December 25, 2018

[Book Review] Purple Prose - Suarcani

Judul: Purple Prose
Penulis: Suarcani
Genre: Metropop (17+)
Halaman: 304 halaman
Penerbit: GPU
Tahun: Oktober, 2018
ISBN: 9786020614137, 9786020614144 (Digital)
Rate: ★★★★☆
Harga: IDR 79.000



Jakarta memang menyelamatkan masa depannya, tapi tidak bisa melindunginya dari masa lalu. Dan, masa depan yang damai tidak akan tercipta jika kita masih takut pada masa lalu. - h. 15 

B l u r b :

Tujuh tahun lalu, kematian Reza membuat Galih lari ke Jakarta. Namun, penyesalan tidak mudah dienyahkan begitu saja. Ketika kesempatan untuk kembali ke Bali datang lewat promosi karier, Galih mantap untuk pindah. Ia harus mencari Roy dan menyelesaikan segala hal yang tersisa di antara mereka.

Roya begitu terkurung dalam perasaan bersalah. Kanaya, adiknya, menderita seumur hidup karena kekonylannya tujuh tahun lalu. Roya merasa tidak memiliki hak untuk berbahagia dan menghukum dirinya secara berlebihan. Kehadiran Galih mengajarkan Roya cara memaafkan diri sendiri.

Saat karier Galih makin mantap dan Roya mulai mengendalikan haknya untuk berbahagia, karma ternyata masih menunggu mereka di ujung jalan.


Karena takdir bukan sesuatu yang bisa dijelaskan hanya dalam satu perdebatan. Sama halnya dengan kebenaran. Sejauh mana pun mereka membicarakannya, tidak akan jelas siapa yang benar maupun siapa yang salah. Semua tergantung pada sudut pandang. - h. 31
Kadang mereka yang terjerumus ke dalam dunia itu memang hanya berlari di lingkaran. Perlu tekad yang benar-benar kuat, tenaga besar untuk bisa menyerong keluar. - h. 68 

S t o r y l i n e :

Ketika Galih dimutasi dari Jakarta ke Bali, mamanya begitu menentang. Sang mama tidak mau Galih kembali bertemu dengan teman-teman semasa kuliahnya, yang membuat Galih terbelenggu dalam lingkaran setan. Namun Galih menganggap jika ini adalah sebuah kesempatan yang bagus karena dia dipromosikan sebagai Area Sales Manager menggantikan Pak Suryawan. Akhirnya, dengan berat hati mamanya melepas Galih dengan janji Galih tidak akan lagi bertemu dengan teman-temannya terdahulu. Padahal tanpa sepengetahuan sang mama, di Bali Galih berniat mencari Roy, temannya yang membuat Reza meninggal.

Kepindahan Galih ke Bali berjalan lancar. Semua staf menyambutnya dengan antusias dan ramah, kecuali Roya yang sama sekali tidak menaruh perhatian khusus seperti yang launnya. Perempuan itu terkesan cuek.

Galih merasa jika semua ini tidak seburuk yang dibayangkan, dia merasa baik-baik saja. Hingga suatu hari seseorang yang dulunya adalah teman kuliahnya lewat di depan kontrakannya dan mengenalinya. Galih hendak mangkir dengan berpura-pura tidak kenal, akan tetapi itu tidak mungkin. Jadilah kedua teman lama itu mengobrol, bahkan teman-teman lamanya yang lain juga ikut berkunjung. Nama Roy tanpa sengaja terlontar oleh salah satu temannya, yang seketika membuat Galih meradang dan menanyakan alamat baru Roy. Setelah mendapatkannya, tanpa pikir panjang Galih mendatangi Roy yang ternyata kehidupannya sudah berbalik seratus delapan puluh derajat.

Di sisi lain Roya mengenali Galih, dia yakin Galih adalah pemuda babak belur yang pernah ditolongnya dulu. Walau begitu Roya berusaha mengabaikan dan hanya fokus pada pekerjaannya. Sikap Roya ini menarik perhatian Galih, lelaki itu merasa heran karena Roya tidak seperti teman-temannya yang lain. Terlebih Roya ini hanya bisa meminta maaf jika dibentak atau disalahkan oleh teman-temannya.

Galih sering kali menggoda Roya, mencandainya hingga perempuan itu salah tingkah. Sampai akhirnya Galih mengutarakan perasaannya pada Roya. Sempat menganggap ungkapan perasaan Galih itu hanyalah candaan, Roya akhirnya bisa merasakan bila lelaki itu benar-benar menyukainya.

Waktu terus berjalan, hubungan Galih dan Roya masih sembunyi-sembunyi. Selain karena peraturan kantor yang melarang para karyawannya untuk menjalin hubungan, Roya juga belum siap untuk memperkenalkan Galih pada keluarganya. Dalam hati, Roya masih beranggapan kalau dia tidak layak bahagia sementara adiknya trauma seumur hidup karenanya.

Pertemuan Roy dan Roya mengubah segalanya. Roy memberitahu Galih siapa Roya sebenarnya. Hal itu membuat Galih ketakutan, dia sempat lari dan menghindari kekasihnya itu. Akhirnya karena tidak kuat menanggung dosa di masa lalu, Galih berusaha menghadapinya. Meski itu artinya dia akan kehilangan Roya.


"...aku pikir cara terbaik untuk menang atas masa lalu adalah dengan menghadapinya." - h. 106
Masa lalu ternyata tetap menjadi hantu-hantu yang mengganggu mereka dengan cara yang sama. - h. 132
...rasa bersalah itu seperti jamur di kulit. Jika tidak dicabut sampai ke akarnya, maka akan tumbuh lagi. - h. 164 

K a r a k t e r :

Galih → Laki-laki yang humoris, apa aja dijadikan candaan. Namun di balik semua itu tidak ada yang mengetahui jika dia pernah menjadi seorang pendosa di masa lalu.

Roya → Perempuan aneh yang suka membakar dupa untuk menenangkan diri. Peristiwa yang dialami adiknya tujuh tahun lalu membuatnya merasa tidak pantas untuk berbahagia dan terus-terusan menyalahkan diri sendiri.

Kanaya → Adik Roya yang memiliki trauma.

Roy → [Aku bilang sih ya, ini orang the real bajingan. Nggak peduli dia udah tobat sekalipun aku tetep nggak bisa maafin]

"Kamu boleh saja lari dari kenyataan, tetapi tidak dariku." [Galih] - h. 171
"Aku memang bodoh, tetapi bukan berarti tidak paham. Aku mengerti kapan aku diinginkan, sadar juga ketika aku tidak diharapkan." [Roya] - h. 231 

P e n u l i s a n :

Seperti salah satu buku karya Suarcani yang aku baca tahun lalu, tulisan-tulisannya masih jago banget ngaduk-ngaduk emosi. Kayaknya penulisnya ahli bikin orang nyesek tapi pengin terus baca deh. Wkwkwk....

Mulai dari penulisan sampai setting tempat, semuanya oke. Aku nggak akan komentar apa-apa karena memang nggak ada yang perlu dikomentarin. Eh, ada satu yang ganjal, di halaman 174 ada kalimat: "Yes, you can and you have done it."
Hm, kata done itu setahuku selalu diletakkan di akhir kalimat, alias nggak ada buntutnya.

"Karma itu seperti asap, Ya. Dia selalu ada di udara, walau tidak terlihat. Ketika waktunya tiba, dia akan datang untuk menagih pertanggungjawaban." [Galih] - h. 289

Wah, setelah tahun lalu hatiku diporakporandakan sama Ghi dan Kei, sekarang giliran dibikin nyesek sama Galih dan Roya. Sebetulnya di bab-bab awal aku udah bisa nebak twist-nya, tapi aku kepo sama penyelesaiannya, juga sama hubungan Galih dan Roya. Karena yah, kisah dalam buku ini tuh kayak benang ruwet, susah diurai.

Seperti Welcome Home, Rain, novel ini mengusung kisah yang kelam dan aku pikir topik yang diambil sama beraninya juga. Bedanya sih Purple Prose menunjukkan kalau penulisnya lebih matang aja, kelihatan dari tulisannya yang lebih rapi dan lebih enak dibaca.

Kalau dari segi cerita sih aku suka ini daripada Welcome Home, Rain. Tapi bagiku emosinya lebih ngena si Ghi dan Kei. Hm, mungkin ini pengaruh akunya yang lebih suka tokoh-tokoh YA ya. So, bagi yang suka cerita dengan aura kelam, buku ini rekomen banget buat kalian. Dijamin nggak bakal nyesel meski mungkin kalian bakalan sebel karena nyesek banget, hehe.

December 13, 2018

[Book Review] Star of You - Shan A. Fitriani [Platinum Edition]

Judul: Star of You
Penulis: Shan A. Fitriani
Genre: Romance
Halaman: 296 halaman
Tahun: September, 2018 (Cetakan ketiga)
Penerbit: Namina Books
ISBN: 9786025109379
Harga: IDR 79.000
Rate: ★★½




B l u r b :

Emily sangat mencintai seorang pria yang terpaut delapan tahun lebih tua darinya, sejak ia masih kecil. Rasa cintanya bermula ketika pria itu menolongnya saat ia masih berumur sembilan tahun. Walau pria itu sejak dulu sering bersikap dingin dan mengeluarkan kata-kata pedas, hal itu tidak pernah menyurutkan rasa cintanya. Baginya, Eric cinta pertama dan terakhirnya. Bagi Eric, Emily tidak lebih dari seorang pengganggu dan perusak hari-hari. Entah kenapa dia begitu benci melihat Emily. Ia selalu menyuruh gadis itu pergi, tapi gadis itu malah tersenyum dan terus kembali ke sisinya. Suatu hari ia melakukan hal yang melebihi batas sehingga Emily tak hanya pergi dari hadapannya, melainkan juga pergi dari kehidupannya.

S t o r y l i n e :

Saat berumur sembilan tahun, Emily ditolong oleh Eric dari anak laki-laki yang hendak merebut permennya. Detik itu juga Emily jatuh cinta dan suatu hari ingin menikah dengan sang penolongnya. Namun sayangnya Eric malah mati-matian membenci Emily, menganggap gadis kecil yang rupanya adalah tetangganya itu begitu mengganggu.

Emily tidak menyerah. Delapan tahun kemudian gadis kecil itu sudah menjelma menjadi gadis remaja yang cantik. Meski begitu Eric sama sekali tak meliriknya.

Setiap bentakan maupun kata-kata kasar yang keluar dari mulut Eric diabaikan begitu saja oleh Emily. Walau selalu terlihat ceria dan tak tahu malu, Emily sebenarnya selalu menangis diam-diam. Terlebih ketika Emily mengetahui jika hati Eric masih terpaku pada cinta pertamanya dulu, Liza.

Suatu hari Emily pulang dan mendengar kabar kurang menyenangkan dari kedua orangtuanya. Mereka bilang terlilit utang dengan pemilik perusahaan tempat ayah Emily bekerja, plus jumlahnya tidak sedikit. Untuk melunasi sisa utang serta bunganya, pemilik perusahaan meminta Emily untuk menikah dengannya. Emily menimbang-nimbang dan berniat menolaknya karena dia hanya ingin menikah dengan pria yang dicintainya. Namun di hadapan kedua orangtuanya Emily meminta waktu untuk memikirkannya.

Saat dimintai tolong oleh ibu Eric untuk mengantar makan siang untuk Eric di kampusnya, Emily melihat kejadian yang begitu menohok hatinya. Eric tengah berciuman dengan Liza. Emily yang terbakar cemburu sontak menjambak rambut Liza yang berujung tamparan dari Eric. Tak hanya tamparan, Eric bahkan mempermalukan serta menghina orangtua Emily.

Berangkat dari situ, Emily akhirnya tahu keputusan apa yang harus diambilnya. Dia akan menerima lamaran pemilik perusahaan tempat orangtuanya berutang. 

Di sisi lain, Eric yang mengetahui Emily akan menikah menyerobot menemui Emily yang sudah dalam balutan gaun pengantin. Tanpa alasan yang jelas Eric meminta Emily membatalkan pernikahan itu. Sayangnya Emily malah menyuruhnya pergi.

Sehari setelah pernikahan Emily, Emily pergi ke Paris dan kembali ke Indonesia empat tahun setelahnya. Kepulangan Emily itu menjadi sebuah titik terang bagi Eric. Dia sama sekali tak peduli sekalipun Emily adalah istri orang. Dia akan membuat gadis itu kembali jatuh cinta padanya.

K a r a k t e r :

Emily → Gadis yang menganggap Eric adalah cinta matinya. Pantang menyerah sekalipun Eric selalu mengusirnya.

Eric [Joey] → Cowok yang amit-amit kasarnya. Dingin kek bongkahan gunung es yang bikin Titanic tenggelam. Sumpah nggak ada bagus-bagusnya ini anak. Untung ganteng.

Khira → Sahabat Emily.

Alex [Xavier] → Cowok cupu yang merupakan sahabat Emily dan Khira, yang ternyata adalah. . . . Ehm, pokoknya ini ganteng juga.

Alicia → Adik Alex.

Liza → Mantan Eric.

Molly → Si tukang bully yang aslinya cuma kesepian.

Aslan → Sohib Eric yang playboy abis, pacarnya selalu lebih dari satu.

P e n u l i s a n :

Ampunnn!!!!!
Aku hampir angkat bendera putih di halaman pertama prolog. Amit-amit typo bertebaran kayak ketombe, penggunaan tanda bacanya juga bikin sakit mata. Masa penggunaan tanda tanya kebalik seperti ini: ¿
Ini nggak cuma di satu kalimat aja lho, tapi SEMUA!!!

Terus penggunaan awalan, kata depan, imbuhan, dll PARAH. Aku nggak tahu buku ini gimana ngeditnya, yang pasti penulisannya asal. Istilah juga beberapa ngaco, misalnya: acuh, jengah, terjungkal. Cek KBBI plis....

Penggunaan kata ganti dia/ia.
Jangan semuanya dipakai, satu saja yang penting konsisten. Dalam satu kalimat tidak langsung masak ada dia dan ia? Pertamanya aku pikir mungkin dia untuk laki-laki dan ia untuk perempuan, eh ternyata nyampur kek gado-gado.

Tanda baca penutup kalimat langsung di sini pakai koma (,) bukan titik (.)
Walah, sejak kapan ada aturan nulis kayak gini?

Pendeskripsiannya kurang luas, kadang berlebihan, dan cenderung diulang-ulang. Yang rumah mewah, dapur indah, pria tampan, wanita cantik. Kalau udah tampan ya udah, nggak perlu diulang-ulang sampai aku muter mata sambil batin: Iya, iya. Eric ganteng. IYA, DIA GANTENG.

Aku juga pernah nulis buku, pertamanya memang asal nulis tanpa peduli tanda baca atau istilah yang amburadul. Tapi setelah ikut beberapa pelatihan, aku nyadar kalau tulisanku ternyata ampas dari segi penulisan. Sampai sekarang aku berusaha memperbaiki dan terus belajar. So, jangan anggap remeh typo, dkk itu ya. Beneran mengganggu proses membaca, aku nggak bisa menikmati ceritanya dengan enak.

Hal-hal yang menurutku kurang logis [Ini berdasarkan pendapatku, nggak tahu orang lain gimana]

Emily waktu itu umur 9 tahun, dibentak-bentak sama Eric dan dikatain bodoh malah senyum manis? [- h. 9]
→ Is that realistic? Anak umur segitu yang ada mewek terus lari. Secara waktu itu Eric dan Emily masih baru pertama kali ketemu. Masak iya anak umur 9 tahun dibentak orang asing malah senyum. Jangan-jangan anaknya yang nggak normal? Mana di sini orang asingnya dideskripsikan sebagai cowok yang menakutkan pula.

Setiap kali Eric bikin Emily nangis, emaknya Eric langsung nyeret nyuruh minta maaf.
→ Okelah. Tapi emak-emak ini nggak perlu berlebihan gini deh. [Waktu scene ini mereka udah gede. Emily SMA, Eric kuliah S2]

Emily yang dikit-dikit meluk Eric.
Wajar kalau Eric-nya eneg. Orang tiap ketemu main peluk-peluk nggak jelas. Sikap Emily juga menurutku terlalu kekanak-kanakan, padahal dia udah SMA. Cara ngomongnya kayak diimut-imutin. Well, di mataku ini sih bukan manja, tapi malah bikin eneg. So wajar kalau Babang Tamvan risi banget.

Pelukan Emily bikin Babang Tamvan eh, Eric sesak napas.
Yang benar aja?! Katanya Emily mungil?

Karakter Emily pas SMA menurutku sama aja kayak waktu umur 9 tahun, nggak berkembang.
Cara dia ngomong dan bersikap benar-benar nggak sesuai usianya. Lalu menurutku Emily ini adalah karakter yang TGTBT sewaktu dia SMA. Semua memandang dia cantik, baik, dibentak cuma senyum, diusir besoknya balik lagi tanpa sakit hati, pokoknya kayak malaikat. Tapi untungnya Emily dewasa sifatnya berubah, realistis lah seenggaknya.

Eric ngasih surat izin nggak masuk sekolah Emily langsung ke kelasnya [- h. 59]
Setahuku dan pengalamanku waktu sekolah dulu surat izin biasanya disampaikan oleh pengantar ke kantor piket atau TU. Nah, dari situ nanti sama staf yang bertugas baru disampaikan ke kelas yang bersangkutan. Bener gini nggak?

Merida, ibu Eric, yang menyampaikan kalau Sara, ibu Emily kecelakaan lewat catatan yang ditinggal di dapur. [- h. 66]
Emily nggak punya HP? Dia waktu itu lulus SMP sih. Kalau kidz zaman now pastinya punya, kan?

Emily yang nggak pernah masak tiba-tiba bisa masak steak yang enak, proses masaknya mahir pula. [- h. 76]
Haduh, jangankan steak. Goreng telur aja kalau masih pertama rasanya juga pasti nggak karu-karuan. Ente kira ini dalam kartun SpongeBob? Be realistic please.

Emily yang berdecak kagum sewaktu tahu betapa tingginya gedung perusahaan milik keluarga Eric.
Ini setting-nya di Ibukota loh, masak lihat gedung tinggi aja heran? Jangan norak dong, Em.

Emily yang heran lihat banyak mobil mewah terparkir sewaktu perayaan ulang tahun perusahaan milik keluarga Eric. [- h. 172]
Yaelah, Em.... Kan ente baru pulang dari Paris? Lihat mobil mewah kenapa terkagum-kagum sampai segitunya?

Perubahan sikap Eric setelah Emily kembali ke Indonesia dan menyadari kalau dia ternyata cinta mati sama gadis yang dulu sering dibentak-bentaknya tersebut.
Memang sih kalau udah cinta orang bisa berubah dari harimau jadi kucing. Tapi tolong dikondisikan sama sifat asli Eric yang di depan-depan digambarkan sebagai orang yang dingin banget. Sampai di sini aku bilang pembangunan karakternya gagal.

Eric kecelakaan pas nolongin Emily. Di sini dikatakan sendi kakinya putus. [- h. 220]
Sendi bisa putus? Bukannya dislokasi ya? Tahu sendi, kan?

Kevin, anak Emily-Eric umur 6 bulan sudah bisa bilang Papa, Daddy, Ayah. [- h. 280]
Aku kurang tahu ini tepatnya gimana. Cuma aku googling biasanya bayi mulai aktif ngoceh usia 9-12 bulan, ngomongnya udah rada jelas.

Setting tempat.
Kalau ngelihat nama-nama tokohnya, aku pikir ini setting-nya di luar negeri loh. Hampir nggak ada yang pakai nama Indonesia. Terus percakapannya juga pakai bahasa baku. Makanya aku sempat kaget waktu tahu kalau setting-nya di Ibukota. Nggak masalah sih, cuma bagiku kurang pas karena nggak cocok dengan suasana Ibukota yang notabene pakai bahasa gaul. Mungkin ada baiknya kalau percakapan disesuaikan dengan setting tempatnya.

Roda waktu yang aneh:

Pertama ketemu....
Emily → 9 tahun
Eric → 17 tahun

Delapan tahun kemudian....
Emily → 17 tahun
Eric → 25 tahun

Empat tahun kemudian.... [Emily balik ke Indonesia setelah sekolah di Paris]
Emily → 21 tahun
Eric → 29 tahun
Di sini disebutkan mereka menikah dan dua bulan kemudian Emily udah hamil 6 minggu.

Dua tahun kemudian.... [Extra Part]
Emily → 23 tahun
Eric → 31 tahun
Di sini disebutkan anak mereka, Kevin, lahir enam bulan lalu. Lah, lama amat Emily buntingnya?

Flasback tiga tahun lalu....
Emily →  20 tahun
Eric → 28 tahun
Sedangkan Alex setahun lebih tua dari Emily, harusnya umur 21 tahun, kan? Tapi di sini ditulis 17 tahun dan masih SMA. *garuk-garuk pantat*


Huft, udah dulu deh. Aku capek ngetik. Benernya dari segi cerita lumayan loh, cukup menarik perhatianku. Sayang penulisan serta logika yang amburadul bikin nilai minusnya banyak banget. Coba kalau ditulis ulang dengan memperbaiki poin-poin minusnya, pasti mantul banget.

Oh ya, tulisannya imut-imut banget. Tapi kovernya cakep, ada gliternya. Wkwkwkw

Benernya aku mau kasih rate 2 bintang, tapi karena plotnya berhasil menarik perhatianku, aku tambahin setengah deh. Jarang-jarang aku finished buku dengan format penulisan dan logika yang kayak gini.

November 16, 2018

[Book Review] If I Were You - Nureesh Vhalega

Judul: If I Were You
Penulis: Nureesh Vhalega
Halaman: 208 halaman
Genre: Teenlit
Tahun: Oktober, 2018
Penerbit: Lumiere Publishing
ISBN: 9786025296208
Harga: IDR 59.800
Rate: ★★★★☆



Gadis itu tahu keluarganya tidak sempurna, namun dia tidak pernah berpikir bahwa ketidaksempurnaan itu akan menjelma menjadi teror. - h. 19

B l u r b :

Liv dan Langit. Dua remaja yang dipertemukan dengan luka hampir serupa.

Liv gadis ceria yang mudah bergaul, selalu menebar tawa kepada siapa pun yang ditemuinya. Orang-orang mengira itu karena hidupnya sempurna, meski kenyataannya dia menutupi luka karena keluarganya tidak bahagia.

Sementara Langit berusaha membekukan hatinya setelah kehilangan besar yang dialaminya. Tidak mau pecaya pada siapa pun, bahkan nyaris menyerah pada hidup.

Ketika takdir memutuskan untuk meletakkan mereka pada lintasan yang sama, mampukah mereka menyembuhkan hati? Atau justru mereka akan semakin jauh berlari dari realita yang menyakitkan ini?


S t o r y l i n e :

Tahun ajaran baru dimulai. Liv yang super duper ceria tentunya bersemangat menyambutnya, namun rupanya semangatnya dinodai oleh kehadiran anak baru bernama Langit yang kebetulan satu kelas dengannya. Yep, cowok bernama Langit ini bikin Liv kesal setengah mati pada pertemuan pertama mereka.

Sebuah tugas kelompok kembali menyatukan Liv dan Langit. Liv yang dasarnya memang nggak mudah menyerah terus-terusan menginvasi kehidupan Langit. Langit yang mulanya cuek bebek dan sama sekali nggak peduli akhirnya terusik juga. Terlebih ketika Langit mengetahui bila Liv juga menyimpan luka atas keluarganya.

Di sisi lain Diaz, sahabat Liv, mulai gusar melihat kedekatan Liv dengan si anak baru. Dia merasa posisinya mulai tergeser.





"Kesempurnaan itu nggak jadi jaminan mereka bisa bahagia." [Liv] - h. 64


K a r a k t e r :

Liv → Cewek ini cerianya kebangetan. Banyak omong tanpa ambil pusing yang diajak omong bakal nanggepin atau nggak. Tapi di balik keceriaannya, dia punya keluarga yang nggak bahagia.

Langit → Duh, ini anak irit omong banget. Jutek dan cuek bebek. Langit kayak gini bukan tanpa sebab, juga bukan karena dia sombong. Langit cuma kehilangan alasan dia bahagia. Hiks.

Diaz → Sahabat Liv. Blasteran bule. Tinggi. Cakep. So, auto banyak yang naksir.

Pelangi → Hm, dia ini ... seseorang yang berarti bagi Langit.

Tokoh favoritku?
Langit dong! Aku kan tim cowok yang luarnya cuek, dingin, jutek tapi dalamnya perhatian dan 'terluka'~😁


P e n u l i s a n :

Nggak bakal bicarain soal diksi, dll.... Penulisnya udah pro. Wkwk.... Cuma mau sedikit koreksi.

- h. 54
Toples → harusnya stoples.
Coba toples+s, artinya beda lagi tuh, hihii *kidding*

- h. 82
Membumbung → yang benar membubung.
Kata bumbung itu artinya bambu loh :)



"Karena sehebat apa pun kita jadi pendengar, kita tetap nggak bisa 'menyembuhkan' orang yang punya keinginan bunuh diri itu." [Langit] - h. 190

Welcome back, Nui!

Kalimat itu melintas gitu aja waktu aku selesai baca buku ini. Bukannya apa, di buku yang sebelumnya aku kayak nggak menemukan Nui di sana.

Buku ini bergenre teenlit, namun tema yang diangkat bukan cinta-cintaan ala remaja, melainkan mengenai keluarga. Yup, keluarga yang berantakan akibat keegoisan orangtua. Liv dan Langit sebagai anak malah harus menanggung akibatnya. If you have family issue, you must know very well what it's feels~apa yang Liv dan Langit rasakan.

Keegoisan orangtua + remaja labil = auto berantakan.
Itu udah rumus pakem ya!
Tapi Liv dan Langit adalah anak-anak yang kuat. Sekalipun marah, kecewa, dan sakit hati, mereka berusaha melakukan yang terbaik.

Dari buku ini kita tahu kalau sebagai orang tua kita nggak boleh egois. Dan sebagai anak yang jadi 'korban', nggak seharusnya kita melakukan hal-hal yang negatif. Banyak kok hal positif lainnya yang bisa jadi pengalih perhatian.

Meski fokusnya ke family issue, buku ini nggak meninggalkan identitas aslinya. Ciri khas novel teenlit alias kisah cinta ala remaja menjadi bumbu yang bikin aku senyum-senyum sendiri waktu baca. Wkwkwk.... That's why I love teenlit, they drag me back into my school life.

Every family have an issue. Maybe you are the one who having issue like Liv and Langit. But you must trust yourself, you are strong more than you imagine.

At last, thank you Nui for the beautiful story 💓💕

November 10, 2018

[Book Review] Thousand Dreams - Dian Mariani

Judul: Thousand Dreams
Penulis: Dian Mariani
Halaman: 216 halaman
Genre: Teenlit, Young Adult (15+)
Tahun: Juli, 2018
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN: 9786020476759
Harga: IDR 52.800 (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆



Cita-cita terdalam mereka, kecintaan mereka terhadap dunia seni, kerelaan mereka mengorbankan banyak hal demi mewujudkan mimpi mereka. Tidak semua orang bisa mengerti. Hanya orang yang punya kecintaan sebesar itu yang bisa memahami. [Jo] - h. 80


B l u r b :

Jo dan Callista bersahabat sejak SMA. Sama-sama menyukai seni, tetapi terpaksa menempuh pendidikan di jurusan yang tidak mereka sukai. Callista yang suka menulis, terpaksa memilih jurusan yang dibencinya, demi karier yang menurut ibunya jauh lebih cemerlang. Sedangkan Jo, yang tergila-gila dengan fotografi, terpaksa mengambil jurusan Bisnis sesuai dengan keinginan orangtuanya.

Segalanya memang akan terasa lebih berat kalau kita tidak suka dengan apa yang kita lakukan. Tapi, hobi yang dijalankan sepenuh hati, juga punya tuntutan sendiri. Dunia seni profesional mulai menunjukkan taringnya. Menjadi seniman ternyata tak semudah yang dibayangkan. Target, deadline, dan profesionalisme adalah wajib hukumnya demi unjuk gigi di dunia yang mereka idamkan ini.

Sibuk dengan mimpi dan cita-cita masing-masing, kedua sahabat ini perlahan saling menjauh. Memang harus ada yang dikorbankan, demi mencapai sesuatu yang sangat kita inginkan. Dan ketika percik hati mulai berbunyi, siapakah yang mereka pilih? Jemari lain yang menggandeng mereka meraih mimpi atau seseorang yang pernah punya arti?


S t o r y l i n e :

Jo menyukai fotografi, sementara Callista suka menulis. Namun semua itu tidak mendapatkan restu dari orangtua mereka, terutama sang ayah. Merasa memiliki 'nasib' yang sama, mereka berdua saling menyemangati. Sering kali berbicara mengenai mimpi-mimpi mereka.

Suatu hari Callista dinyatakan sebagai salah satu pemenang dalam lomba menulis yang diadakan oleh penerbit Garuda, dan karyanya akan diterbitkan. Namun sebelumnya Callista harus menjalani beberapa perosedur penerbitan, salah satunya adalah merevisi naskah yang ditangani oleh Nando, editor Garuda sekaligus penulis favorit Callista. Well, tentu saja Callista happy nggak ketulungan, siapa sih yang nggak happy kalau berada di posisinya Callista?

Sementara itu di sisi lain, Jo juga memenangkan sebuah lomba fotografi yang berhadiah kursus langsung oleh seorang fotografer terkenal, Darius Bono, selama dua bulan. Berangkat dari sini Jo akhirnya semakin mahir memotret. Bang Patar yang juga sering mengajak Jo memotret mengajak Jo untuk memotret sebuah event fashion. Nah, di sinilah Jo mengenal Elisa, sosok yang sangat gigih dalam meraih mimpi-mimpinya, sosok yang sama sekali tidak membuang kesempatan sekecil apa pun. Elisa berperan besar dalam karir memotret Jo yang masih pemula ini. Mulai bertukar pikiran, memberi motivasi, hingga mengenalkan/merekomendasikan Jo pada networking-nya.

Callista dan Nando sibuk dengan dunia kepenulisan mereka.
Jo dan Elisa sibuk dengan even-even fotografi mereka.

Kesibukan itu menjauhkan mereka. Jo dan Callista hampir tidak pernah bersama, bahkan untuk sekadar bertukar kabar melalui telepon/pesan singkat. Ujung-ujungnya kesalahpahaman pun tidak dapat dihindari. Pun dengan rasa cemburu.

Belakangan mereka menyadari, banyak yang harus dikorbankan demi meraih mimpi. Namun tidak berarti mereka juga harus mengorbankan apa yang sudah mereka dapatkan.



"Menurut gue ... berlari terlalu cepat bisa bikin kaki kita luka. Berjalan pelan, bukan berarti kita nggak bisa sampai di tujuan. Saat ini, gue memilih untuk berjalan pelan dan menikmati setiap prosesnya." [Callista] - h. 136 


K a r a k t e r :

Jo → Tergila-gila dengan fotografi, namun restu orangtua (terutama sang ayah) membuat cita-citanya terhambat. Meski begitu dia masih mau menuruti keinginan ayahnya untuk masuk jurusan Bisnis. Dia berani mengambil risiko apa pun demi mengejar mimpinya, termasuk kuliahnya yang menjadi berantakan.

Callista → Terpaksa masuk jurusan Akuntansi meski sangat suka menulis, padahal dia sangat membenci jurusan itu. Namun ketika tulisannya berhasil diterbitkan, Callista menyadari satu hal, bila ternyata semua ini tak semudah yang dia bayangkan.

Nando → Editor sekaligus penulis favorit Callista. Memiliki hobi serta pemikiran yang sama membuat Nando menaruh rasa lebih pada Callista.

Elisa → Cewek yang terbang bebas, tidak peduli apa pun dalam berjuang meraih mimpinya. Semua kesempatan yang ada tidak dia sia-siakan. Elisa ini juga berperan penting dalam karir memotret Jo.

P e n u l i s a n :

Seperti tulisan ce Dian yang sebelumnya aku baca (Me Minus You) penulisan novel ini menggunakan POV ketiga terbatas. Bedanya semua perpindahan POV dalam novel ini rapi banget, lalu semua kalimatnya juga begitu rapi, jadi dari segi penulisan novel ini lebih nyaman untuk dibaca.

Di beberapa bagian aku masih nemu kata yang nggak konsisten, yaitu penulisan orangtua. Ada yang dipisah, ada juga yang digandeng. Sebetulnya artinya beda, walau sampai sekarang setahuku nggak ada ketentuan khusus.
Orang tua → Orang yang tua.
Orangtua → Lebih menunjuk ke Ayah-Ibu.



"Jadi gue berpikir ... hidup ini, bukan tentang memenangi seluruh pertandingan. Bukan juga tentang siapa yang paling cepat berjalan. Atau menentukan siapa juaranya. Tapi, yang menikmati waktu setiap detiknya." [Callista] - h. 190

Aku excited banget sama buku ini. First, karena aku suka baca teenlit (biar awet muda). Second, karena temanya friend zone. Jadilah dua poin unggulan itu menjadikan buku ini masuk dalam reading list-ku. Dan setelah dibaca, isinya nggak mengecewakan. Banyak pelajaran mengenai mimpi yang bisa diambil dari sini.

Novel ini memang menuliskan betapa pentingnya kita menggapai mimpi kita, semua itu butuh sebuah pengorbanan yang besar, termasuk mengorbankan apa yang sudah kita miliki. Memang mimpi terkadang bisa menjadikan kita serakah dan kurang bersyukur. Nah, Jo dan Callista juga menghadapi itu. Pertama-tama mereka harus berjuang menggapai mimpi mereka sementara orangtua mereka tidak merestui. Lalu setelah mimpi itu tercapai, mereka dihadapkan pada situasi yang menuntut mereka untuk mengorbankan hal-hal sederhana yang sudah mereka miliki, seperti orangtua dan sahabat. Susah euy menyeimbangkan semua itu. Selain itu, buku ini juga mengajarkan kalau apa pun keinginan orangtua, sekalipun bertentangan dengan keinginan kita, orangtua hanya menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Kelak, sebagai orangtua kita juga pasti akan mengerti.

Cita-cita Jo maupun Callista sangat dieksplor di sini, jelas sejelas-jelasnya. Sayangnya pergulatan batin mereka malah kurang dieksplor, alhasil kurang bikin baper. Interaksi yang menggambarkan friend zone mereka lebih ke aksi daripada perasaan. Seperti Jo yang ngelindungin Callista atau Callista yang bersedia nungguin mamanya Jo. Scene favoritku yang waktu di Bandung itu, feel cemburunya Jo dapet banget. Hehe....

Btw waktu baca ini, aku feel related banget sama Callista. I was on the same boat with her. Mau masuk jurusan Sastra tapi dipaksa masuk jurusan Akuntansi. Bisa lulus dengan IP bagus? Bisa kok. Tapi sampai sekarang aku nggak ada suka-sukanya sama Akuntansi, not even a little. Aku tetep suka baca dan nulis. Tapi bagiku nggak ada kata terlambat sih. Aku masih berjuang buat mimpiku.

"Yes, you have to dream high. Just don't forget to be safely landed." [Callista] - h. 191

November 04, 2018

[Book Review] Me Minus You - Dian Mariani

Judul: Me Minus You
Penulis: Dian Mariani
Halaman: 224 halaman
Genre: Romance (17+)
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer (BIP)
Tahun: Juni, 2018
ISBN: 9786024556259
Harga: IDR 59.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆ (Actually 3.8★)




Menyenangkan. Menenangkan. Cinta itu seharusnya seperti ini. Tidak perlu terburu-buru. Tidak selalu banyak kata-kata. Saling percaya. Saling mengerti. Tidak perlu takut, kecuali takut kehilangan. Tidak ada khawatir, kecuali cemas ditinggalkan. Tidak perlu terlalu banyak rayuan. Tidak perlu bunga, karena hatinya sendiri sudah penuh renda-renda. [Rein] - h. 40

B l u r b :

Dua sosok dewasa, dengan cinta yang dewasa juga. Tidak pernah ada aturan harus selalu bertemu atau melapor setiap hari. Semua tumbuh begitu saja, termasuk perasaan cinta. Daniel bukan pria romantis dan pandai bermain kata. Tapi dari matanya, Rein tahu ia disayangi. Diinginkan, Dicintai. Rein percaya pada Daniel sepenuh hatinya.

Hingga keraguan datang dan mengusiknya. Saat sedang bersama, Daniel beberapa kali harus meninggalkannya, setelah menerima telepon dari seseorang. Seseorang yang tak pernah sanggup diceritakannya pada Rein. Seseorang yang~mau tak mau~telah menjadi bagian penting dalam hidup Daniel.

Rahasia apa yang disembunyikan Daniel? Kalau harus memilih, siapa yang dipilih Daniel? Seseorang~yang penting untuknya sejak dulu~atau Rein~yang baru dikenalnya tapi berhasil membuatnya jatuh cinta? Atau bolehkah ia memiliki keduanya?


S t o r y l i n e :

Sebuah urusan pekerjaan mempertemukan Daniel dan Rein untuk kali pertama. Saat itu juga baik Daniel maupun Rein merasakan getaran-getaran lain di dadanya. Setelahnya Daniel bekali-kali membuat janji, namun berkali-kali juga batal. Sama-sama sibuk menjadi alasan mereka sulit bertemu satu dengan yang lain. Hubungan mereka terbilang sangat sederhana. Dan DEWASA. Tidak ada kata 'I love you' atau 'Kita pacaran' dalam hubungan mereka. Tidak ada sebuah ketegasan memang, just let it flow. Apa yang mereka obrolkan didominasi oleh topik pekerjaan dan beberapa hal kecil lainnya~seperti makanan kesukaan. Benar-benar tidak ada hal khusus. Tapi di balik kesederhanaan hubungan Daniel dan Rein berakar sebuah cinta yang kokoh.

Terkadang ketika mereka bersama, sebuah telepon masuk membuat Daniel harus pergi meninggalkan Rein. Mulanya Rein memaklumi, bukankah hubungan mereka hanya sekadar dekat? Tapi kemudian Rein mulai bertanya-tanya. Firasatnya mengatakan jika ada sesuatu yang disembunyikan Daniel darinya. Entah apa....

Rupanya memang ada sesuatu yang disembunyikan Daniel dari Rein. Daniel mengakui itu, namun dia tidak bisa menceritakannya. Tidak untuk saat ini. Sampai suatu hari Daniel sama sekali tidak ada kabar. Ketika Rein menghubungi ponsel Daniel, yang menerimanya adalah seorang perempuan, mengatakan kalau Daniel tengah sakit. Rein menjenguk Daniel dengan sebongkah rasa penasaran di dada, dia tetap berusaha berpikir positif. Walau pada akhirnya kenyataan yang ada membuat Rein harus menelan pil pahit. Perempuan yang menerima teleponnya tadi adalah Livia, kekasih Daniel.

Tidak ada keributan. Daniel dan Rein bertemu kembali dengan sikap mereka yang dewasa. Daniel berkata jika dia mencintai Rein, namun ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa meninggalkan Livia. Setelahnya mereka sama-sama menderita. Rein berusaha melupakan Daniel dan Daniel mencoba untuk mencintai Livia. Tapi sayangnya masalah hati tidak sesederhana itu.

Semua memang membutuhkan pengorbanan, termasuk untuk bahagia.



Cinta itu ternyata begitu. Semakin dipaksa, semakin tak bisa. Cinta itu ternyata keras kepala. Semakin berharap hilang, semakin dalam juga menapaknya. [Daniel] - h. 99

K a r a k t e r :

Rein → Cewek yang berprofesi sebagai konsultan. Pengalaman buruk dengan mantannya membuat Rein tidak mau terlibat hubungan baru dengan lawan jenis. Tapi dadanya kembali berdebar ketika dia bertemu Daniel. Suka banget sama croissant dan majalah donal bebek.

Daniel → Cowok dengan reputasi pekerjaan yang bagus. Ganteng pula. Sayangnya Daniel memiliki janji yang membuatnya membuang jauh-jauh keinginannya untuk bersama Rein dan terpaksa menemani orang yang tidak dia cintai.

Stevan → Cowok ini ada rasa pada Rein. Tapi saat itu Rein masih betul-betul nggak pengin dekat sama cowok. Baru saat Rein 'berpisah' dari Daniel, Stevan mendekati Rein lagi. Stevan ini adalah teman kuliah Daniel. And ... he's an asshole!

Livia → Cewek yang sangat mencintai Daniel. Livia egois karena memanfaatkan keadaannya untuk membuat Daniel berada di sisinya. Bagi Livia tak masalah Daniel tidak mencintainya, asalkan bisa terus bersama-sama.

Domi → Sahabat Rein sejak kuliah.


P e n u l i s a n :

Novel ini ditulis menggunakan sudut pandang orang ketiga terbatas. Pilihan kata maupun susunan kalimatnya cukup nyaman dibaca, meski ada beberapa yang penulisannya perlu dikoreksi. Perpindahan POV-nya memang kadang tiba-tiba, tapi okelah, aku nggak bingung kok bacanya. 

Koreksi pada - h. 156 -157 [spoiler alert]
Waktu Daniel menolong Rein di hotel, waktu menuju ke kamarnya kan naik tangga biasa karena Daniel nggak punya pass card. Nah, waktu udah selesai nolongin Rein, kenapa ada kalimat '...Daniel yang menggendong Rein menuju lift.' Nah, di sini aku nggak paham nih. Kan Daniel nggak punya pass card, Rein pastinya juga nggak punya karena yang booking kamar Stevan. Terus kenapa digendong ke lift?



"You know what, you don't have totally forget someone if you wanna be with someone else. Yet, being with someone else, will make you forget the old one. Totally." [Domi] - h. 112

Hal pertama yang bikin aku tertarik buat baca buku ini adalah kovernya. Terus sewaktu baca blurb-nya, aku malah semakin tertarik. Kisah yang disuguhkan dalam buku ini memang bukan percintaan yang banyak gombalan atau sebagainya, malahan hampir-hampir nggak ada gombalannya. Karena memang hubungan Daniel dan Rein digambarkan sebagai hubungan yang 'dewasa', yang nggak menuntut dan lebih banyak memahami.

Sebetulnya garis besar ceritanya sendiri sederhana, tapi karena masing-masing karakternya 'hidup' dan realistis, buku ini jadi nggak membosankan untuk dibaca. Yup, aku paling suka dengan cara penulis membangun karakter di sini. Pas banget. Nggak berlebihan, juga nggak kurang. Secara keseluruhan plotnya juga oke. Cuma perlu ada yang diperbaiki di penulisannya agar lebih enak dibaca. Soalnya beberapa nggak konsisten. Misalnya kalimat yang diucapkan dalam hati ada yang menggunakan kalimat miring, ada yang menggunakan '...' ada juga yang nggak diapa-apain. 

Jadi kalau kalian tanya apa aku suka sama buku ini, aku bakal jawab ya 😍 Karena dalam buku ini mengajarkan kalau cinta itu tidak egois. Rela berkorban walau rasanya begitu berat dan sakit. Tapi jangan lupa, semua pengorbanan itu pasti bakal dapat balasan yang setimpal kok.

October 23, 2018

[Book Review] Lengking Kematian - Marlina Lin & Irna Putri Bahati

Judul: Lengking Kematian
Penulis: Marlina Lin & Irna Putri Bahati
Halaman: 274 halaman
Genre: Thriller
Tahun: September, 2018
Penerbit: Moka Media
ISBN: 9786025199318
Harga: IDR 72.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½



"Aku masih bisa bertahan kalau nggak bisa memiliki, tapi bisa lihat dia bahagia. Bukan lihat dia sakit hati kayak gini! Rasanya sakit saat lihat orang yang kita sayangin dibuat ancur kayak gini. Dan kita lihat siapa yang akan tersenyum paling akhir." - h. 224

B l u r b :

Laras Arista, bukan hanya kehilanganp opularitas dan berbagai job sebagai artis,tapi juga tersangkut sejumlah utang kartu kredit. Karena putus asa, Laras terpaksa meminta bantuan Kayla. Siapa sangka, ajakan Kayla mengambil uang di sebuah villa kawasan Puncak menjadi pemicu tragedi berdarah yang melibatkan teman-teman semasa sekolahnya dulu. Dimulai dari kematian Arjuna.

Arjuna, aktor muda yang tengah naik daun, ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di villa pribadinya. Sejumlah luka tusukan di perut
menyisakan teka-teki terkait pembunuhan sadis tersebut, beserta motivasi sang pelaku penebar lengking kematian yang masih buron. Laras, yang
merupakan mantan kekasih Arjuna pun tak luput dari serangan teror.

Rasa takut dan kebingungan yang melanda gadis itu membuatnya menaruh curiga pada dua orang temannya sebagai pelaku pembunuhan Arjuna. Salah satunya adalah Kayla.

Tapi, apakah dugaan Laras benar?


S t o r y l i n e :

Cerita dibuka dengan Laras yang kebingungan karena menerima tagihan kartu kredit, sementara dia sudah tidak memiliki pekerjaan sejak beberapa bulan lalu akibat didepak tanpa alasan dari PH yang menaunginya. Rasa putus asa serta bayangan didatangi oleh debt collector membuat Laras nekat meminjam uang pada temannya, Kayla. Sebetulnya hubungan Laras dan Kayla tidak begitu baik. Sejak SMA mereka memperebutkan Arjuna, sayangnya Arjuna yang brengsek malah mempermainkan mereka berdua.

Kayla setuju untuk meminjamkan uang dengan syarat Laras mau menemaninya ke vila di kawasan Puncak. Laras sebenarnya malas karena hari juga sudah malam, namun karena Kayla mengatakan akan memberikan uangnya di sana, Laras tidak memiliki pilihan. Sampai di sana, Laras malah disuguhi pemandangan yang membuatnya sakit hati: Kayla bermesraan dengan Arjuna tepat di depan matanya. Alhasil, Laras pulang dengan tangan kosong.

Selepas kejadian di vila malam itu, Laras memutuskan untuk memulai hidup baru. Dia meminta tolong Bayu, adiknya, untuk mencarikan pekerjaan, namun bukan sebagai cleaning service yang pernah Bayu tawarkan dulu. Meski sempat kerepotan, akhirnya Laras pun diterima sebagai SPG di salah satu gerai prodak kecantikan yang ada di mal.

Sementara itu, Junaidi, tengah kesal setengah mati pada Arjuna karena Kafe Juna yang didirikan tepat di depan Dapur Juna membuat usaha warung makan milik ibu Junaidi itu sepi. Hampir seluruh pelanggan kabur ke Kafe Juna. Pikiran yang keruh membuat Junaidi membolos kerja dan memilih untuk mencari sedikit hiburan di mal. Pilihannya itu membawanya bertemu dengan Laras. Dimulai dengan percakapan basa-basi, akhirnya mereka mulai membicarakan hal yang lebih serius. Junaidi dan Laras bertukar cerita betapa kesalnya mereka terhadap Arjuna. Dan di akhir pembicaraan, mereka sama-sama mencetuskan keinginannya: mereka ingin Arjuna mati!

Dan keesokan harinya, itu benar-benar terjadi!
Arjuna ditemukan tewas mengenaskan di vila pribadinya.

Laras dan Junaidi yang sama-sama pernah bertukar pikiran mengenai itu saling mencurigai. Namun kecurigaan mereka pupus dan mereka pun mulai bertanya-tanya siapa kiranya pelaku pembunuhan Arjuna. 

Kayla yang saat itu merupakan kekasih Arjuna menjadi orang yang mereka curigai. Perilaku Kayla memang begitu mencurigakan, namun belakangan muncul Lisa, tetangga Laras, yang mengaku sebagai kekasih Arjuna dan kini tengah mengandung anaknya. 

Banyak hal-hal yang sebelumnya Junaidi dan Laras tidak ketahui perlahan-lahan terungkap. Kayla dan Lisa adalah dua orang yang menjadi kandidat kuat pelaku pembunuhan Arjuna karena masing-masing dari mereka memiliki motif yang cukup kuat dan masuk akal.

Sampai suatu hari Junaidi mendapat sms dari Kayla yang menyuruhnya pergi ke sebuah vila di kawasan Puncak. Dan di situlah semua terungkap. Siapa pelaku sebenarnya dan apa motifnya.




Aku tahu Tuhan, ini salah. Tapi salahkah jika aku mencintainya dan ingin dia bahagia hanya bersamaku? Aku tak rela jika senyumnya untuk pria lain, aku tak suka jika tubuhnya dipeluk pria lain, apalagi sampai melihat dia terluka. - h. 238


K a r a k t e r :

Laras → Seorang mantan artis yang mengalami kesusahan dalam keuangannya karena tidak bisa merubah gaya hidup, padahal sudah berbulan-bulan dia sama sekali tidak memiliki penghasilan.

Junaidi → Teman semasa sekolah Laras. Kafe Juna milik Arjuna yang dibangun tepat di depan warung makan milik ibunya membuat Junaidi kesal setengah mati. Dia berpikir bila Arjuna sudah memiliki segalanya, namun mengapa masih juga ingin menghancurkan usaha milik ibunya?

Kayla → Teman sekaligus saingan Laras. Sejak sekolah dulu Kayla sudah telibat cinta segitiga dengan Laras dan Arjuna. Terakhir, dia berhasil merebut Arjuna dan mendepak Laras.

Arjuna → Kaya sejak lahir. Ganteng. Punya segalanya. Sayangnya brengsek. Playboy yang suka tebar benih dan lupa kondom. Baik dengan Laras, Kayla, maupun Lisa, tak ada satu pun dari mereka yang diseriusinya. 

Lisa → Tetangga Laras yang belakangan diketahui sebagai pacar sembunyi-sembunyi Arjuna. Karena terbuai dengan kata-kata sang buaya darat, Lisa akhirnya hamil. Sementara Arjuna yang menghamilinya malah ditemukan terbunuh di vilanya.

Bayu → Adik Laras yang kata-katanya selalu pedas. Meski begitu Bayu sayang banget sama Laras. Sebetulnya Bayu ini bukan adik kandung Laras, melainkan anak yang diadopsi oleh orangtua Laras.

P. S. Laras, Junaidi, Kayla, Arjuna, dan Lisa dulunya adalah teman sekolah.


P e n u l i s a n :

Typo cukup banyak meski nggak mengganggu, seperti huruf yang kurang dan kata yang lupa dispasi. Lalu ada beberapa penggunaan kata yang belum sesuai dengan KBBI. Misalnya: villa yang seharusnya vila. Lalu kata 'kakak' yang berupa panggilan yang harusnya diawali dengan huruf besar.

Di luar semua itu diksinya cukup enak dibaca kok, kalimatnya nggak njlimet. Alur maju-mundurnya juga nggak bikin pusing. Format huruf dan layout-nya pas, bersahabat dengan mata.





Semua yang terjadi dalam hidup adalah misteri Illahi, perihnya cobaan adalah ujian dari Tuhan untuk membuat manusia sadar dan lebih bersyukur. - h. 273

Ini adalah novel thriller yang aku baca setelah vakum cukup lama dari genre ini. Bagiku novel ini cukup menarik dan memiliki ending yang memuaskan. Kasusnya nggak berat, tapi teka-tekinya lumayan bikin orang kepo. Sekadar tahu, aku baca buku ini cuma sekali duduk. Habisnya penasaran abis siapa yang ngebunuh Arjuna. Aku memang sempat menduga si pelaku sesungguhnya, tapi nggak nyangka kalau motifnya semenjijikkan itu.

Pembunuhan Arjuna digambarkan dengan begitu jelas dan sadis. Begitu juga perlakuan para pelaku ini terhadap korban-korban lainnya. Sadis! Untuk setting tempat nggak terlalu digambarkan kecuali lokasi pembunuhan. It's okay! Kan ini novel thriller, yang lebih ditonjolkan adalah motif dan kekejian pelaku pembunuhan.

Tapi di awal cerita sempat timbul hal yang mengganjal. Sewaktu Kayla ngajak Laras ke villa, yang katanya untuk nemenin sekaligus ambil uang. Hm, Laras ngutang 10 juta dan uangnya mau dikasih tunai? Well, bagiku ini agak-agak gimana gitu. Secara mereka kan artis semua tuh, kenapa nggak ditransfer aja? Uang 10 juta kalau tunai lumayan juga tuh tebelnya. Tapi di sini aku coba berpikir ke arah lain kalau memang ini adalah rencana Kayla buat mempermalukan Laras. Habisnya setelah sampai di vila, bukannya dikasih duit, Laras malah disuguhi pemandangan Kayla yang tanpa malu-malu ciuman panas dengan Arjuna. Hah!!!!

Btw aku kasihan sama Arjuna loh. Ya iya sih dia memang sableng banget, tapi kasih dispensasi dikitlah karena dia ganteng. Lol :) Kejam banget pembunuhnya sampai aku nggak tega bayanginnya. Nih, pelajaran buat playboy yang suka mainin cewek. Hati-hati, mainin cewek taruhannya nyawa!

Sosok Laras yang masih foya-foya meski udah nggak memiliki penghasilan juga bisa dijadikan pelajaran. Bergayalah sesuai isi kantongmu, bukan gengsimu. Meski begitu aku salut karena Laras bisa bangkit, memulai hidup baru meski harus turun pangkat dari artis menjadi SPG.

Hidup ini nggak bisa diterka. Dalam sekejap nyawa Arjuna melayang dan Laras didepak dari PH yang menaunginya. Apa yang terjadi satu jam kemudian kita nggak bakal tahu. Jadi jalanilah hidupmu sebaik mungkin. Oke?!

So, yay or nay?
Yay! I like this book ❤

October 16, 2018

[Book Review] Rooftop Buddies - Honey Dee

Judul: Rooftop Buddies
Penulis: Honey Dee
Halaman: 264 halaman
Genre: Novel Remaja (17+)
Tahun: Agustus, 2018
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020388199, 9786020395111 (Digital)
Harga: IDR 63.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½




"Hal terburuk sebagai penderita kanker adalah bagaimana orang-orang yang kamu cintai melihat proses kematianmu secara perlahan-lahan." [Rie] - h. 20

B l u r b :

Buat Rie, mengidap kanker itu kutukan. Daripada
berjuang menahan sakitnya proses pengobatan, dia
mempertimbangkan pilihan lain. Karena toh kalau
akhirnya akan mati, kenapa harus menunggu lama?

Saat memutuskan untuk melompat dari atap gedung
apartemen, tiba-tiba ada cowok ganteng berseru dan
menghentikan langkah Rie di tepian. Rie mengira
cowok itu, Bree, ingin berlagak pahlawan dengan
menghalangi niatnya, tapi ternyata dia punya niat yang
sama dengan Rie di atap itu.

Mereka pun sepakat untuk melakukannya
bersama-sama. Jika masuk ke dunia kematian berdua,
mungkin semua jadi terasa lebih baik. Tetapi, sebelum
itu, mereka setuju membantu menyelesaikan "utang"
satu sama lain, melihat kegelapan hidup
masing-masing... Namun, saat Rie mulai
mempertanyakan keinginannya untuk mati, Bree malah
kehilangan satu-satunya harapan hidup.


S t o r y l i n e :

Putus asa dengan kanker yang diidapnya, Rie memutuskan untuk bunuh diri. Menurutnya, jika ujung-ujungnya mati, kenapa harus menundanya? Rie naik ke atap apartemen yang ditinggalinya, berniat bunuh diri. Namun tiba-tiba ada cowok ganteng yang mencegahnya. Mulanya Rie mengira cowok itu berniat menyelamatkannya, siapa sangka rupanya cowok ganteng bernama Bree itu juga memiliki niat yang sama dengannya: bunuh diri!

Setelah mengobrol singkat, mereka sama-sama menuliskan list yang ingin dilakukan sebelum mereka mati. Rie dan Bree akhirnya 'bertualang' untuk mewujudkan keinginan mereka, dimulai dengan milik Rie. Semua berjalan lancar, hampir tak ada masalah berarti. Rie cukup terbuka mengenai dirinya dan masalahnya, berbeda dengan Bree yang cenderung tertutup. Sampai suatu malam mereka terlibat kecelakaan. Saat mereka dijadikan saksi di kantor polisi, Rie yang kelelahan serta shock hebat mengalami mimisan sehingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Di rumah sakit tempat Rie dirawat, rupanya adik Rie satu-satunya, Jojo, juga dirawat di sana karena infeksi saluran pernapasan. Sayang, nyawanya tak tertolong.

Berangkat dari sini, Rie dipaksa untuk mempertimbangkan kembali keputusan bunuh dirinya. Dia memiliki orangtua yang sangat menyayanginya, juga Bree yang selalu ada untuknya. Ketika semangat Rie mulai kembali, berita tidak menyenangkan datang dari ibu kandung Bree. Dan kejadian setelahnya membuat Bree sangat-sangat terpukul. Karena merasa tak memiliki alasan hidup, Bree diam-diam nekat meninggalkan Rie untuk bunuh diri. Rie yang membaca surat serta kunci mobil yang ditinggalkan Bree langsung tanggap. Tanpa berpikir apa-apa, Rie mendatangi Rooftop. Benar saja, Bree sudah bersiap untuk bunuh diri.

Sempat berargumen, Rie akhirnya malah nyaris terjatuh dari rooftop. Kejadian itu membuat Bree sangat ketakutan. Bree sadar, dia tidak akan sanggup kehilangan Rie.

Setelah kejadian itu, mereka berdua sepakat untuk memulai semuanya dari awal. Mungkin tak semudah apa yang mereka bayangkan, namun apa yang terjadi setelahnya memberikan banyak pelajaran mengenai hidup dan orang-orang yang mereka sayangi.

Kenapa menolak melakukan hal gila kalau memang akan mati besok? - h. 95

K a r a k t e r :

Mirielle → Cewek 17 tahun yang dari kecil jadi korban bullying teman-teman sekolahnya, sampai akhirnya Rie pindah ke Jakarta dan memulai hidup baru. Sayangnya baru dua tahun menikmati chasing 'gadis Jakarta' kanker itu menghampirinya.

Brian → Cowok 23 tahun. Memiliki keluarga yang bermasalah membuat Bree tak tahan dan memilih bunuh diri sebagai jalan keluar.

"Beban kehidupan itu berat, Rie. Semakin bertambah berat kalau kamu nggak bisa melepaskan masa lalu yang seharusnya kamu tinggalkan. Mimpi buruk yang kualami tadi jauh lebih baik daripada hidup yang sebenarnya." [Bree] - h. 102

P e n u l i s a n :

Sudut pandang orang pertama dari sisi Rie cukup banyak memberiku pengetahuan tentang seperti apa rasanya mengidap kanker, hingga rasa putus asa yang tak bisa dihindari. Diksi yang digunakan pun nyaman untuk dibaca. Selipan-selipan humor ala anak muda yang sering kali mencairkan suasana, meski dalam beberapa kasus malah bikin badmood. Typo sepertinya aku nggak nemu selain ada ketikan nama Kiran yang berubah menjadi Karin pada - h. 54.




"Kamu nggak bisa melakukan apa pun kalau terus memikirkan pendapat orang lain. Kamu nggak bisa menyenangkan semua mata." [Bree] - h. 104
Orang bisa berpikiran apa saja sesuka mereka. Mama juga bilang kalau kita tidak bisa mengendalikan apa yang dipikirkan orang lain. Kita hanya perlu berbuat benar. [Rie] - h. 104

Jujur aku nggak nyangka kalau penulis novel ini juga adalah orang yang pernah berada di posisi Rie, dan pada poin ini aku salut banget. Cerita Rie dan Bree ini cukup menarik perhatianku sejak pertama kali terbit. Entahlah, aku ngerasa bisa menemukan sesuatu yang berbeda dalam novel ini. Ternyata memang benar, meski menurutku chemistry yang terbangun antara Rie dan Bree kurang kuat. Kisah kelam tentang Bree juga terkesan 'numpang lewat', padahal kalau digali lebih dalam lagi pasti akan lebih greget. Lagipula ini sebetulnya kisah dua orang kan, walau memang diceritakan melalui sudut pandang Rie saja.

Beberapa scene juga membuat aku nggak nyaman, contohnya:
→ Rie yang bisa langsung pulang, bahkan ngomel-ngomel tepat setelah menjalani kemoterapi. Benarkah bisa demikian? Aku kurang tahu soal ini, mungkin kalian yang tahu bisa sharing pengetahuan kalian ke aku.

→ Orangtua Rie yang 'kurang' berduka setelah kematian Jojo. Gimanapun juga, nggak ada orangtua yang baik-baik aja setelah kematian anaknya. Tapi di sini aku ngerasa kalau keberadaan Bree seakan menggantikan Jojo. Bukannya nggak masuk akal sih, tapi kalau kita melihat kenyataan, apakah bisa seperti itu?

→ Waktu Rie mimisan, yang katanya sampai menghabiskan dua kantong darah. Waduh, mimisannya kayak apa ini?! 

→ List milik Bree. Aku penasaran banget apa isinya, tapi sampe akhir nggak ditunjukin.
"Seharusnya, bukan masalah berapa lama kita hidup di dunia ini, tapi apa yang kita lakukan dalam kehidupan ini." [Devon] - h. 250

Nggak banyak orang yang bisa bangkit dari keputusasaan. Dari cerita Rie dan Bree ini, banyak pesan moral yang bisa diambil. Setiap orang memiliki masalahnya masing-masing, entah itu penyakit, masalah keluarga, pacar, bahkan pekerjaan. Namun bukan berarti masalah yang berat itu jadi alasan untuk kita ikut tenggelam dalam keputusasaan. Frustrasi dan putus asa itu wajar, kita manusia juga, kan? Hanya saja nggak perlu sampai berlarut-larut. Mengakhiri hidup bukanlah jalan keluar, karena hidup kita begitu berharga bagi orang lain. Banyak orang-orang yang terselamatkan dan berbahagia berkat kehadiran kita.

Novel ini juga menyadarkanku betapa seharusnya aku banyak-banyak bersyukur karena diberi tubuh yang sehat serta keluarga yang bahagia. Di luaran sana banyak yang lebih nggak beruntung daripada aku. Intinya, kehidupan yang kamu miliki itu berharga, seperti apa pun kondisi kamu. Sakit, miskin, atau bahkan cacat. Jika orang lain saja menghargai hidupmu, apa alasanmu nggak menghargai diri kamu sendiri?

"Keberanian terhebat adalah saat kamu memutuskan untuk tetap hidup dan menghadapi semua. Bertahanlah, selama masih bernapas harapan itu akan selalu ada. Harapan memang milik orang-orang hidup." [Catatan Penulis]

Live your life! Nggak usah peduli dengan omongan orang yang mengejek atau mengataimu 'kurang'. Nggak perlu sakit hati berlarut-larut dengan omongan yang bikin kuping panas. Hiduplah sebagaimana mestinya. Bahagialah dan jangan lupa bersyukur apa pun keadaanmu. Dan sebagai orang normal yang tak bermasalah, jadilah teman dan pendengar yang baik bagi orang-orang yang membutuhkanmu 😊

Lagi pula, sering kali masalah itu cuma butuh waktu untuk selesai sendiri. Yang perlu kita lakukan cuma bersabar dan bersikap tenang. [Catatan Penulis]