January 30, 2020

[Book Review] As Always, I Love... - Nureesh Vhalega

Judul: As Always, I Love...
Penulis: Nureesh Vhalega
Genre: City Lite
Rilis: 13 Januari, 2020
Tebal: 288 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: Elex Media Komputindo
ISBN: 9786230012259
Harga: IDR 75.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆


B l u r b :

Beberapa bulan menjelang pernikahannya, ayah Lyrrani Bestari meninggal. Dunianya runtuh, karena selama ini dia merasa hanya punya ayahnya dan Rayen, sahabatnya sejak masa SMA. Tidak hanya itu, beberapa masalah mulai bermunculan seiring persiapan pernikahannya. Sesosok orang yang hilang dari hidupnya empat belas tahun lalu, tiba-tiba kembali. Belum lagi, Juan, tunangannya, yang tetap sibuk dengan pekerjaannya di tengah persiapan pernikahan mereka.

Lyrra bersyukur punya Rayen yang dapat selalu ia andalkan di tengah semua permasalahan yang dihadapinya. Keduanya begitu dekat sampai semua orang di sekitar meragukan persahabatan mereka. “Kami cuma sahabat” sudah sering mereka lontarkan.

Apakah Rayen dapat membantu Lyrra melewati ini semua menuju pernikahannya? Ataukah Rayen akan menghancurkan semuanya … dengan menyatakan perasaan yang sesungguhnya?

*

Heartwarming. Itulah yang aku rasakan sewaktu membaca buku ini.
Pada bab-bab awal aku sudah disuguhi oleh sebuah interaksi yang hangat antara Lyrra dan ayahnya. Karena menurutku memiliki jadwal khusus bersama orangtua itu sudah menjadi sesuatu yang langka sekarang ini. Jangankan setiap hari Minggu, setahun sekali aja kadang sulit. Lalu juga hubungan Lyrra dan Rayen sebagai sahabat, yang bisa dibilang selalu ada satu sama lain. Sampai sini aku sudah siap terjebak dalam pusaran friend zone. Bisakah cowok dan cewek bersahabat selamanya tanpa ada rasa yang lebih dari sekadar sahabat? Well, ada kok. Karena aku punya sahabat cowok dan sampai sekarang masih setia jadi sahabatku. Tapi bagaimana dengan Lyrra dan Rayen?

Menjelang pernikahannya dengan Juan, memang banyak sekali masalah yang Lyrra hadapi. Mulai dari ayahnya yang tiba-tiba meninggal, sosok dari masa lalu yang tiba-tiba muncul, serta tak kalah penting dari semua itu adalah perasaannya sendiri. Dari awal aura yang aku rasakan udah gloomy ya, mencerminkan Lyrra banget. Bagaimana dia yang sudah terlanjur menerima lamaran Juan, sedangkan di sisi lain dia sadar jika perasaannya bukan untuk Juan. Lyrra hanya bingung dan enggan mengakui apa yang sebenarnya dirasakannya. Aku pikir, bagaimana cara penulis memunculkan konflik-konflik eksternal sebagai pendamping konflik batin si tokoh utama, bisa dibilang cantik. Kesannya natural. Bukan seperti sesuatu yang sengaja atau terpaksa untuk dimunculkan. Kalau biasanya tulisannya Nui terkesan diuber maling, kali ini nggak. Aku merasakan semuanya mengalir gitu aja. Dari awal dibangunnya konflik, puncak, sampai penyelesaiannya pun terasa apa adanya. 

Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama, yaitu Lyrra. Namun meski demikian, aku bisa dengan mudah memahami karakter-karakter lain yang ada di sini. Misalnya Rayen, Juan, dan kedua sahabat Lyrra lainnya. Karena masing-masing dari mereka memiliki karakter yang kuat, jadi nggak membingungkan. Satu dengan yang lain benar-benar memiliki karakter mereka sendiri.

Aku terenyuh dengan Lyrra yang merasa dibohongi oleh ayahnya, juga merasa berdosa karena seseorang yang selama ini dia benci malah bukan merupakan pihak yang bersalah. Lyrra memiliki luka, juga rasa kecewa. Semuanya itu dia simpan sendiri, sampai tanpa sadar menimbulkan ketakutan tersendiri baginya, termasuk meragukan cinta Juan. Yang aku rasakan, Lyrra ini memang betul-betul memiliki luka masa lalu yang tidak bisa dibilang sederhana.

Untuk keseluruhan ceritanya sendiri, serta ending-nya, aku udah bisa menebaknya. Aku juga nggak sampai speechless dengan twist yang disuguhkan. Namun berhubung cara penulis merangkai cerita, mulai dari latar belakang, konflik, dan penyelesaiannya terbilang cantik, aku yakin siapa pun yang membacanya akan bisa dengan mudah menikmati ceritanya. Memang ini bukanlah sebuah cerita yang bikin aku baper atau semacamnya, namun ini adalah karya paling matang dari Nui yang pernah aku baca. Suka deh sama penulis yang semakin hari karyanya semakin berbobot. Karena menurutku sebuah karya yang berbobot nggak harus memiliki konflik yang berat dan berbelit-belit. Sederhana, tapi cantik.

Oh ya, kapan-kapan aku pengin Nui bikin karakter antagonis deh. Karena selama ini karakter yang Nui bikin cenderung kek kapas, kalem dan manis. Wkwkwkwk....

Q u o t e s :

Namun benar apa yang dikatakan orang-orang, seharusnya aku berhati-hati dengan keinginanku. Karena ketika keinginan itu menjadi nyata, ada duka berkepanjangan yang menyertainya. - h. 37
Sebenci apa pun aku mengingatnya, tetap saja kenangan itu ada. - h.59
Aku selalu bertanya-tanya ... bisakah waktu membekukan luka? - h. 73
"Ada banyak luka yang bisa membuat seseorang berubah. Menjadi pribadi yang berbeda, sama sekali bukan dirinya." [Ibu Lyrra] - h. 91
"Luka bukanlah sesuatu yang bisa dihindari dari hidup. Setiap manusia yang bernapas pasti akan merasakannya. Tapi ... jangan biarkan luka menenggelamkan kamu, Lyrra. Kamu harus ingat bahwa masih ada banyak orang yang mencintai kamu, yang jauh lebih berharga daripada luka itu. Kamu hanya harus bertahan sedikit lebih lama untuk orang-orang itu. Dan, biarkan waktu yang menyembuhkan luka...." [Ibu Lyrra] - h. 91
"Yang terbaik bakal datang di waktu yang tepat. Bukan di waktu yang kita mau, atau kita harapkan, tapi di waktu yang tepat." [Rayen] - h. 172
"Karena setiap orang berhak dapat kesempatan buat jelasin situasinya. Selalu ada dua sisi dari satu cerita." [Rayen] - h. 179
"Suatu hari nanti kamu akan mengerti, cinta selalu menemukan tempatnya untuk pulang. Nggak peduli berapa lama waktunya, ataupun seberapa jauh jaraknya, cinta akan selalu pulang." [Ibu Lyrra] - h. 204
"Ada banyak hal dalam cinta yang tidak masuk akal. Tapi itulah cinta. Berada di luar logika. Karena cinta dirasakan oleh hati, bukan pikiran." [Ibu Lyrra] - h. 205
"Hidup bersama orang yang mencintai kamu memang baik, Sayang, tapi nggak ada yang lebih hebat dari hidup bersama orang yang mencintai kamu, juga kamu cintai." [Ibu Lyrra] - h. 210

No comments:

Post a Comment