March 21, 2019

[Book Review] Dirt on My Boots - Titi Sanaria

Judul: Dirt on My Boots
Penulis: Titi Sanaria
Genre: Novel Dewasa (18+)
Halaman: 300 halaman
Tahun: September, 2017
Penerbit: Elex Media Komputido
ISBN: 9786020447230
Harga: -
Rate: ★★★☆☆


B l u r b :

Entah ini kutukan atau anugerah, tapi ada banyak laki-laki tampan di kantorku.

Bos besarku masih menawan di usianya yang sudah enam puluhan, namun tentu saja dia bukan pilihan potensial. Aku mencari kekasih, bukan ayah angkat. Lalu Pak Freddy, laki-laki paling tampan di kantor. Dia punya senyum maut yang sayangnya hanya diperuntukkan istrinya. Masih ada pria yang tidak kalah tampan di divisiku lho, dan mereka lajang!

Hore...? Tidak juga.

Putra lebih muda dariku, tapi menjalin cinta dengan berondong tidak ada di daftarku. Sandro lebih tua, tapi aku tak menemukan ada aliran listrik yang tiba-tiba menyambar saat kami berdekatan. Tidak ada ribuan kupu-kupu yang tiba-tiba membentuk koloni, bersarang, dan mendadak mengepak bersamaan di perutku.

Lalu Pak Andra, bos baru di kantorku dengan bokong terindah di dunia. Ya, dia potensial. Tampan dan pintar, dua keunggulan yang hanya dimiliki satu dari seribu laki-laki di dunia. Barangkali masalahnya ada pada diriku. Aku jelas bukan calon potensial baginya. Aku tidak memiliki apa yang diharapkan olehnya, atau lelaki lainnya di dunia ini. You know what I mean—sesuatu yang besar di bagian tubuhmu. Tapi yang jadi masalah, seharusnya sejak awal aku tahu kalau dia tidak memercayai komitmen.

Kebingunganku semakin berlimpah-ruah, ketika aku suatu hari terbangun di sebuah ranjang dan mendapati sosoknya di sampingku. Semenjak itu pikiranku kian terusik. Apa yang sudah kulakukan dengan bosku? Atau, tepatnya apa yang telah bosku lakukan kepadaku?

K a r a k t e r :

Sita → Perempuan lajang a.k.a belum menikah, berusia 27 tahun dengan status jomblo. Mulutnya kayak talang bocor, terutama kalau ngomongin soal ML.

Pak Andra a.k.a Fendy → Bos baru yang menjadi atasan langsung Sita. Orangnya punya stok pede segudang dan bisa dikatakan diktator. Nggak mau mengikat diri dengan lawan jenis, alias sex just for have fun.

Putra & Sandro → Teman sekantor Sita yang kalau ngomong juga nggak pakai saringan. Blak-blakan sekali soal seks dan tetek bengeknya.

Raisa → Teman sekantor Sita yang bisa dikatakan paling junior. Mesum juga meski belum se-expert Sita. Kalau diajak ngomong suka lola alias loading lama.... *krikkk krikkk*

Sofi → Sohib Sita.

Kak Gian → Mantan kecengan Sita zaman cinta monyet.

💑

Tbh, aku baca buku ini karena racun dari salah seorang teman. Dia bisa dibilang penggemar setia karya-karya Titi Sanaria. DoMB ini adalah buku ketiga dari Titi Sanaria yang aku baca. Kalau dua buku sebelumnya aku nggak ngerasain apa-apa waktu baca alias anyep, buku ini berbeda.

DoMB ini bercerita mengenai Sita, cewek yang punya mulut kayak talang bocor mengenai hal-hal vulgar padahal dia sendiri masih segelan. Bisa dikata Sita ini jago ngomong doang, pengalaman nol. Tapi seringnya sih Sita ngomongin soal bokong para cowok, menurutnya bokong laki-laki adalah bagian terseksi. Lalu ada bos baru datang untuk menggantikan bos lamanya. Nama bos barunya itu Pak Andra. Selain memiliki bokong seksi, rupanya Pak Andra juga nggak segan-segan meladeni mulut talang bocor Sita, yang terkadang membuat Sita malu sendiri.

Oke, mari kita bahas lebih lanjut. . . .
Buku ini kocak. Lucu. Aku sempat ngakak beberapa kali ngelihat kegajean geng mesum yang membahas soal seks dan tetek bengeknya. Aku cukup suka dengan para karakternya yang nggak muna dan lebih apa adanya. Mungkin bahasan atau obrolan mengenai seks di sini terkesan blak-blakan, bahkan berlebihan. So? Bagiku wajar, toh mereka udah pada dewasa. Lagi pula kalau lawan bicara kita merasa fine-fine aja dengan topik obrolan semacam itu, kenapa tidak? Ya, kan? Kalau toh ada beberapa pembaca yang nggak nyaman dengan ini, ya nggak usah dibaca. Hehe....

Dari segi kocaknya, dapet banget. Aku suka.
Tapi dari segi ceritanya sendiri, aku sempat tersesat. Arah ceritanya ke mana, itu udah ketebak banget di awal. Hanya saja menurutku terlalu 'nyaman' di kocaknya, ceritanya jadi stuck. Aku sempat bertanya-tanya lho, ini hubungan Sita-Pak Andra kapan ada kemajuan sih? Setelah separuh lebih baru ada tanda-tanda 'maju'.

Feel antar tokohnya juga nggak berasa di aku. Entah karena aku yang udah mati rasa atau gimana, yang pasti bagiku chemistry antara Sita dan Pak Andra itu nggak ada. Kaku banget.

Terus soal endingnya. Fix, aku muterin mata di bagian ini.
Jadi—menurutku—karena terlalu banyak lucu-lucuan di depan, fase seriusnya jadi nggak kegarap. Kisah Sita-Pak Andra berasa cuma numpang lewat doang. Apalagi di akhir mereka dibuat bertengkar lagi, terus cara baikannya gitu amat.

Banyak yang bilang DoMB terbitan mayor ini beda banget dengan yang di Wattpad. Sayang sekali aku nggak sempat baca yang di Wattpad, huhu.....

Dari segi penulisan nggak overdosis kata 'aku' seperti yang di MP. Tapi sempat terganggu dengan bahasan Big-O yang entah berapa kali disebut di awal. Dikit-dikit nyebut Big-O.

Bagiku buku ini menghibur dan enak dibaca. Secara keseluruhan aku cukup suka, tapi rasa sukaku cuma sekadar suka, nggak sampai suka banget. Mungkin aja kalau kisah antara Sita dan Pak Andra nggak hanya numpang lewat, aku bisa bakal lebih menikmati. So far aku cuma menikmati dirty talk-nya aja, selebihnya nggak.

💑

Q u o t e s :

Sejatinya, cinta pada pandangan pertama itu hanya tipuan. Terlihat sangat indah karena itu tidak akan terjadi di dunia nyata. [Sita] - h. 35
"Masalahnya, hati lo nggak pernah minta persetujuan untuk cinta sama seseorang, Sit. Cinta seringnya datang karena kebersamaan. [Sofi] - h. 45
Terkadang sesuatu yang pernah terlintas di benak kita bisa menjelma nyata, dan saat itu terjadi kita malah tidak tahu bagaimana harus meresponsnya. [Sita] - h. 53
Hanya perlu satu kebohongan untuk jatuh dalam rentetan kebohongan lain yang lebih panjang. [Sita] - h. 87
Kata-kata buruk dari seseorang yang berarti bagi kita selalu menyakitkan. Karena kita memaknainya dengan hati. [Sita] - h. 206
"Orang nggak bisa putus setiap kali berbeda pandangan, Sita. Mereka mencari jalan tengah untuk menjembatinya." [Fendy] - h. 239 

March 20, 2019

[Book Review] Five Feet Apart - Rachael Lippincott

Judul: Five Feet Apart
Penulis: Rachael Lippincott
Genre: Teen, Young Adult
Halaman: 288 halaman
Penerbit: Simon and Schuster Books for Young Readers
Tahun: November, 2018
ISBN: -
Harga: -
Rate: ★★★★☆


B l u r b :

Can you love someone you can never touch?

Stella Grant likes to be in control—even though her totally out of control lungs have sent her in and out of the hospital most of her life. At this point, what Stella needs to control most is keeping herself away from anyone or anything that might pass along an infection and jeopardize the possibility of a lung transplant. Six feet apart. No exceptions.

The only thing Will Newman wants to be in control of is getting out of this hospital. He couldn’t care less about his treatments, or a fancy new clinical drug trial. Soon, he’ll turn eighteen and then he’ll be able to unplug all these machines and actually go see the world, not just its hospitals.

Will’s exactly what Stella needs to stay away from. If he so much as breathes on Stella she could lose her spot on the transplant list. Either one of them could die. The only way to stay alive is to stay apart. But suddenly six feet doesn’t feel like safety. It feels like punishment.

What if they could steal back just a little bit of the space their broken lungs have stolen from them? Would five feet apart really be so dangerous if it stops their hearts from breaking too?

P. S. Maap blurb-nya copas dari GR dan nggak aku terjemahin.

K a r a k t e r :

Stella → Penderita CF yang dirawat di rumah sakit sejak usia enam tahun. Nggak sepenuhnya dirawat sih, dia masih sekolah juga kok. Selama di rawat dia nggak cuma diem aja, tapi bikin channel YouTube tentang CF. Terus dia juga bikin aplikasi hp untuk mempermudah penderita CF minum obat dan treatment tepat waktu.

Will → Cowok penderita CF juga. Bedanya, Will juga terinfeksi oleh B. cepacia yang membuatnya tereliminasi dari daftar penerima donor paru-paru. Berbeda dengan Stella yang optimis, Will ini malah nggak pengin dirawat di rumah sakit. Baginya, waktu yang tersisa itu harusnya dinikmati dengan hidup sesuai keinginannya, bukannya malah terkurung di rumah sakit. Cowok ini hobinya menggambar, terutama kartun.

Poe → Teman baik Stella, sesama penderita CF. Mereka ini temenan sejak mereka masih kecil, tepatnya waktu pertama kali Stella dirawat di rumah sakit. Meski cowok Poe ini pinter masak lho!

Mya & Camilla → Stella's BFF.

Hope & Jason → Will's BFF.

💔💔💔💔💔

Another story like A Fault in Our Stars, Before I Die or A Walk to Remember?
Hm, at the start I guess this book will be same with the previous. Tapi setelah di baca, aku ngerasa enjoy dan begitu menikmatinya.

Buku ini menceritakan tentang penderita CF (Cystic Fibrosis) atau disebut juga kista fibrosis. Yaitu sebuah penyakit genetik yang menyebabkan lendir di dalam tubuh menjadi kental dan lengket. Karena kental dan lengket, lendir-lendir ini kemudian menyumbat berbagai saluran yang ada di dalam tubuh, terutama saluran pernapasan dan pencernaan. Nah, para penderita CF ini dilarang untuk berdekatan, karena dapat menularkan bakteri atau virus satu sama lain. Hal itulah yang membuat Stella dan Will tetap menjaga jarak. Will sendiri selain menderita CF, juga menderita B, cepacia. B. cepacia ini adalah bakteri yang menginfeksi tubuh seseorang yang sedang rentan.

Meski udah berusaha, tapi yang namanya hati memang susah dinasihati. Stella dan Will harusnya cukup berteman aja, eh malah saling jatuh cinta. Stella itu sebel lihat Will yang males minum obat dan skip skip treatment. Sementara Will yang dasarnya emang nggak suka diatur-atur akhirnya milih nurut aja daripada dicerewetin, hehe....

Mereka dekat. Mereka pacaran. Tapi tetap nggak boleh bersentuhan. Jarak aman mereka six feet alias enam langkah. Lah, kok bisa jadi five feet? Yes, they broke the rule.

Dari kacamata young adult, buku ini bikin aku ngerasain senang dan sedih dalam waktu bersamaan. Senang karena jatuh cinta, tapi sedih karena nggak bisa bersentuhan. Hiks, pengangan tangan pun nggak boleh. Bener-bener harus ada jarak.

Lalu dari kacamata lainnya, banyak pelajaran yang bisa diambil. Jadi memahami apa yang orang sakit inginkan itu nggak gampang. Mereka punya ketakutan besar yang mengalahkan harapan mereka untuk hidup. Contohnya Will, mamanya ingin Will sembuh gimanapun caranya. Tapi yang Will pikirkan nggak gitu. Cepat atau lambat dia pasti bakalan mati, so daripada buang-buang waktu buat treatment, dll yang nggak penting, dia milih buat hidup sesuai keinginannya, pergi ke tempat-tempat yang dia ingin kunjungi selagi bisa. Sementara Stella yang dari awal optimis dan semangat, drop di akhir karena merasa orang-orang yang harusnya pergi setelah dia, malah pergi terlebih dulu.

Ada sisi mengharukan ketika mereka harus merelakan sebuah kehilangan. Teman yang beru saja tertawa dan bersenang-senang bersama, tiba-tiba paru-parunya nggak berfungsi dan.... yah, u know lah.

People come and go. Itu nggak bisa ditolak.
CF merenggut apa yang seharusnya dimiliki Stella dan Will. Di saat teman-temannya bisa pergi ke mana-mana dan leluasa jatuh cinta, mereka nggak bisa. Bayangin juga mereka yang harus hidup dengan alat-alat di badan mereka, G-tube dan portabel oksigen misalnya, terus badan penuh dengan luka bekas operasi. It's hard to carry. And, pretty much CFer are infertile.

Gaya bahasa yang dipakai ringan dan simpel meski buku ini tentang penyakit, nggak njlimet lah pokoknya. Sekali baca bisa langsung habis.

Endingnya?
Tenang, nggak sad ending kok meski 'ewh'. Wkwk....
Hoping someday this book will be translated into Bahasa.

Btw jangan lupa nonton movie-nya juga ya.... Cole Sprouse as Will Newman loh!❤❤



Q u o t e s :

"My lungs are toast. So I'm going to enjoy the view while I can." [Will]
"Everyone in this world is breathing borrowed air." [Will]
"Wanting someone to live isn't same thing as wanting them." [Stella]
"I've been dying my whole life. Evehry birthday, we celebrated like it wa my last one." [Stella] 
"This disease is a fucking prison! I want to hug you." [Will]
Time. All this waiting is agony. [Will]
For me, it was easy to give up. It was easy to fight my treatments and focus on the time I do have. Stop working so damn hard for just a few seconds more. But Stella and Poe are making me want every second more than I get. [Will]
The distance between us will never go away or change. Six feet forever. [Will]
I know in that moment, even though it could not be more ridiculous, that if I die in there, I won't die without falling ini love. [Stella]
The only thing worse than not being able to be with her or be around her would be living in a world that she didn't exist in at all. Especially if it's my fault. [Will]
When you have CF, you don't know how much time you have left. But, honestly, you don't know much time the ones you love have left either. [Stella]
Every minute of my life is what-if, and it would be no different with Will. But I can already tell one thing. It'll be different without him. [Stella]
"You know what someone gets for loving me? They get to help me pay of all my care, and then they watch me die. How is that fair to anyone?" [Poe]
"Cystic fibrosis will steal no more from me. From now on, I am the thief." [Stella]
“When I was really little, I used to just stare at these fish, wondering what it would feel like to be able to hold my breath long enough to swim like they do.” [Stella]
“There’s one theory I like that says in order to understand death, we have to look at birth.” [Stella]
“But we all die alone, don’t we? The people we love can’t go with us.” [Will]
“God, you’re beautiful. And brave. It’s a crime I can’t touch you.” [Will]
It hurts, but the pain isn’t as sharp. [Stella]
I’ll die or they will, and this cycle of people dying and people grieving will just continue. [Stella]
If this year has taught me anything, it’s that grief can destroy a person. [Stella]
“It’s just life, Will. It’ll be over before we know it.” [Stella]
“You know I want to. But I can’t.” [Will]
“You make me want a life I can’t have.” [Will]
“Don’t think about what you’ve lost. Think of how much you have to gain. Live, Stella.” [Will]
“I guess it’s true what that book of yours says—the soul knows no time. These past few weeks will last forever for me. My only regret is that you never got to see your lights.” [Will]
“The only thing I want is to be with you. But I need for you to be safe. Safe from me.” [Will]
“I don’t want to leave you, but I love you too much to stay.” [Will]
“We need that touch from the one we love, almost as much as we need air to breathe. I never understood the importance of touch, his touch . . . until I couldn’t have it.” [Stella] 
The pain reminds me that they were here, that I’m alive. [Stella]

March 12, 2019

[Book Review] Nagra & Aru - Inggrid Sonya & Jenny Thalia

Judul: Nagra & Aru
Penulis: Inggrid Sonya & Jenny Thalia
Genre: Novel Remaja (15+)
Halaman: 360 halaman
Tahun: 2019
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020620961, 9786020620978 (Digital)
Harga: IDR. 92.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½


B l u r b :

"Gue jadi saksi pertama Aru nembak Nagra. Temen gue itu emang cewek nggak tahu malu. Udah ditolak Nagra, masih maju terus."
Fera, teman pertama Aru di SMA Grafika.

"Ngeliat Nagra kayak lagi alergi tiap ada Aru tuh hal biasa. Sampai Nagra akhirnya kebal tiap kali Aru ngegombalin dia!"
Leon, salah satu Gerombolan Boros yang suka kongkow bareng Nagra.

Aru seneng banget bisa sekelas dengan Nagra, cowok jangkung yang mencuri hatinya sejak MOS. Serangan gencar Aru ke Nagra sudah dengan berbagai cara: drama Korea, Webtoon, dan rayuan alay. Sayangnya, Nagra tetap cuek. Cowok itu hanya menganggap Aru teman sekelas, bahkan kadang merasa terganggu dengan kehadiran cewek boncel itu.

Tapi, biasanya kan dua kutub yang bertolak belakang bakal tarik-menarik. Nagra dan Aru mungkin nggak ya kayak begitu?

K a r a k t e r :

Aru → Cewek selebor yang naksir berat sama Nagra. Demen banget baca Webtoon dan nonton drakor. Kerjaannya ngecengin Nagra di mana pun, entah di kelas, di lapangan futsal, pokoknya di mana aja deh.

Nagra → Cowok yang kata Aru kenakalannya masih dalam batas wajar ini udah kebal sama sikap Aru yang selalu ngecengin dia. Ada alasan kenapa dia sama sekali nggak pacaran juga, padahal cewek yang dimodusin banyak.

Igo → Pentolan SMA Grafika. Berandal yang sebenarnya cuma terjebak dalam dunia hitam karena frustrasi—keluarganya nggak pernah peduli. Bersahabat baik dengan Nagra meski sempat musuhan.

Wulan → Cinta pertama Nagra yang ngilang selama dua tahun sebelum akhirnya muncul kembali di SMA Grafika.


♥♥♥

Yah, seperti gelarnya, buku ini memang bener-bener receh. Dari segi cerita sebetulnya juga simpel. Dimulai dari Aru yang nguber-nguber Nagra, terus Nagra yang ngerasa udah memiliki Wulan menyuruhnya untuk berhenti. Di saat Aru patah hati, muncul Igo, cowok berandal yang rupanya memiliki luka tersendiri. Aru dan Igo awalnya cuma dekat buat simulasi Aru dalam mendekati Nagra, tapi setelah ditolak, mereka malah saling bersandar. Nagra yang melihat itu cuek-cuek aja, dia udah punya Wulan, kan? Tapi perasannya nggak bisa bohong, bahkan Wulan pun tahu kalau setiap kali Nagra ngomongin Aru, Nagra kelihatan seneng banget.

Plot semacam ini udah biasa ditemui di novel-novel teenlit, tapi yang buat novel ini berbeda adalah recehnya itu lho! Sumpah receh banget, dari obrolan sampai guyonannya super receh. Jadi memang kelebihan buku ini terletak di recehnya, bikin yang baca nggak ngantuk.

Gaya bahasa yang dipakai, sekali lagi, receh banget. Kalimat-kalimatnnya nggak puitis-puitis gitu, tapi ngena. Nggak perlu puitis kan, buat bikin baper?

Masa-masa SMA mereka dikemas dengan receh dan seru sih, unsur-unsurnya pas. Ada manisnya, asemnya, pedihnya.... Bagiku semua itu pas di buku ini. Tapi sayangnya waktu mereka udah lulus, kuliah, kemudian kerja, aku kurang menikmati part itu. Padahal masih receh juga. Entahlah, aku ngerasa ada sesuatu yang nggak pas gitu aja sih. Untungnya ada sisi menyenangkannya, yaitu ketika mereka behasil meraih impian masing-masing. Siapa yang nyangka sih waktu SMA-nya mereka gitu, tapi bener-bener gigih sama impiannya. Salut gue.

Overall buku ini nyenengin untuk dibaca, bisa ngakak, nyengir, dan kadang-kadang baper.

Lalu, ngomong-ngomong soal karakter favorit, aku kepelet sama Igo. Hm, bukan hal baru lagi buat aku kepincut sama second lead male, haha.... Bukannya aku nggak suka Nagra sih, tapi bagiku Igo lebih memberikan kesan aja di aku.

Am I recomending this book?
Hell, YES! Kali aja ada yang mau mengenang masa putih abu-abu, ciye....



Q u o t e s :

"Dia berhak melihat dunia sebelum berlabuh ke dunia dia sebenarnya." [Aru] - h. 27
Gue bisa bercanda soal apa pun, kecuali agama. Gue udah kebanyakan dosa. Masa iya gue mau nambah dosa-dosa nggak penting dengan mengentengkan Tuhan gue sendiri? [Nagra] - h. 46
"Gue emang nakal, Neng. Tapi gue nggak pernah nakalin cewek. Jangan kayak kebanyakan, Ra, terlalu sering berprasangka sampai hidup dengan prasangka itu sendiri." [Igo] - h. 70
"Tiap orang emang punya pilihan. Lo mungkin milih mau hidup lebih lama, tapi orang lain mau mati lebih cepet." [Igo] - h. 88
Selama ini aku berpikir aku menyukai Nagra bagaimanapun kondisinya. Aku selalu melarang diriku sendiri untuk galau dan baper berkepanjangan. Tapi kadang-kadang... aku merasa kalau semua ini melelahkan. [Aru] - h. 89-90
"Berhenti, Ru. Nggak ada rasa suka yang cuma nyiksa diri sendiri." [Nagra] - h. 106
"Kalo mau ngadepin psikopat, ya harus jadi psikopat jugalah." [Nagra] - h. 111
"Disakitin kok terbiasa sih, Go? Gimana caranya biar kita terbiasa?" [Aru] - h. 124
"Ya, jangan cari cara supaya terbiasa disakiti, Ra. Kita cuma perlu cari cara buat tetap bertahan sesering apa pun kita disakitin. Manusia sering kali cari hal-hal besar buat mengubah dunia, buat mengubah diri sendiri. Tapi sebenernya kita cuma butuh hal-hal kecil buat bertahan di dunia ini." [Igo] - h. 124
"Gue lebih milih denger pemikiran absurd lo dibanding denger ketawa lo yang terpaksa." [Igo} - h. 125
"Bersandar aja, Ra. Bersandar itu nggak harus nunggu lo lemah dan nggak harus nunggu gue kuat. Siapa tahu dengan bersandar kita jadi sama-sama kuat." [Igo] - h. 125
Gue diem. Bukan karena nggak ada kata yang harus disampaikan lagi, tapi lebih karena kecewa dengan apa yang baru aja gue dengar. [Nagra] - h. 150
Buat apa aku menyukai seseorang yang dengan tegas menyuruhku berhenti menyukainya? [Aru] - h. 158
"Rasa kasihan itu termasuk emosi, Go!. Emang kenapa kalau gue kasihan sama lo? Kasihan itu bukan berarti meremehkan, tapi peduli! Emang dosa dikasihani orang?" [Aru] - h. 205
Ngeliat Aru yang udah sesantai ini waktu ngomong sama gue, membuat gue yakin kalo udah nggak ada lagi gue di hidupnya. [Nagra] - h. 234
"Gue seneng kerja jantung lo udah seirama dengan jantung gue." [Igo} - h. 253
"Kenapa kita nggak pernah ketemu di satu jalan yang sama ya, Ru?" [Nagra] - h. 298
Kata orang, kalau ada mantan yang masih bisa berteman, hanya ada dua kemungkinan; mereka masih saling mencintai atau mereka selama ini tidak pernah benar-benar saling mencintai. [Aru] - h. 310
Yah, ketika seseorang pergi, hal-hal kecil pun selalu berhasil mengingatkan kita pada orang tersebut. [Nagra] - h. 314
Mungkin benar, aku suka dia habis-habisan sampai babak belur, kemudian berusaha sembuh, tapi lebam itu masih ada. Dan tidak akan bisa sembuh karena perasaan itu bahkan setelah dihancurkan berkai-kali—masih tetap ada. [Aru] - h. 320