June 27, 2018

[Book Review] Petjah - Oda Sekar Ayu [Extended Version]

[re-share from Goodreads: Sandra Bianca]

Judul: Petjah
Penulis: Oda Sekar Ayu
Halaman: 336 halaman
Genre: Teenlit
Tahun: 2017
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN: 9786020295954
Rate: ★★★★☆


"Cita-cita itu sesuatu hal yang abstrak. Dia itu bentuk paling nggak jelas dari sebuah kata benda yang manusia buat. Sebaliknya, tujuan hidup itu justru sesuatu yang real." - Dimas Baron [- h. 295]

Sebenernya aku lagi males ngetik panjang-panjang untuk bikin review. Tapi karena ada temen yang kepo banget soal buku ini, aku disuruh nulis full reviewnya.

First of all aku suka sama buku ini. Bukan semena-mena suka dari awal ya, di awal-awal butuh usaha keras untuk beradaptasi dengan penggunaan bahasa dan istilah-istilahnya yang bagiku asing, seperti: tubir, tubang, agit, aud, utas, dst. Baru setelah masuk ke problem Dimas-Nadhi-Biru, aku baru nggak bisa geletakin buku ini.

S t o r y l i n e :
Nadhira jatuh cinta pada sosok Dimas yang selama ini membencinya. Sampai suatu hari Dimas yang biasanya hanya menatapnya penuh kebencian tiba-tiba berubah perhatian. Mereka menjadi dekat, otomatis Nadhi berbunga-bunga, namun di saat yang bersamaan sosok Biru masuk dalam kehidupannya. Sosok Biru yang rupanya memiliki luka yang sama dengannya.

Kami berjalan santai dari parkiran ke gerbang sekolah. Bisu dan dingin banget, nggak bohong, tapi rasanya seperti meledak-ledak, kayak banyak kembang api mengiringi langkah kami berdua. - h. 27

Dari tadi kami berdua membisu. Sekarang ketika ingin bicara, ternyata kami malah jadi bicara bersamaan. Kenapa takdir kecil semacam ini aja bisa jadi lucu sekali. Duh. - h. 27

K a r a k t e r :
Nadhira Amira: Cewek galau.
Dimas Baron: Cowok dengan idealisme tinggi.
Ambrosius Biru: Cowok dengan puisinya yang menyentuh.

Scene yang bikin tepok jidat:
1. Diskriminasi angkatan [- h. 6]
Jadi di sini diceritakan anak kelas sepuluh alias utas itu harus tunduk sama kakak kelasnya kayak waktu MOS gitu.  Rambut di kuncir kuda dengan karet gelang, sepatu nggak boleh pakai yang lain selain sepatu putih bernama px-style, jalannya juga harus menunduk. Iya sih mereka dapat perlakuan seperti ini cuma setahun, tapi menurutku enggak banget deh. Kalau ada sekolahan model gini, sekalipun sekolah top, aku ogah masuk. Serius!

2. Nadhi dongkrak mobil sendiri untuk ganti ban [- h. 25]
Waktu baca scene ini aku langsung teriak: "Seriously?!" Ini benearan Nadhi dongkrak mobil sendirian? Cowok aja masih butuh tenaga ekstra lho, terlebih kalau nggak biasa dongkrak-mendongkrak. Apalagi di sini Nadhi didefinisikan sebagai cewek yang berbadan kecil. Hm.

3. Soal ngebul di dekat kantin [- h. 42-43]
Pertanyaanku: Ngebul di dalam area sekolah semudah itukah? Meski nggak ada guru piket apakah seenak jidat bisa ngebul di dekat kantin? Penjaga kantinnya diem aja gitu? Pengalamanku sih, waktu SMA dulu ada yang suka nyolong-nyolong ngebul di dalam area sekolah, biasanya yang dipilih itu pojokan deket gudang atau tempat tersembunyi lainnya. Dan ketika bau rokoknya nyebar, langsung diadain razia. Sekolahku dulu bukan sekolah top sih, biasa aja. Tapi beneran bau rokok itu tajem dan nggak bisa ngelak. Apalagi ini sekolahnya Nadhi bukan sekolah ecek-ecek. So?

4. Masih soal kantin [- h. 43]
Entah kok aku ngerasa kalau sekolah ini penuh diskriminasi, contohnya kantin yang dipisah menjadi tiga bagian. Bagian paling kecil adalah kantin kelas sepuluh, isi lapak makannya sedikit dan harganya mahal-mahal. What???😨 Terus kantin yang lebih besar itu kantinnya anak-anak kelas sebelas, isi lapaknya lumayan, harga makanannya juga masih wajar dibanding kantin kelas sepuluh. Dan kantin yang paling besar dengan makanan yang banyak variasinya adalah kantin kelas dua belas. Fix, aku muter-muterin mata di part ini.

P O V
Buku ini ditulis dengan pov campur. Ada pov 3 ada pov 1. So far oke, aku nggak terganggu karena perpindahannya bagus. Terus juga nggak ngasal pindah-pindah sesuka hati. Smooth lah.


Menurutku, buku ini gimana?
[Spoiler]
Aku suka dan terenyuh abis sama cerita dan diksinya, walau jujur masih agak berantakan sih. Bisa dibilang ini cerita teenlit yang cukup stabby. Dari awal aku udah jatuh cinta sama Dimas. Memang sih dia ngeselin abis, tapi semua idealismenya bikin aku kagum. Jujur, aku suka sama orang pintar, haha.... Oh ya, aku juga sempat stuck baca buku ini. Pertama gara-gara bahasa di awal buku susah buat aku cerna, kedua karena aku takut sama endingnya. Berhubung aku dari awal tim Dimas, sejak Nadhi mulai beralih perhatian ke Biru, aku jadi 'takut' menghadapi endingnya. Sumpah demi krabby paty, aku nggak siap kalau Nadhi end up sama Biru.

Nadhi memang sempat pacaran dengan Dimas, lalu putus. Scene terakhir memang dibikin seolah olah Nadhi end up sama Biru, inget scene pas di bandara itu, kan? Tapi ternyata punyaku ini Petjah yang versi extended, jadi masih ada kisah Dimas-Nadhi-Biru setelah mereka lulus. Nadhi memang pacaran dengan Biru waktu di Belanda, but they were not end up together. Yey! Bisa banyangin dong sorak-soraknya aku kek apa?! Memang endingnya bukan seperti yang aku pengin, tapi seenggaknya nggak mengecewakan. Masih ada kesempatan buat Dimas untuk ngedeketin Nadhi lagi. Soal Biru? Dia sudah punya kehidupan sendiri.

Ada hal-hal yang tidak perlu tersampaikan panjang lebar. Ini adalah salah satunya. Perasaan mereka. - h. 308
Karakter favorit?
Of course Dimas!
[Spoiler]
Biru memang ngebuat aku mengharu-biru dengan puisi-puisinya, tapi menurutku terlalu banyak drama jadi terkesan lebay. Sementara Dimas dengan idealisme dan perasaan tulusnya itu bikin aku nggak bisa berpaling. Di sini, dia itu paling 'kasihan'. Dia selalu perhatian ke Nadhi yang malah lebih perhatian ke Biru. Konyol-konyol gitu Dimas sebetulnya punya masalah pribadi yang nggak sepele. Dibandingkan dengan sang kakak dan dituntut untuk perfect, siapa yang nggak stress coba? Tapi sebisa mungkin Dimas nggak membaginya dengan Nadhi karena nggak mau bikin Nadhi semakin terbeban. Dia selalu mengerti Nadhi tanpa pernah Nadhi mengerti dia. Hiks....

2 comments:

  1. Aku baru baca versi lamanya, belum versi extended nya, dan emang dari awal aku juga suka banget sama Dimas, dia itu karakter favorit aku. Pas baca novelnya, bakalan nebak sih kalo nanti Nadhira nggk berakhir sama Dimas, tapi tetep ikutin terus sampe akhir, liat scene-scenenya Dimas. Mbak kita di tim yang sama😊

    ReplyDelete
    Replies
    1. tossss! kita sama2 di barisan penggemar Dimas. soalnya di luaran kayaknya kebanyakan pada masuk tim Biru. hehe

      Delete