April 01, 2019

[Book Review] Tujuh Hari untuk Keshia - Inggrid Sonya

Judul: Tujuh Hari untuk Keshia
Penulis: Inggrid Sonya
Genre: Teenlit
Halaman: 448 halaman
Tahun: Februari, 2019
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN: 9786020489728
Harga: IDR. 94.800 (P. Jawa)
Rate: ★★★★½


B l u r b :

Sejak mantan pacarnya tahu-tahu saja kembali dan membawa seseorang anak perempuan bernama Keshia yang katanya adalah anaknya, Sadewa tahu bila hidupnya akan menjadi kacau.

Lalu, benar saja, Sadewa tidak pernah akur dengan Keshia. Jika di rumah, keduanya selalu saja bertengkar. Entah itu meributkan tagihan listrik, cicilan yang ditunggak berbulan-bulan, utang beras di warung, dapur berantakan, atau bahkan cuma karena remote tv yang hilang. Masalah sekecil apa pun sepertinya selalu dijadikan momok untuk keduanya adu mulut dan membuat rumah menjadi zona perang seketika.

Keduanya tidak pernah memedulikan satu sama lain. Sadewa tidak pernah peduli dengan kehidupan Keshia, baik di rumah ataupun di sekolahnya. Sadewa tidak peduli dengan kelakuan putri tomboinya itu yang selalu saja berpura-pura kuat dan menganggap bisa mengatasi segalanya sendirian. Sementara Keshia, sama halnya dengan Sadewa, dia tidak pernah peduli dengan kelakuan ayahnya yang masih saja bersikap layaknya ABG itu.

Bagi Sadewa, Keshia itu pengganggu ulung atau makhluk paling cerewet sedunia. Sedangkan bagi Keshia, Sadewa itu hanya seorang laki-laki 36 tahun yang hanya tahu bersenang-senang saja. Yang hanya tahu ngeband, mabuk-mabukan, atau main perempuan.

Sampai suatu ketika sebuah kecelakaan mengubah segalanya. Sebuah kecelakaan yang membuat Sadewa mati-matian ingin memenuhi seluruh keinginan Keshia dan membuat Keshia ingin tetap bersama ayahnya sekalipun dia sangat membenci laki-laki itu. Sebuah kecelakaan yang memberikan keduanya pemahaman bila mungkin hanya kehilangan yang membuat mereka bisa berjalan beriringan tanpa lagi ada kebencian.

Kisah ini tentang waktu. Tentang kesempatan. Tentang kehilangan.

K a r a k t e r :

Keshia → Cewek 16 tahun yang bak Wonder Woman, kuat banget menghadapi hidup di usianya yang masih belia. Hobi memasak dan bikin kue.

River → Cowok yang diam-diam menyukai Keshia dan hanya memantaunya dari jauh. Keluarganya yang begitu bobrok membuat River kabur. Dia ini adalah arranger dan gitaris Seventy Six.

Sadewa → Ayah kandung Keshia. Vokalis Seventy Six yang kehidupannya morat-marit.

Diana → Mama kandung Keshia yang tidak pernah memedulikannya, menganggap adanya Keshia adalah sebuah kesalahan.

Citra → Sahabat Keshia.


Sudah banyak beredar mengenai ke-ngenes-an buku ini, mungkin itulah yang jadi daya tarikku buat beli. Dan setelah baca dan kelar, aku ngerasa nggak rugi buang duit hampir cepek buat adopsi buku ini.

Kayak yang udah ditulis di blurb-nya, buku ini menceritakan mengenai Keshia, anak usia 16 tahun dengan serenceng penderitaannya. Baru aja omanya meninggal, mamanya ngejual rumah dan menikah lagi, udah gitu si Keshia ditelantarin gitu aja di sebuah tempat asing alias rumah ayah kandungnya, Sadewa.

Tapi berhubung Keshia kuat, dia tetap tegak dalam menjalani hari-hari beratnya. Di sekolah dia di-bully sama Alena, si anak pemilik yayasan, di rumah dia harus berhadapan dengan Sadewa yang ngeselin banget. Belum lagi dia harus cari duit buat mencukupi kebutuhannya sendiri. Bagi anak seusianya, hidup macam itu bukan lagi berat namanya, tapi keterlaluan beratnya.

Di sisi lain ada River, cowok yang lebih tua dua tahun darinya. Bersekolah di sekolah lain tapi diam-diam selalu memperhatikan Keshia. River ini sahabatan dekat sama kakak kelasnya Keshia, so dia bisa tahu update apa aja tentang Keshia. Keluarga River bobrok banget, bikin dia kabur dari rumah. River ini juga merupakan gitaris andalannya Seventy Six, band-nya Sadewa. Terus bisa dibilang, River ini juga 'anak' bagi Sadewa.

Keshia dengan kehidupannya, River dengan kehidupannya.
Mereka nyaris nggak bersentuhan sih, seperti memiliki cerita masing-masing. Akan tetapi dalam buku ini lebih menitikberatkan cerita Keshia dan Sadewa. Tinggal di tempat orang asing tentu aja nggak nyaman, belum lagi sifat Sadewa yang ngeselin banget. Keshia dan Sadewa bisa dibilang nggak pernah akur, cara manggilnya aja elo-gue. Tapi seiring berjalannya waktu mereka saling peduli meski caranya dengan sinis atau sindir-sindiran.

Buku ini terasa cukup dekat di aku, jadi feelnya ngena banget.
Mungkin pendekatan batin antara Keshia dan Sadewa terasa terlalu cepat, karena bagiku nggak mungkin dua orang yang sama sekali nggak pernah ketemu selama 16 tahun bisa dengan mudah tinggal bersama, terlebih mereka itu sebenarnya nggak nyaman satu dengan yang lain. 

Yang bikin aku mewek sampai nangis kejer di sini adalah perasaan Keshia mengenai jalan hidupnya, lalu mengenai Sadewa yang mati-matian berusaha jadi ayah yang 'layak' untuk Keshia, juga mengenai River yang diperlakukan seperti itu sama ayah kandungnya. Lebih-lebih di akhir cerita apa yang dilakukan Sadewa itu menohok banget, bikin ngilu hati sumpah. Coba deh kalian baca, pasti berasa ngilu. 

Sedikit banyak buku ini mengingatkanku pada banyak hal: orangtua, penyesalan, kesempatan, dan maaf. Kalau kalian cari cerita romance yang unyu-unyu, JANGAN baca buku ini, nggak bakalan ketemu kisah unyu-unyunya. Cocok dibaca buat penikmat buku dengan cerita yang stabby.

Selain mengandung cerita yang penuh makna, buku ini didukung dengan cara bercerita yang luwes, tulisan rapi, juga diksi yang jleb. Pas aja gitu antara show dan tell-nya. Twist yang ditawarkan juga bikin aku sempat speechless, ada unsur fantasinya dikit gitu.

Dua kata buat buku ini: JAHAT dan KEREN!
Duh, pokoknya buku ini benar-benar jahadddddd! Percaya deh, nyeseknya udah berasa di awal, terus kamu bakalan dibuat ketawa dikit, cengar-cengir, terus dibikin nangis sampe mata bengkak!

Oh ya, percayalah, takdir kadang memang sekejam itu!



Q u o t e s :

Puncak dari segala rasa sakit yang benar-benar sakit justru saat kita tidak bisa merasakan apa pun. Lumpuh. - h. 10

Mengandalkan diri sendiri adalah satu-satunya caranya untuk bertahan hidup. - h. 47

"Lo nggak akan bisa cari orang yang nggak mau ditemuin. Percuma." [Keshia] - h. 118

"Ya, awalnya gue berasa mirip Wonder Woman sih, tapi kalau dilaluin setiap hari kan capek juga...." [Keshia] - h. 204

Doa itu mungkin didengar Tuhan. Tapi, doa itu tidak menyembuhkan sakit di dada Saegal. Tidak menutup satu pun luka dalam dadanya. Sama sekali. - h. 317

"Lo terlalu keras sama diri lo sendiri! Itu yang buat semuanya jadi susah!" [Citra] - h. 358

Luka Keshia bukannya tidak akan sembuh, melainkan jiwanyalah yang tidak kembali. - h.431

No comments:

Post a Comment