September 25, 2018

[Book Review] Contract Partner - Mrs. Mathrange

Judul: Contract Partner
Penulis: Mrs. Mathrange
Halaman: 368 halaman
Genre: Romance Dewasa (17+)
Tahun: Juni, 2018
Penerbit: Roro Raya Sejahtera
ISBN: 9786025129049
Harga: IDR 86.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½




"Apa Nona tahu? Terkadang Tuhan memberi sedikit 'petunjuk' terhadap pengikutnya untuk menentukan pilihan yang akan menjadi takdirnya. Meskipun orang itu butuh waktu lama untuk menyadari apa yang menjadi 'petunjuk'-nya." [Tuan Coleman] - h. 67


B l u r b :

MUNGKIN SUATU HARI NANTI KAU AKAN MENGERTI,
KALAU HATI TIDAK DICIPTAKAN UNTUK MENGHANCURKAN HATI ORANG LAIN.

Benar-benar sulit dipercaya, seorang CEO tampan dan muda seperti Julian Reed melamar Jane Fisher, salah satu pegawai di perusahaannya. Sayangnya, ini sungguh berbeda dengan plot cerita romantis yang selama ini dia dengar dan baca. Malah, ketika dilamar, Jane merasa itu adalah kali pertama bosnya itu berbicara padanya. Kejadiannya pun sangat cepat dan blak-blakan. Di ruang kerjanya, Julian menyodorkan sebuah amplop cokelat berisi dokumen ke arah Jane. Perempuan itu benar-benar terkejut ketika membaca tulisan bold di halaman pertamanya.

KONTRAK PERNIKAHAN
ANTARA JULIAN REED DAN JANE FISHER

Meskipun terasa ganjil, Jane akhirnya mengambil risiko dengan menandatanganinya. Sesuatu yang belakangan dia sesali ketika akhirnya tahu alasan sebenarnya Julian mau menikahinya....


S t o r y l i n e :

Julian Reed, seorang CEO yang 'kejam' karena tidak mau menolerir kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan karyawannya. Julian hampir-hampir tak pernah berkomunikasi secara langsung dengan para karyawannya, namun jika sekali saja dia memanggil karyawannya ke ruangannya, itu berarti mimpi buruk bagi si karyawan. Tidak satu pun yang keluar dari ruangan Julian akan selamat, alias berakhir dengan pemecatan.

Suatu hari Jane yang terkenal sebagai karyawan teladan tiba-tiba dipanggil oleh Julian ke ruangannya. Mulanya Jane mengira jika dia akan dipecat, namun rupanya Julian malah menyodorkan sebuah amplop berisi kontrak pernikahan antara dirinya dan Jane. Julian hanya memberi Jane waktu satu minggu untuk memikirkannya.

Jane hendak menolaknya, tapi Tuan Coleman, asisten pribadi Julian berhasil membuat Jane mengubah keputusannya. Sikap Julian yang selama ini dikenal dingin pun melunak, pria itu bersikap seolah-olah dia sangat menginginkan Jane. Akhirnya, Jane pun menyetujui kontrak tersebut dengan menambahkan poin di dalamnya.

Pernikahan Julian dan Jane berlangsung dengan lancar meski ada sebuah insiden yang terjadi pada saat pemberkatan. Akan tetapi, malam setelah acara pesta pernikahan mereka usai, sikap Julian langsung berubah. Yang semula hangat dan penuh kejutan menjadi dingin seolah-olah Jane hanya angin lalu.

Tentu saja sikap Julian ini membingungkan Jane. Jane berusaha mencari tahu, bahkan melakukan segala sesuatu demi mendapatkan sedikit perhatian dari Julian. Bagi Jane, tak apa Julian memperlakukannya dengan dingin asalkan dia tetap bisa berada di sisi Julian dan melihatnya setiap hari. Walau sempat beberapa kali hendak menyerah, ketelatenan Jane membuahkan hasil. Sikap Julian pelan-pelan berubah menjadi manis, bahkan Julian mengajak Jane berbulan madu ke Bali.

Namun siapa sangka, di saat Jane mengira bila semua usahanya mendapatkan hati Julian benar-benar berhasil, seseorang datang ke tengah-tengah mereka. Seseorang yang membuat Jane menyesali semua yang telah dia lakukan.


K a r a k t e r :

Julian Matthew Reed ↠↠ Seorang CEO tempat Jane bekerja. Terkenal kejam karena tidak mentolerir kesalahan sekecil apa pun yang dilakukan oleh karyawannya.

Jane Rosalie Fisher ↠↠ Karyawan yang tidak pernah melakukan kesalahan sekecil apa pun. Jane ini pekerja keras dan juga cerdas.

Emily ↠↠ Sahabat Jane. Dulu mereka tinggal bersama, namun semenjak Emily menikah, mereka berpisah.

Robert Coleman ↠↠ Asisten pribadi Julian.




"Jadi, aku pria pertama yang dekat denganmu?" tanya Julian.
Jane mengangguk.
Tuan Reed memeluk Jane dengan erat. "Jika seperti itu, jangan berikan pelukanmu, ciumanmu, dan yang lainnya kepada orang lain. Semua itu milikku," ucap Tuan Reed.
- h. 137 
Huahhhhh!!! Rasanya aku pengin lempar buku ini setelah selesai baca. Sumpah bikin emosi sampe pengin gigit bantal. Eits, jangan salah, bukan karena buku ini jelek atau mengecewakan, tapi ... sumpah bikin kezel abis! Awalnya aku mengira kalau buku ini menceritakan tentang pernikahan kontrak antara Julian dan Jane yang pada akhirnya berujung manis: they fall in love with each other, but ... arrrgghhhh!!! *jambak rambut*

Jujur aku nggak suka sama Julian. Entahlah, aku ngerasa ada ketimpangan karakter si Julian ini. Sebagai CEO dia kejam, tapi di sisi lain dia itu cepat berubah. Dingin-sweet-dingin lagi-sweet lagi, kayak AC aja yang suhunya gampang dinaik-turunkan hanya dengan pencet remot. Julian ini entah memang bermuka banyak atau jago pura-pura. Um, lebih tepatnya Julian ini sebetulnya licik dan cerdik. Tapi, hati-hati kalau dia sedang dalam mode sweet, bisa bikin klepek-klepek beneran. Yup, aku sempat terlena loh sama Julian mode sweet.

Lalu Jane, aku juga nggak terlalu suka dengan karakternya Jane. Jane itu ... gimana ya? Semacam masokis lah! Habisnya meski Julian bersikap dingin dan tidak menganggapnya, Jane tetap berharap pada Julian. Bahkan ketika Jane tahu alasan utama mengapa Julian menikahinya, dia memilih diam. Silent is gold, babe. But your silence is hell! Menurutku Jane ini terlalu percaya dengan hal-hal yang 'kurang' realistis. Hey, Jane, kisah dalam novel-novel yang kamu baca itu memang indah, tapi itu nggak nyata, Sayang.... Tapi di samping itu aku suka dengan kecerdasannya. Yah, walau di akhir segala kecerdasan serta usaha yang selama ini dilakukannya berujung sia-sia. Duh, Jane ... aku kasihan banget sama kamu. You don't deserve the fucking Julian Reed!





Hm, sebetulnya aku suka sama ceritanya. Cukup seru walau beberapa plot ada yang bolong. Misalnya kontrak pernikahan yang bagiku gaje, isinya apaan sih? Entahlah yang pasti aku butuh sekuel dari buku ini. Masih banyak hal-hal ganjil yang jadi pertanyaanku, yang sampai halaman terakhir aku nggak nemu jawabannya. Terutama di Julian sih, dia itu sebetulnya gimana sih? Perubahan sikapnya cenderung tanpa alasan yang jelas, it's like 'suka-suka gue'. Oh ya, terus Tuan Coleman juga berasa menjerumuskan Jane loh! Karena dia Jane mempertimbangkan niat untuk menerima kontrak itu, tapi kok nyatanya yang dibilang Tuan Coleman malah berbalik 180 derajat?

Setting waktunya aku perkirakan akhir 1999 atau awal 2000-an karena ponsel yang digunakan Jane adalah Nokia 8210. Bertempat di Manhattan, namun aku kurang merasakan 'Manhattan' di sini. Bahasa yang digunakan bahasa baku dengan POV orang ketiga.

Terus beberapa poin juga perlu diperbaiki, seperti ketika Jane membeli buku. Disebutkan kalau buku yang dibeli Jane bersegel plastik. Hm, setahuku buku-buku yang dijual di sana nggak ada segelnya loh, beda kayak di Indonesia yang memang disegel untuk menghindari orang-orang yang suka numpang baca tanpa beli. 

Beberapa persepsi juga perlu dibenahi, misalnya kata acuh. Acuh menurut KBBI artinya adalah mengindahkan, memperhatikan. Dan dalam buku ini banyak kata acuh yang diartikan abai. Typo masih ada meski sedikit, layout penggalan katanya juga lumayan banyak yang salah tempat. Tapi tenang aja, buku ini enak dibaca kok. Penulisannya rapi dan ceritanya cukup asyik kalau mengabaikan poin-poin yang kusebutkan tadi.

Andai aja semuanya jelas dan nggak cliffhanger, aku bisa kasih ★★★★☆ bahkan lebih untuk buku ini.


Orang yang tetap mencintai dikala cintanya tak berbalas adalah orang paling lemah di dunia. - h. 205

September 16, 2018

[Book Review] The Wicked Ones (Ghost of the Shadow Market, #6) - Cassandra Clare

Title: The Wicked Ones (Ghost of the Shadow Market, #6)
Author: Cassandra Clare
Genre: Fantasy
Year: September, 2018
Publisher: Simon and Schuster (Audiobook)
ISBN: 9781508259459
Rate: ★★★★☆



"I sometimes think there is nothing more painful than love denied. To love someone you cannot have, to stand beside your heart's desire and be unable to take them in your arms. A love that cannot be required. I can think of nothing more painful than that." [Brother Zachariah]

Days ago I just finished reading The Wicked Ones (Ghost of the Shadow Market #6). It's story about Céline Montclaire, the girl who had a crush with Stephen Herondale. Besides she know that Stephen is married to Amatis. But come on, who can deny The Herondales?😂 Before, I never imagine how beautiful Céline is. But after finishing this baby, I imagine Céline was so beautiful. Blond hair and porcelain face. She was Shadowhunter Princess in Paris at that time😍 Hm, fair enough if Jace got a goal—he has those beautiful from his mom and charm from his dad.

But.... But....
Again, my heart broken because of Jem. As Brother Zachariah he still bond to Will and Tessa. Although Will has passed away almost a century.

"This is a wish you should dispense with. Feeling is what makes us human. Even the most difficult feelings. Perhaps especially those. Love, loss, longing—this is what it means to be truly alive." [Brother Zachariah]

September 13, 2018

[Book Review] Beautiful Pain - Nathalia Theodora

Judul: Beautiful Pain
Penulis: Nathalia Theodora
Halaman: 152 halaman
Genre: Romance (17+)
Penerbit: GPU
Tahun: Agustus, 2018
ISBN: 9786020398259
Harga: IDR 52.000
Rate: ★★★☆☆




"Berhentilah bersikap serakah, Kei. Kamu harus memilih, aku atau Landon. Satu petunjuk untuk kamu, aku nggak suka menjadi pihak yang terbuang." [Damon] - h. 38


B l u r b :

Silakan saja menyebut Keira perempuan serakah karena mencintai Landon dan Damon, sama besarnya. Dia tidak peduli meski Landon sakit dan Damon suka memukulinya. Masa lalu yang dimilikinya membuat Keira bertekad untuk mempertahankan mereka berdua.

Berulang kali Damon meminta Keira untuk memilih dan jelas sekali lelaki itu tidak suka menjadi pihak yang kalah. Dia akan melakukan segala cara untuk membuat Keira meninggalkan Landon. Akhirnya Keira tidak mampu menolak dan hanya bisa bernegosiasi agar Damon memberinya waktu satu bulan untuk mengucapkan selamat tinggal pada Landon.

Padahal, kondisi Landon tidak kunjung membaik. Dengan detik-detik yang semakin mendekati batas waktu pemberian Damon, Keira hanya berharap semua yang dia lakukan akan berhasil.

Semoga.

↠↠↠↠↠↠↠


Yang terlintas di pikiranku saat dengar nama Damon? Pastilah TVD😁
Dan yang terlintas saat dengar nama Landon? Langsung deh ingat A Walk to Remember😍
Tapi tenang, ini nggak ada hubungannya sama semua itu kok.

So, Keira di sini adalah cewek yang mencintai Damon dan Landon dalam waktu yang bersamaan, cinta Keira pada mereka berdua juga sama besarnya. Jangan berpikiran negatif dulu. Keira punya alasan kenapa tetap bertahan di antara Damon yang suka memukulinya dan Landon yang sakit-sakitan.

Tbh waktu baca awal sampai tengah, aku mikir ini Keira 'sakit' apaan sih benernya? Bego amat! Rela banget dipukulin Damon, padahal di sisi lain Keira punya Landon yang sayang sama dia. Tapi setelah mendapat pencerahan, aku akhirnya bisa nerima sesuatu yang mulanya kuanggap bego.

Ini kali kedua aku baca tulisan Nathalia Theodora. Hampir seperti tulisannya yang kubaca sebelumnya [Love, Again]. Sumpah, ide ceritanya—bagiku—menarik. Sayang eksekusinya nggak maksimal, karena harusnya dengan ide cerita yang seperti ini konfliknya lebih bisa digali lagi. Beberapa premisnya juga bikin aku garuk-garuk kepala. Bukan out of logic yang ngaco banget, tapi gimana ya ... hm, kurang kuat aja alasan/dasar pemikirannya, padahal feel dalam buku ini bisa dibilang dapet.

Contoh yang bikin kepalaku 'doeng doeng':

"Thanks to him, aku jadi bisa melukis. Tentu, beliau nggak secara langsung mengajariku, tapi aku mengamatinya, dan dari sanalah kemampuanku berkembang. Beliau sungguh luar biasa, dan aku mengaguminya." [- h. 36]
↠↠↠ Setahuku melukis itu adalah bakat, meski bisa juga dipelajari. Hanya saja kalau nggak diajari secara khusus dan cuma ngeliat aja, rasa-rasanya bakal susah untuk bisa membuat lukisan yang bagus. In other case, kalau aja Damon memang berbakat melukis, nggak perlu melihat Om Handoko pun dia pasti sudah terpanggil untuk melukis. So?

"...Dia suka mengambil alih pekerjaan kami, bukan karena nggak yakin kami ini mampu, tapi karena dia nggak ingin kami bekerja terlalu keras." [- h. 78]
↠↠↠ Wadoh! Berarti enak dong punya bos macem Landon gini. Karyawannya ungkang-ungkang, bosnya yang kerja, mana masih dapat gaji pula. Mau dong kerja di restorannya Landon 😝 Menurutku poin ini nggak realistis deh!

↠↠↠ Beberapa poin lainnya yang agak-agak nganu adalah sikap para Ibu yang cenderung lempeng-lempeng aja. Duh, gimana ya, susah jelasinnya, tapi kalau kalian baca sendiri pasti ngerti maksudku kok.

"Mudah saja bagi kamu untuk menyebutkan apa-apa saja yang seharusnya kamu lakukan saat itu. Tapi kamu melupakan satu hal yang pastinya kamu rasakan saat itu, takut." [Landon] - h. 81

But okay! Aku masih berencana baca tulisannya Nath yang lain kok. Karena aku suka sama gaya nulisnya. Enak dibaca meski cenderung simpel dan nggak terlalu banyak quote. Selain itu aku juga tertarik dengan ide cerita dari buku-buku Nath yang lainnya. Oh ya, aku juga suka kovernya yang cukup menggambarkan isi bukunya😍

September 11, 2018

[Book Review] My Own Private Mr. Cool - Indah Hanaco

Judul: My Own Private Mr. Cool
Penulis: Indah Hanaco
Halaman: 264 halaman
Genre: Romance (20+)
Tahun: July, 2018
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020395227
Harga: IDR 75.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½



"Jika kau gelisah, obatnya cuma satu. Ingatlah pada Tuhan. Tak masalah apakah kau memanggil-Nya dengan Allah, Tuhan, atau nama lain. Dia pemilik segala bahasa. Dia tahu maksudmu." - h. 44

S t o r y l i n e :

Heidy Theapila dan Graeme MacLeod dipertemukan secara tidak sengaja di Vivaldi. Di atas kapal pesiar itu mereka mulai saling tatap hingga saling sapa. Turun dari Vivaldi, Heidy dan Graeme melanjutkan pertemuan mereka dengan mengunjungi beberapa tempat di Venesia. Walau kelihatannya menyenangkan, namiun masing-masing dari mereka masih menyimpan ketakutannya sendiri. Baik Heidy maupun Graeme harus berpikir berkali-kali untuk membuka diri dan jatuh cinta sepenuhnya.
Namun hidup ini penuh dengan kejutan. Tak ada yang tahu apa yang direncanakan-Nya. Jika Dia sudah berkehendak, apa yang menjadi ketakutan mereka akan bisa di atasi. Kebuntuan mereka menemukan jalan keluar. At last, they found their happiness.

K a r a k t e r :

Graeme MacLeod → Seorang veteran marinir yang pernah bertugas di Irak dan Afganistan. Menderita semacam PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), yaitu TBI (Traumatic Brain Injury) akibat perang. Tertarik pada agama Islam karena dia pernah jatuh cinta pada Shirin, seorang penerjemah yang pernah ditemuinya di Fallujah. Saat ini Graeme tinggal di London. Bersama dua sahabatnya, Terry dan Miles, dia membuka kelab dan tempat rehabilitasi untuk orang-orang yang menderita PTSD atau semacamnya. Sebetulnya Graeme ini adalah anak dari pemilik Vivaldi, namun dia sama sekali tidak tertarik untuk mengurus bisnis keluarganya.

Heidy Theapila → Putri tunggal dari keluarga Hilal. Batal menikah dengan Mirza setelah mengetahui bila laki-laki itu ternyata ingin menikahinya karena materi. Hampir seumur hidup Heidy berada di bawah kendali sang Ibu, Fatya yang selalu mengatur-ngaturnya dengan alasan demi kebaikan. Heidy adalah gadis yang mandiri. Meski keluarganya kaya raya, Heidy tidak bergantung dan memilih mendirikan usahanya sendiri. Bahkan dia menyembunyikan identitasnya sebagai putri tunggal keluarga Hilal.

Mirza → Mantan calon suami Heidy. Mengaku cintanya pada Heidy adalah nyata, namun di balik itu semua dia tergoda oleh iming-iming materi.




P e n u l i s a n :

Entah kenapa aku selalu cocok dengan gaya menulis Kak Indah. Bahasanya formal, tapi luwes. Diksinya simpel, nggak menggunakan kiasan berlebihan yang bisa bikin kalimat jadi terasa njlimet/berat/alay. Setiap tempat atau penjelasan dijabarkan dengan kalimat yang ngalir, so nggak perlu khawatir bakalan kayak baca koran atau Wikipedia ya. Hehe.... Perbendaharaan katanya juga banyak, jadi waktu baca jarang tuh nemuin kalimat/kata yang diulang-ulang. Enaklah dibaca. Typo juga hampir nggak ada, Cuma sayangnya ukuran font-nya lebih kecil ketimbang buku-buku terbitan GPU yang lainnya. But that's okay! Masih cukup nyaman buat dibaca dalam jangka waktu lama kok.

S e t t i n g :

Ini adalah kali ketiga aku baca tulisan Kak Indah. Setting tempat dalam buku-bukunya selalu jelas, termasuk dalam buku ini. Jadi enak bayanginnya, imajinasi bisa langsung timbul tanpa kesulitan menciptakannya. Setiap tempat yang dikunjungi digambarkan dengan sangat mendetail, termasuk juga suasananya saat itu.



Selain kovernya yang cakep, secara keseluruhan buku ini menarik dan menyenangkan untuk dibaca. Aku berasa 'jalan-jalan' ke Venesia sungguhan. Aku juga suka Kak Indah memaparkan tentang agama di sini. Entahlah aku ngerasa kalau beberapa poin di sini bisa meluruskan pandangan orang mengenai agama yang dianggap teroris, padahal BUKAN (- h. 118-119). Yup! Buku ini sarat akan ajaran agama Islam serta toleransi antar umat beragama. Aku non Muslim, tapi tetap bisa menikmati buku ini. Karena apa, buku ini memberi aku pengetahuan mengenai agama teman-temanku yang lain. Aku jadi lebih bisa mengerti seperti apa ajaran agama mereka. Meski condong ke salah satu agama, tapi tetap netral alias tidak memojokkan yang lainnya. So, tidak ada kerasisan di sini. For me, that's a good hint.

"Kami diajarkan bertoleransi. Nabi kami sudah memberi contoh nyata. Beliau hidup berdampingan dengan paman yang begitu dicintai tapi tak pernah mengikuti ajarannya. Memberi makan pengemis buta yang setiap hari memfitnah dan mengejeknya sebagai penyihir. Ironisnya, orang yang selalu bicara tentang 'meneladani Rasulullah' justru abai terhadap hal-hal semacam itu. Mereka menyamakan terorisme dengan jihad. Memerangi orang-orang yang tak bersalah hanya karena berbeda pandangan politik. Tapi dengan pengecut berlindung di balik alasan agama. Itu yang akhirnya kulihat dan membuatku berhenti marah." - h. 119



Karakter favoritku dalam buku ini adalah Heidy.
Di mataku sebagai seorang perempuan, Heidy cukup mengagumkan. Pembawaannya tenang dan dewasa, nggak baperan. Mayoritas dari kita pasti akan melakukan hal yang nekat atau bodoh saat menghadapi sesuatu yang dihadapi Heidy. Yah, siapa sih yang masih bisa bepikir dengan jernih setelah merasa ditipu sampai batal menikah? Namun di sini, semarah-marahnya Heidy, dia nggak berbuat bodoh. Malahan Heidy mengambil keputusan yang mungkin sama sekali nggak terpikirkan oleh kita kalau kita berada di posisinya. Di sisi lain, sebagai wanita yang multi-karir, Heidy juga nggak lepas tanggung jawab gitu aja. Marah, patah hati, kecewa, sampai ngerasa hampir gila nggak lantas membuat Heidy lepas tangan. Sesekali Heidy masih menanyakan kabar usajanya kepada Paulita, asistennya. Oh ya, Heidy juga rajin shalat. Dia nggak melupakan kewajibannya meski tengah mengikuti tour. Salut! Karena biasanya orang udah nggak inget sama Tuhan kalau lagi di posisi seperti ini. Seringnya kita bodo amat sama ibadah, lha kan gue lagi tour nih. Ya, nggak?
So intinya karakter Heidy di sini menyenangkan untuk dibayangkan. Walau mungkin agak too good to be true. Setidaknya sosok Heidy di sini bisa dijadikan panutan.




Buku ini bagiku juga kaya akan pengetahuan. Selain setting tempatnya yang nggak sekadar tempelan, unsur sejarah dari tempat-tempat di Venesia juga menjadi poin menarik bagiku. Dari buku ini aku juga baru tahu kalau permukaan Venezia tiap tahunnya mengalami penurunan satu hingga dua milimeter. Artinya entah kapan, Venesia akan tenggelam 🙈 Can't imagine that point! Sayang banget kota se-epic itu harus jadi puing-puing di bawah laut.

Kisah Heidy dan si Mr. Cool a.k.a Graeme bagiku tidak se-epic setting tempat dan suasana yang disuguhkan. Yang aku suka dari mereka itu sama-sama dewasa dan nggak menye-menye. Meski aku sejujurnya agak 'doeng' dengan first sight yang terjadi antara Heidy dan Graeme. Hm, gimana ya.... Heidy kan lagi patah hati sepatah-patahnya tuh, pas pertama kali lihat Graeme langsung dag-dig-dug-dhuaaar! Aku rasa perasaan ini kurang pas untuk orang yang sedang patah hati. Mau dibilang perasaan yang sekadar pelarian juga kurang pas, soalnya pergulatan batin Heidy nggak menjurus ke sana. Emosi antara Heidy dan Graeme menurutku kurang greget dan cenderung banyak basa-basi, malahan yang greget adalah scene Heidy dan Mirza. Mungkin karena pertemuan Heidy dan Graeme lebih dikemas dalam tour di Venesia, jadi yang banyak dibicarakan adalah tempat-tempat yang mereka kunjungi. Baru menjelang akhir aku menemukan greget antara Heidy dan Graeme.

"Kau takkan disakiti oleh orang yang benar-benar mencintaimu." - h. 224

September 04, 2018

[Book Review] Fireflies in the Midnight Sky - Francisca Todi

Judul: Fireflies in The Midnight Sky
Penulis: Francisca Todi
Halaman: 360 halaman
Genre: Young Adult, Dystopia
Tahun: 2018
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020382845, 9786020382852 (Digital)
Harga: IDR 79.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆



Kunang-kunang di langit malam
Meskipun kecil, kau pancar terang
Saat hatiku merasa muram
Indah kelipmu kan kukenang

Kunang-kunang di langit malam
Tuntunku pulang sebelum fajar
Walau dunia terasa kelam
Tidak berhenti kau berpijar

~Lagu anak-anak Valestia



Damai tidak ada di kamus negeri penindas ini. -h. 13

B l u r b :

Alyssa bergabung dengan grup gerilya untuk bertahan hidup sejak negerinya diserang meski sebenarnya membenci kekerasan. Di tengah situasi yang semakin genting, Alyssa dikirim dalam misi yang berakhir kacau, lalu akhirnya terdampar dengan kaki terluka di teritori musuh.

Dan saat itulah Alyssa diselamatkan oleh Vigo, pemuda misterius yang merupakan musuh negerinya.

Setelah berhari-hari dalam teritori musuh, Alyssa sadar ternyata Vigo lebih mengerti pergumulan dan trauma gadis itu dibanding teman-teman sebangsanya. Namun, mereka berdua bagaikan air dan api. Saling menjinakkan, juga saling membinasakan. Saat ada percikan kasih sayang antara keduanya, adakah masa depan agar mereka bisa bersatu?

"Mungkin perang... tidak pernah hitam-putih. Ada masa ketika semua menjadi kelabu dan kabur, benar atau salah, teman atau musuh." - h. 136

S t o r y l i n e :

Sebagai mata-mata Valestia, Alyssa mendapat tugas untuk mengintai kemungkinan adanya senjata rahasia dari Sedera untuk membantu Togaro, negara yang membuat Valestia nyaris rata dengan tanah. Padahal Sedera dikenal sebagai negara yang tertutup, tidak mau mengurusi urusan kedua negara tetangganya.

Di tengah-tengah pengintaian, Alyssa diserang oleh pasukan elit Togaro yang membuatnya terpaksa berpisah dengan partnernya, Izolda. Alyssa terluka dan terbangun di tempat yang asing. Ya, Alyssa berada di rumah salah seorang Togaro. Namun bukannya menyerahkan kepada tentara Togaro, pemuda yang menyelamatkannya malah menyembunyikan Alyssa di rumahnya.

Hari demi hari yang Alyssa lalui bersama pemuda bernama Vigo itu akhirnya membuat Alyssa mengerti bila tak semua orang yang Togaro memiliki tujuan untuk membinasakan bangsanya. Namun semua itu tak menolong, apa pun yang terjadi saat ini, suatu saat harus berakhir. Vigo adalah orang Togaro, Alyssa adalah orang Valestia.

Diskriminasi itu terasa begitu absurd, begitu picik. Perang tidak pernah mendiskriminasi. Perang tidak pernah peduli siapa yang benar dan salah. Perang merenggut nyawa siapa pun yang bisa direnggut, menghancurkan siapa pun yang bisa dihancurkan. Perang tidak pernah pedulu dari negeri mana kau berasal. - h. 172


K a r a k t e r :

Rata-rata tokoh dalam buku ini memiliki karakter yang setipe: keras, kejam, cerdik, dan tidak pandang bulu. Sejauh ini menurutku wajar karena mereka tengah dalam situasi perang. Hanya Vigo yang karakternya kelihatan kontras, yang tetap tenang, punya pikiran panjang, bahkan sedikit jenaka.

"Apa pun yang terjadi di masa depan, ingatlah hari-harimu di sini tanpa penyesalan." - h. 227

P e n u l i s a n :

Baru kali ini aku baca karya Kak Francisca Todi dan langsung cocok. Dalam buku ini author menggunakan POV 1, yaitu Alyssa. Bisa dibilang world building-nya oke. Aku bisa dengan gampang bayangin setting tempat dan suasanya. Bahasa yang digunakan bahasa baku, tapi nggak kaku. Untuk typo, masih ada beberapa, tapi okelah aku bisa memaklumi.

"Segelap apa pun malam, kunang-kunang tidak pernah berhenti bersinar. Saat memandang mereka, orang lupa akan kegelapan. Yang mereka lihat hanyalah keindahan." - h. 244




"Perang memang malapetaka, tapi siapa yang tahu apa efeknya di masa depan?" - h. 254 

Yah, meski memiliki ending yang bisa dibilang gantung, secara keseluruhan buku ini tetap seru. Sekelebat, buku ini mengingatkanku pada Divergent Series. Nggak sama, tapi entah kenapa aku ingatnya itu, hehe.... Konflik utama, fall in love with enemy yang diangkat dalam buku ini bisa dibilang sudah pasaran, tapi kisahnya tetap bisa terasa manis dan sempat bikin aku baper lho. Ingat waktu Alyssa dan Vigo harus berpisah, kan? Nah, di situ rasanya hatiku rontok 💔 Apalagi pas baca suratnya Vigo untuk Alyssa.... :(

Kau memiliki kewajiban terhadap negerimu. Aku terperangkap dalam kewajiban negeriku. - h. 285

Sepanjang aku baca, aku terus bertanya-tanya, apakah Togaro dan Valestia akan berdamai, sehingga Vigo dan Alyssa bisa bersama? Atau Togaro dan Valestia akan tetap bermusuhan sehingga Vigo dan Alyssa akan bertemu di medan perang sebagai musuh? Tapi ternyata di akhir cerita aku dibikin nyengir kuda karena perkiraanku nggak ada yang benar. Ending yang ngeselin, tapi realistis.

Akhir kata aku cukup puas dengan buku ini. Apa yang disuguhkan cukup seru, bikin penasaran, dan berhasil bikin aku nggak bisa naruh buku ini sampai selesai dibaca. Perang-perangnya seru, kisahnya Vigo dan Alyssa juga ngena.

Namun, kami tahu betapa cepatnya kehidupan berubah. Aku tak sanggup mengucapkan janji semu yang mungkin tidak bisa kutepati besok. - h. 309
"Bagaimana kalau kau berjanji tetap di sisiku hari ini? Besok, aku akan mengulangi permintaanku dan kau akan berjanji tetap di sisiku hari itu. Begitu seterusnya..." - h. 310