November 16, 2018

[Book Review] If I Were You - Nureesh Vhalega

Judul: If I Were You
Penulis: Nureesh Vhalega
Halaman: 208 halaman
Genre: Teenlit
Tahun: Oktober, 2018
Penerbit: Lumiere Publishing
ISBN: 9786025296208
Harga: IDR 59.800
Rate: ★★★★☆



Gadis itu tahu keluarganya tidak sempurna, namun dia tidak pernah berpikir bahwa ketidaksempurnaan itu akan menjelma menjadi teror. - h. 19

B l u r b :

Liv dan Langit. Dua remaja yang dipertemukan dengan luka hampir serupa.

Liv gadis ceria yang mudah bergaul, selalu menebar tawa kepada siapa pun yang ditemuinya. Orang-orang mengira itu karena hidupnya sempurna, meski kenyataannya dia menutupi luka karena keluarganya tidak bahagia.

Sementara Langit berusaha membekukan hatinya setelah kehilangan besar yang dialaminya. Tidak mau pecaya pada siapa pun, bahkan nyaris menyerah pada hidup.

Ketika takdir memutuskan untuk meletakkan mereka pada lintasan yang sama, mampukah mereka menyembuhkan hati? Atau justru mereka akan semakin jauh berlari dari realita yang menyakitkan ini?


S t o r y l i n e :

Tahun ajaran baru dimulai. Liv yang super duper ceria tentunya bersemangat menyambutnya, namun rupanya semangatnya dinodai oleh kehadiran anak baru bernama Langit yang kebetulan satu kelas dengannya. Yep, cowok bernama Langit ini bikin Liv kesal setengah mati pada pertemuan pertama mereka.

Sebuah tugas kelompok kembali menyatukan Liv dan Langit. Liv yang dasarnya memang nggak mudah menyerah terus-terusan menginvasi kehidupan Langit. Langit yang mulanya cuek bebek dan sama sekali nggak peduli akhirnya terusik juga. Terlebih ketika Langit mengetahui bila Liv juga menyimpan luka atas keluarganya.

Di sisi lain Diaz, sahabat Liv, mulai gusar melihat kedekatan Liv dengan si anak baru. Dia merasa posisinya mulai tergeser.





"Kesempurnaan itu nggak jadi jaminan mereka bisa bahagia." [Liv] - h. 64


K a r a k t e r :

Liv → Cewek ini cerianya kebangetan. Banyak omong tanpa ambil pusing yang diajak omong bakal nanggepin atau nggak. Tapi di balik keceriaannya, dia punya keluarga yang nggak bahagia.

Langit → Duh, ini anak irit omong banget. Jutek dan cuek bebek. Langit kayak gini bukan tanpa sebab, juga bukan karena dia sombong. Langit cuma kehilangan alasan dia bahagia. Hiks.

Diaz → Sahabat Liv. Blasteran bule. Tinggi. Cakep. So, auto banyak yang naksir.

Pelangi → Hm, dia ini ... seseorang yang berarti bagi Langit.

Tokoh favoritku?
Langit dong! Aku kan tim cowok yang luarnya cuek, dingin, jutek tapi dalamnya perhatian dan 'terluka'~😁


P e n u l i s a n :

Nggak bakal bicarain soal diksi, dll.... Penulisnya udah pro. Wkwk.... Cuma mau sedikit koreksi.

- h. 54
Toples → harusnya stoples.
Coba toples+s, artinya beda lagi tuh, hihii *kidding*

- h. 82
Membumbung → yang benar membubung.
Kata bumbung itu artinya bambu loh :)



"Karena sehebat apa pun kita jadi pendengar, kita tetap nggak bisa 'menyembuhkan' orang yang punya keinginan bunuh diri itu." [Langit] - h. 190

Welcome back, Nui!

Kalimat itu melintas gitu aja waktu aku selesai baca buku ini. Bukannya apa, di buku yang sebelumnya aku kayak nggak menemukan Nui di sana.

Buku ini bergenre teenlit, namun tema yang diangkat bukan cinta-cintaan ala remaja, melainkan mengenai keluarga. Yup, keluarga yang berantakan akibat keegoisan orangtua. Liv dan Langit sebagai anak malah harus menanggung akibatnya. If you have family issue, you must know very well what it's feels~apa yang Liv dan Langit rasakan.

Keegoisan orangtua + remaja labil = auto berantakan.
Itu udah rumus pakem ya!
Tapi Liv dan Langit adalah anak-anak yang kuat. Sekalipun marah, kecewa, dan sakit hati, mereka berusaha melakukan yang terbaik.

Dari buku ini kita tahu kalau sebagai orang tua kita nggak boleh egois. Dan sebagai anak yang jadi 'korban', nggak seharusnya kita melakukan hal-hal yang negatif. Banyak kok hal positif lainnya yang bisa jadi pengalih perhatian.

Meski fokusnya ke family issue, buku ini nggak meninggalkan identitas aslinya. Ciri khas novel teenlit alias kisah cinta ala remaja menjadi bumbu yang bikin aku senyum-senyum sendiri waktu baca. Wkwkwk.... That's why I love teenlit, they drag me back into my school life.

Every family have an issue. Maybe you are the one who having issue like Liv and Langit. But you must trust yourself, you are strong more than you imagine.

At last, thank you Nui for the beautiful story 💓💕

November 10, 2018

[Book Review] Thousand Dreams - Dian Mariani

Judul: Thousand Dreams
Penulis: Dian Mariani
Halaman: 216 halaman
Genre: Teenlit, Young Adult (15+)
Tahun: Juli, 2018
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN: 9786020476759
Harga: IDR 52.800 (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆



Cita-cita terdalam mereka, kecintaan mereka terhadap dunia seni, kerelaan mereka mengorbankan banyak hal demi mewujudkan mimpi mereka. Tidak semua orang bisa mengerti. Hanya orang yang punya kecintaan sebesar itu yang bisa memahami. [Jo] - h. 80


B l u r b :

Jo dan Callista bersahabat sejak SMA. Sama-sama menyukai seni, tetapi terpaksa menempuh pendidikan di jurusan yang tidak mereka sukai. Callista yang suka menulis, terpaksa memilih jurusan yang dibencinya, demi karier yang menurut ibunya jauh lebih cemerlang. Sedangkan Jo, yang tergila-gila dengan fotografi, terpaksa mengambil jurusan Bisnis sesuai dengan keinginan orangtuanya.

Segalanya memang akan terasa lebih berat kalau kita tidak suka dengan apa yang kita lakukan. Tapi, hobi yang dijalankan sepenuh hati, juga punya tuntutan sendiri. Dunia seni profesional mulai menunjukkan taringnya. Menjadi seniman ternyata tak semudah yang dibayangkan. Target, deadline, dan profesionalisme adalah wajib hukumnya demi unjuk gigi di dunia yang mereka idamkan ini.

Sibuk dengan mimpi dan cita-cita masing-masing, kedua sahabat ini perlahan saling menjauh. Memang harus ada yang dikorbankan, demi mencapai sesuatu yang sangat kita inginkan. Dan ketika percik hati mulai berbunyi, siapakah yang mereka pilih? Jemari lain yang menggandeng mereka meraih mimpi atau seseorang yang pernah punya arti?


S t o r y l i n e :

Jo menyukai fotografi, sementara Callista suka menulis. Namun semua itu tidak mendapatkan restu dari orangtua mereka, terutama sang ayah. Merasa memiliki 'nasib' yang sama, mereka berdua saling menyemangati. Sering kali berbicara mengenai mimpi-mimpi mereka.

Suatu hari Callista dinyatakan sebagai salah satu pemenang dalam lomba menulis yang diadakan oleh penerbit Garuda, dan karyanya akan diterbitkan. Namun sebelumnya Callista harus menjalani beberapa perosedur penerbitan, salah satunya adalah merevisi naskah yang ditangani oleh Nando, editor Garuda sekaligus penulis favorit Callista. Well, tentu saja Callista happy nggak ketulungan, siapa sih yang nggak happy kalau berada di posisinya Callista?

Sementara itu di sisi lain, Jo juga memenangkan sebuah lomba fotografi yang berhadiah kursus langsung oleh seorang fotografer terkenal, Darius Bono, selama dua bulan. Berangkat dari sini Jo akhirnya semakin mahir memotret. Bang Patar yang juga sering mengajak Jo memotret mengajak Jo untuk memotret sebuah event fashion. Nah, di sinilah Jo mengenal Elisa, sosok yang sangat gigih dalam meraih mimpi-mimpinya, sosok yang sama sekali tidak membuang kesempatan sekecil apa pun. Elisa berperan besar dalam karir memotret Jo yang masih pemula ini. Mulai bertukar pikiran, memberi motivasi, hingga mengenalkan/merekomendasikan Jo pada networking-nya.

Callista dan Nando sibuk dengan dunia kepenulisan mereka.
Jo dan Elisa sibuk dengan even-even fotografi mereka.

Kesibukan itu menjauhkan mereka. Jo dan Callista hampir tidak pernah bersama, bahkan untuk sekadar bertukar kabar melalui telepon/pesan singkat. Ujung-ujungnya kesalahpahaman pun tidak dapat dihindari. Pun dengan rasa cemburu.

Belakangan mereka menyadari, banyak yang harus dikorbankan demi meraih mimpi. Namun tidak berarti mereka juga harus mengorbankan apa yang sudah mereka dapatkan.



"Menurut gue ... berlari terlalu cepat bisa bikin kaki kita luka. Berjalan pelan, bukan berarti kita nggak bisa sampai di tujuan. Saat ini, gue memilih untuk berjalan pelan dan menikmati setiap prosesnya." [Callista] - h. 136 


K a r a k t e r :

Jo → Tergila-gila dengan fotografi, namun restu orangtua (terutama sang ayah) membuat cita-citanya terhambat. Meski begitu dia masih mau menuruti keinginan ayahnya untuk masuk jurusan Bisnis. Dia berani mengambil risiko apa pun demi mengejar mimpinya, termasuk kuliahnya yang menjadi berantakan.

Callista → Terpaksa masuk jurusan Akuntansi meski sangat suka menulis, padahal dia sangat membenci jurusan itu. Namun ketika tulisannya berhasil diterbitkan, Callista menyadari satu hal, bila ternyata semua ini tak semudah yang dia bayangkan.

Nando → Editor sekaligus penulis favorit Callista. Memiliki hobi serta pemikiran yang sama membuat Nando menaruh rasa lebih pada Callista.

Elisa → Cewek yang terbang bebas, tidak peduli apa pun dalam berjuang meraih mimpinya. Semua kesempatan yang ada tidak dia sia-siakan. Elisa ini juga berperan penting dalam karir memotret Jo.

P e n u l i s a n :

Seperti tulisan ce Dian yang sebelumnya aku baca (Me Minus You) penulisan novel ini menggunakan POV ketiga terbatas. Bedanya semua perpindahan POV dalam novel ini rapi banget, lalu semua kalimatnya juga begitu rapi, jadi dari segi penulisan novel ini lebih nyaman untuk dibaca.

Di beberapa bagian aku masih nemu kata yang nggak konsisten, yaitu penulisan orangtua. Ada yang dipisah, ada juga yang digandeng. Sebetulnya artinya beda, walau sampai sekarang setahuku nggak ada ketentuan khusus.
Orang tua → Orang yang tua.
Orangtua → Lebih menunjuk ke Ayah-Ibu.



"Jadi gue berpikir ... hidup ini, bukan tentang memenangi seluruh pertandingan. Bukan juga tentang siapa yang paling cepat berjalan. Atau menentukan siapa juaranya. Tapi, yang menikmati waktu setiap detiknya." [Callista] - h. 190

Aku excited banget sama buku ini. First, karena aku suka baca teenlit (biar awet muda). Second, karena temanya friend zone. Jadilah dua poin unggulan itu menjadikan buku ini masuk dalam reading list-ku. Dan setelah dibaca, isinya nggak mengecewakan. Banyak pelajaran mengenai mimpi yang bisa diambil dari sini.

Novel ini memang menuliskan betapa pentingnya kita menggapai mimpi kita, semua itu butuh sebuah pengorbanan yang besar, termasuk mengorbankan apa yang sudah kita miliki. Memang mimpi terkadang bisa menjadikan kita serakah dan kurang bersyukur. Nah, Jo dan Callista juga menghadapi itu. Pertama-tama mereka harus berjuang menggapai mimpi mereka sementara orangtua mereka tidak merestui. Lalu setelah mimpi itu tercapai, mereka dihadapkan pada situasi yang menuntut mereka untuk mengorbankan hal-hal sederhana yang sudah mereka miliki, seperti orangtua dan sahabat. Susah euy menyeimbangkan semua itu. Selain itu, buku ini juga mengajarkan kalau apa pun keinginan orangtua, sekalipun bertentangan dengan keinginan kita, orangtua hanya menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Kelak, sebagai orangtua kita juga pasti akan mengerti.

Cita-cita Jo maupun Callista sangat dieksplor di sini, jelas sejelas-jelasnya. Sayangnya pergulatan batin mereka malah kurang dieksplor, alhasil kurang bikin baper. Interaksi yang menggambarkan friend zone mereka lebih ke aksi daripada perasaan. Seperti Jo yang ngelindungin Callista atau Callista yang bersedia nungguin mamanya Jo. Scene favoritku yang waktu di Bandung itu, feel cemburunya Jo dapet banget. Hehe....

Btw waktu baca ini, aku feel related banget sama Callista. I was on the same boat with her. Mau masuk jurusan Sastra tapi dipaksa masuk jurusan Akuntansi. Bisa lulus dengan IP bagus? Bisa kok. Tapi sampai sekarang aku nggak ada suka-sukanya sama Akuntansi, not even a little. Aku tetep suka baca dan nulis. Tapi bagiku nggak ada kata terlambat sih. Aku masih berjuang buat mimpiku.

"Yes, you have to dream high. Just don't forget to be safely landed." [Callista] - h. 191

November 04, 2018

[Book Review] Me Minus You - Dian Mariani

Judul: Me Minus You
Penulis: Dian Mariani
Halaman: 224 halaman
Genre: Romance (17+)
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer (BIP)
Tahun: Juni, 2018
ISBN: 9786024556259
Harga: IDR 59.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆ (Actually 3.8★)




Menyenangkan. Menenangkan. Cinta itu seharusnya seperti ini. Tidak perlu terburu-buru. Tidak selalu banyak kata-kata. Saling percaya. Saling mengerti. Tidak perlu takut, kecuali takut kehilangan. Tidak ada khawatir, kecuali cemas ditinggalkan. Tidak perlu terlalu banyak rayuan. Tidak perlu bunga, karena hatinya sendiri sudah penuh renda-renda. [Rein] - h. 40

B l u r b :

Dua sosok dewasa, dengan cinta yang dewasa juga. Tidak pernah ada aturan harus selalu bertemu atau melapor setiap hari. Semua tumbuh begitu saja, termasuk perasaan cinta. Daniel bukan pria romantis dan pandai bermain kata. Tapi dari matanya, Rein tahu ia disayangi. Diinginkan, Dicintai. Rein percaya pada Daniel sepenuh hatinya.

Hingga keraguan datang dan mengusiknya. Saat sedang bersama, Daniel beberapa kali harus meninggalkannya, setelah menerima telepon dari seseorang. Seseorang yang tak pernah sanggup diceritakannya pada Rein. Seseorang yang~mau tak mau~telah menjadi bagian penting dalam hidup Daniel.

Rahasia apa yang disembunyikan Daniel? Kalau harus memilih, siapa yang dipilih Daniel? Seseorang~yang penting untuknya sejak dulu~atau Rein~yang baru dikenalnya tapi berhasil membuatnya jatuh cinta? Atau bolehkah ia memiliki keduanya?


S t o r y l i n e :

Sebuah urusan pekerjaan mempertemukan Daniel dan Rein untuk kali pertama. Saat itu juga baik Daniel maupun Rein merasakan getaran-getaran lain di dadanya. Setelahnya Daniel bekali-kali membuat janji, namun berkali-kali juga batal. Sama-sama sibuk menjadi alasan mereka sulit bertemu satu dengan yang lain. Hubungan mereka terbilang sangat sederhana. Dan DEWASA. Tidak ada kata 'I love you' atau 'Kita pacaran' dalam hubungan mereka. Tidak ada sebuah ketegasan memang, just let it flow. Apa yang mereka obrolkan didominasi oleh topik pekerjaan dan beberapa hal kecil lainnya~seperti makanan kesukaan. Benar-benar tidak ada hal khusus. Tapi di balik kesederhanaan hubungan Daniel dan Rein berakar sebuah cinta yang kokoh.

Terkadang ketika mereka bersama, sebuah telepon masuk membuat Daniel harus pergi meninggalkan Rein. Mulanya Rein memaklumi, bukankah hubungan mereka hanya sekadar dekat? Tapi kemudian Rein mulai bertanya-tanya. Firasatnya mengatakan jika ada sesuatu yang disembunyikan Daniel darinya. Entah apa....

Rupanya memang ada sesuatu yang disembunyikan Daniel dari Rein. Daniel mengakui itu, namun dia tidak bisa menceritakannya. Tidak untuk saat ini. Sampai suatu hari Daniel sama sekali tidak ada kabar. Ketika Rein menghubungi ponsel Daniel, yang menerimanya adalah seorang perempuan, mengatakan kalau Daniel tengah sakit. Rein menjenguk Daniel dengan sebongkah rasa penasaran di dada, dia tetap berusaha berpikir positif. Walau pada akhirnya kenyataan yang ada membuat Rein harus menelan pil pahit. Perempuan yang menerima teleponnya tadi adalah Livia, kekasih Daniel.

Tidak ada keributan. Daniel dan Rein bertemu kembali dengan sikap mereka yang dewasa. Daniel berkata jika dia mencintai Rein, namun ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa meninggalkan Livia. Setelahnya mereka sama-sama menderita. Rein berusaha melupakan Daniel dan Daniel mencoba untuk mencintai Livia. Tapi sayangnya masalah hati tidak sesederhana itu.

Semua memang membutuhkan pengorbanan, termasuk untuk bahagia.



Cinta itu ternyata begitu. Semakin dipaksa, semakin tak bisa. Cinta itu ternyata keras kepala. Semakin berharap hilang, semakin dalam juga menapaknya. [Daniel] - h. 99

K a r a k t e r :

Rein → Cewek yang berprofesi sebagai konsultan. Pengalaman buruk dengan mantannya membuat Rein tidak mau terlibat hubungan baru dengan lawan jenis. Tapi dadanya kembali berdebar ketika dia bertemu Daniel. Suka banget sama croissant dan majalah donal bebek.

Daniel → Cowok dengan reputasi pekerjaan yang bagus. Ganteng pula. Sayangnya Daniel memiliki janji yang membuatnya membuang jauh-jauh keinginannya untuk bersama Rein dan terpaksa menemani orang yang tidak dia cintai.

Stevan → Cowok ini ada rasa pada Rein. Tapi saat itu Rein masih betul-betul nggak pengin dekat sama cowok. Baru saat Rein 'berpisah' dari Daniel, Stevan mendekati Rein lagi. Stevan ini adalah teman kuliah Daniel. And ... he's an asshole!

Livia → Cewek yang sangat mencintai Daniel. Livia egois karena memanfaatkan keadaannya untuk membuat Daniel berada di sisinya. Bagi Livia tak masalah Daniel tidak mencintainya, asalkan bisa terus bersama-sama.

Domi → Sahabat Rein sejak kuliah.


P e n u l i s a n :

Novel ini ditulis menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Pilihan kata maupun susunan kalimatnya cukup nyaman dibaca, meski ada beberapa yang penulisannya perlu dikoreksi. Perpindahan POV-nya memang kadang tiba-tiba, tapi okelah, aku nggak bingung kok bacanya. 

Koreksi pada - h. 156 -157 [spoiler alert]
Waktu Daniel menolong Rein di hotel, waktu menuju ke kamarnya kan naik tangga biasa karena Daniel nggak punya pass card. Nah, waktu udah selesai nolongin Rein, kenapa ada kalimat '...Daniel yang menggendong Rein menuju lift.' Nah, di sini aku nggak paham nih. Kan Daniel nggak punya pass card, Rein pastinya juga nggak punya karena yang booking kamar Stevan. Terus kenapa digendong ke lift?



"You know what, you don't have totally forget someone if you wanna be with someone else. Yet, being with someone else, will make you forget the old one. Totally." [Domi] - h. 112

Hal pertama yang bikin aku tertarik buat baca buku ini adalah kovernya. Terus sewaktu baca blurb-nya, aku malah semakin tertarik. Kisah yang disuguhkan dalam buku ini memang bukan percintaan yang banyak gombalan atau sebagainya, malahan hampir-hampir nggak ada gombalannya. Karena memang hubungan Daniel dan Rein digambarkan sebagai hubungan yang 'dewasa', yang nggak menuntut dan lebih banyak memahami.

Sebetulnya garis besar ceritanya sendiri sederhana, tapi karena masing-masing karakternya 'hidup' dan realistis, buku ini jadi nggak membosankan untuk dibaca. Yup, aku paling suka dengan cara penulis membangun karakter di sini. Pas banget. Nggak berlebihan, juga nggak kurang. Secara keseluruhan plotnya juga oke. Cuma perlu ada yang diperbaiki di penulisannya agar lebih enak dibaca. Soalnya beberapa nggak konsisten. Misalnya kalimat yang diucapkan dalam hati ada yang menggunakan kalimat miring, ada yang menggunakan '...' ada juga yang nggak diapa-apain. 

Jadi kalau kalian tanya apa aku suka sama buku ini, aku bakal jawab ya 😍 Karena dalam buku ini mengajarkan kalau cinta itu tidak egois. Rela berkorban walau rasanya begitu berat dan sakit. Tapi jangan lupa, semua pengorbanan itu pasti bakal dapat balasan yang setimpal kok.