya, yang menceritakan tentang kehidupan cinta dengan bumbu-bumbu pekerjaan layaknya kaum urban. Ya memang seperti itu sih, tapi cuma 'bungkusnya' aja. Padahal setelah membaca dan menikmati ceritanya, aku cukup tersentil. Haha.

April, wanita berusia 29 tahun dengan hidup yang serba mengambang. Tidak punya tujuan, juga tidak punya arah. Kehidupannya hanya berkutat pada sebuah pekerjaan yang menurut orangtuanya tidak cukup membanggakan, plus perasaannya pada Armin yang tanpa kejelasan. Mereka berdua teman, dekat, tapi hanya seperti itu. April naksir Armin, sedangkan Armin sama sekali tidak peka. Namun begitu April berniat move on, Armin malah terkesan seperti memberi harapan. Yah, gitu aja terus sampai lebaran kebo! Sumpah, kisah April dan Armin di sini bikin aku eneg. Ke-tijel-annya kelamaan, bertahun-tahun. Aku sampai bertanya-tanya, "Nggak capek gitu nge-bucin selama itu? Sementara dunia terus berputar?" *Kalo aku sih ogah. Ogah banget!

Kehadiran Lukman sedikit meredakan rasa eneg-ku. Cuma ujung-ujungnya aku eneg lagi karena April jelas-jelas tidak menyukai Lukman. Sama sekali nggak welcome terhadap eksistensi Lukman. Jujur sebel banget sih, kenapa April malah milih si Armin yang nggak jelas itu?!

Oke deh, cukup bicara soal kisah cintanya April yang menurutku nggak banget. Sisi lain buku ini menyuguhkan sesuatu yang realistis. April merasa eneg dengan hidupnya yang terkesan B aja. Pekerjaan yang gitu-gitu aja, tanpa pencapaian yang bisa dibanggakan. Lalu ada hubungannya dengan Sita, sahabatnya, yang merenggang karena Sita memiliki anak. Tak lupa juga hubungan April dengan keluarganya, terutama ayah kandungnya.

Semua itu membuat April jengkel dengan kehidupan yang dia miliki. Sewaktu melihat instagram Sita yang tengah berkumpul dengan sesama ibu muda, plus anak-anak mereka, April merasa jika dirinya sudah tertinggal jauh. Semua teman-temannya sudah berlari, sementara dia masih diam di tempat dengan kehidupan yang itu-itu saja. Tapi lama-lama April menyadari kalau hubungannya dengan Sita merenggang karena masing-masing dari mereka punya kehidupan. April dengan kehidupannya, Sita dengan kehidupannya. Yah, seperti inilah hidup. Semakin dewasa, akan semakin sibuk dengan hidup kita sendiri, sampai rasanya nggak punya waktu buat say hi sama sahabat kita sendiri. Jadi hubungan yang mulanya dekat jadi merenggang dengan sendirinya, padahal kita tidak bermaksud seperti itu.

Lanjut dengan posisi April sebagai anak bungsu yang mau tak mau harus mengurus ayahnya yang mulai pikun. Ibunya tidak di rumah karena harus mengurus Eyang Uti di luar kota, sementara Kak Laras sudah berkeluarga.
Kebayang nggak betapa repotnya merawat orangtua yang tidak bisa mengurus dirinya sendiri?
Di satu sisi kita punya kehidupan sendiri, juga pekerjaan yang mungkin menjadi prioritas. Tapi di sisi lain kita juga tidak bisa mengabaikan jika orangtua membutuhkan kita. Keadaan yang sangat sulit memang. Selain direpotkan dengan orangtua yang harus diladeni, kita juga pontang-panting membagi waktu. Biasanya di titik ini, kita ribut dengan saudara sendiri. Meributkan siapa yang harus merawat, dlsb. 

Itulah kenapa aku bilang apa yang dialami April ini sangat dekat dengan kehidupan kita. Sebagian besar dari kita mengalaminya, kan?
Dan sesuatu yang bisa aku ambil dari cerita ini adalah: Kadang-kadang kita menganggap masalah kita adalah yang paling berat, padahal tanpa kita ketahui, masalah orang-orang yang ada di sekitar kita mungkin saja lebih berat. Mereka hanya tidak mengeluh dan menunjukkannya.

Perasaanku bisa dibilang campur aduk saat membaca buku ini. Antara jengkel dengan April yang selalu mengeluh dengan kehidupannya, termasuk jadi bucin-nya Armin, serta banyaknya kejadian dalam buku ini yang secara pribadi menegurku. Awalnya aku nggak yakin bakal ngasih rate 3*, karena keburu eneg duluan sama April yang terus mengharapkan Armin. Tapi semakin ke belakang, aku semakin menikmati cerita ini. Intinya cerita ini membuat hatiku menjerit: AKU NGGAK MAU KAYAK APRIL!
Kebanyakan mengeluh bikin capek hati sendiri.

Oh ya, terlepas dari isi ceritanya, aku merasa kurang nyaman dengan gaya bahasanya.
Baku. Penggunaan aku-kau di sini berasa nggak match sama keadaan sekarang ini. Yakali di zaman Tinder ngobrolnya masih pakai aku-kau? Lagian ini lokasinya di Jakarta, kan?

Q u o t e s:

"Karena hubungan ini bahkan tidak pernah dimulai. Kau tidak bisa mengakhirinya karena tidak ada yang bisa diakhiri." [Sita] - h. 11
"Ketika orang-orang menaruh ekspetasi mereka terhadapmu dan kau tidak mau memenuhinya, itu bukan masalahmu. Kau tidak bisa memenuhi ekspetasi semua orang." [Armin] - h. 52
"Tahu tidak, hanya karena kau menyukai seseorang, bukan berarti kau tidak boleh pergi dengan orang lain. Tidak ada istilah monogami dalam dunia taksir-menaksir." [Tantri] - h. 56
"Aku mulai bertanya-tanya seberapa realistis mengharapkan seseorang untuk setia padamu seumur hidup." [Kak Laras] - h. 108
"Percayalah, kau tidak ingin berumah tangga dengan cowok yang terus-terusan membuatmu merasa tidak cukup baik." [Sita] - h. 124
Kurasa kebanyakan pertemanan berakhir bukan karena perselisihan dan pertengkaran, melainkan karena salah satu atau keduanya sudah larut dalam kehidupan mereka masing-masing. [April] - h. 141
Namun, dalam hati aku menyadari, entah umurmu 14 atau 29, cinta yang tak berbalas tetap sama menyakitkannya. [April] - h. 194
"Cinta bisa datang dan pergi. Komitmenlah yang membuatmu tetap bertahan saat kau bangun pada pagi hari dan tidak lagi kasmaran dengan orang yang tidur di sebelahmu." [Mama April] - h. 210