October 16, 2018

[Book Review] Rooftop Buddies - Honey Dee

Judul: Rooftop Buddies
Penulis: Honey Dee
Halaman: 264 halaman
Genre: Novel Remaja (17+)
Tahun: Agustus, 2018
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020388199, 9786020395111 (Digital)
Harga: IDR 63.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½




"Hal terburuk sebagai penderita kanker adalah bagaimana orang-orang yang kamu cintai melihat proses kematianmu secara perlahan-lahan." [Rie] - h. 20

B l u r b :

Buat Rie, mengidap kanker itu kutukan. Daripada
berjuang menahan sakitnya proses pengobatan, dia
mempertimbangkan pilihan lain. Karena toh kalau
akhirnya akan mati, kenapa harus menunggu lama?

Saat memutuskan untuk melompat dari atap gedung
apartemen, tiba-tiba ada cowok ganteng berseru dan
menghentikan langkah Rie di tepian. Rie mengira
cowok itu, Bree, ingin berlagak pahlawan dengan
menghalangi niatnya, tapi ternyata dia punya niat yang
sama dengan Rie di atap itu.

Mereka pun sepakat untuk melakukannya
bersama-sama. Jika masuk ke dunia kematian berdua,
mungkin semua jadi terasa lebih baik. Tetapi, sebelum
itu, mereka setuju membantu menyelesaikan "utang"
satu sama lain, melihat kegelapan hidup
masing-masing... Namun, saat Rie mulai
mempertanyakan keinginannya untuk mati, Bree malah
kehilangan satu-satunya harapan hidup.


S t o r y l i n e :

Putus asa dengan kanker yang diidapnya, Rie memutuskan untuk bunuh diri. Menurutnya, jika ujung-ujungnya mati, kenapa harus menundanya? Rie naik ke atap apartemen yang ditinggalinya, berniat bunuh diri. Namun tiba-tiba ada cowok ganteng yang mencegahnya. Mulanya Rie mengira cowok itu berniat menyelamatkannya, siapa sangka rupanya cowok ganteng bernama Bree itu juga memiliki niat yang sama dengannya: bunuh diri!

Setelah mengobrol singkat, mereka sama-sama menuliskan list yang ingin dilakukan sebelum mereka mati. Rie dan Bree akhirnya 'bertualang' untuk mewujudkan keinginan mereka, dimulai dengan milik Rie. Semua berjalan lancar, hampir tak ada masalah berarti. Rie cukup terbuka mengenai dirinya dan masalahnya, berbeda dengan Bree yang cenderung tertutup. Sampai suatu malam mereka terlibat kecelakaan. Saat mereka dijadikan saksi di kantor polisi, Rie yang kelelahan serta shock hebat mengalami mimisan sehingga harus dilarikan ke rumah sakit.

Di rumah sakit tempat Rie dirawat, rupanya adik Rie satu-satunya, Jojo, juga dirawat di sana karena infeksi saluran pernapasan. Sayang, nyawanya tak tertolong.

Berangkat dari sini, Rie dipaksa untuk mempertimbangkan kembali keputusan bunuh dirinya. Dia memiliki orangtua yang sangat menyayanginya, juga Bree yang selalu ada untuknya. Ketika semangat Rie mulai kembali, berita tidak menyenangkan datang dari ibu kandung Bree. Dan kejadian setelahnya membuat Bree sangat-sangat terpukul. Karena merasa tak memiliki alasan hidup, Bree diam-diam nekat meninggalkan Rie untuk bunuh diri. Rie yang membaca surat serta kunci mobil yang ditinggalkan Bree langsung tanggap. Tanpa berpikir apa-apa, Rie mendatangi Rooftop. Benar saja, Bree sudah bersiap untuk bunuh diri.

Sempat berargumen, Rie akhirnya malah nyaris terjatuh dari rooftop. Kejadian itu membuat Bree sangat ketakutan. Bree sadar, dia tidak akan sanggup kehilangan Rie.

Setelah kejadian itu, mereka berdua sepakat untuk memulai semuanya dari awal. Mungkin tak semudah apa yang mereka bayangkan, namun apa yang terjadi setelahnya memberikan banyak pelajaran mengenai hidup dan orang-orang yang mereka sayangi.

Kenapa menolak melakukan hal gila kalau memang akan mati besok? - h. 95

K a r a k t e r :

Mirielle → Cewek 17 tahun yang dari kecil jadi korban bullying teman-teman sekolahnya, sampai akhirnya Rie pindah ke Jakarta dan memulai hidup baru. Sayangnya baru dua tahun menikmati chasing 'gadis Jakarta' kanker itu menghampirinya.

Brian → Cowok 23 tahun. Memiliki keluarga yang bermasalah membuat Bree tak tahan dan memilih bunuh diri sebagai jalan keluar.

"Beban kehidupan itu berat, Rie. Semakin bertambah berat kalau kamu nggak bisa melepaskan masa lalu yang seharusnya kamu tinggalkan. Mimpi buruk yang kualami tadi jauh lebih baik daripada hidup yang sebenarnya." [Bree] - h. 102

P e n u l i s a n :

Sudut pandang orang pertama dari sisi Rie cukup banyak memberiku pengetahuan tentang seperti apa rasanya mengidap kanker, hingga rasa putus asa yang tak bisa dihindari. Diksi yang digunakan pun nyaman untuk dibaca. Selipan-selipan humor ala anak muda yang sering kali mencairkan suasana, meski dalam beberapa kasus malah bikin badmood. Typo sepertinya aku nggak nemu selain ada ketikan nama Kiran yang berubah menjadi Karin pada - h. 54.




"Kamu nggak bisa melakukan apa pun kalau terus memikirkan pendapat orang lain. Kamu nggak bisa menyenangkan semua mata." [Bree] - h. 104
Orang bisa berpikiran apa saja sesuka mereka. Mama juga bilang kalau kita tidak bisa mengendalikan apa yang dipikirkan orang lain. Kita hanya perlu berbuat benar. [Rie] - h. 104

Jujur aku nggak nyangka kalau penulis novel ini juga adalah orang yang pernah berada di posisi Rie, dan pada poin ini aku salut banget. Cerita Rie dan Bree ini cukup menarik perhatianku sejak pertama kali terbit. Entahlah, aku ngerasa bisa menemukan sesuatu yang berbeda dalam novel ini. Ternyata memang benar, meski menurutku chemistry yang terbangun antara Rie dan Bree kurang kuat. Kisah kelam tentang Bree juga terkesan 'numpang lewat', padahal kalau digali lebih dalam lagi pasti akan lebih greget. Lagipula ini sebetulnya kisah dua orang kan, walau memang diceritakan melalui sudut pandang Rie saja.

Beberapa scene juga membuat aku nggak nyaman, contohnya:
→ Rie yang bisa langsung pulang, bahkan ngomel-ngomel tepat setelah menjalani kemoterapi. Benarkah bisa demikian? Aku kurang tahu soal ini, mungkin kalian yang tahu bisa sharing pengetahuan kalian ke aku.

→ Orangtua Rie yang 'kurang' berduka setelah kematian Jojo. Gimanapun juga, nggak ada orangtua yang baik-baik aja setelah kematian anaknya. Tapi di sini aku ngerasa kalau keberadaan Bree seakan menggantikan Jojo. Bukannya nggak masuk akal sih, tapi kalau kita melihat kenyataan, apakah bisa seperti itu?

→ Waktu Rie mimisan, yang katanya sampai menghabiskan dua kantong darah. Waduh, mimisannya kayak apa ini?! 

→ List milik Bree. Aku penasaran banget apa isinya, tapi sampe akhir nggak ditunjukin.
"Seharusnya, bukan masalah berapa lama kita hidup di dunia ini, tapi apa yang kita lakukan dalam kehidupan ini." [Devon] - h. 250

Nggak banyak orang yang bisa bangkit dari keputusasaan. Dari cerita Rie dan Bree ini, banyak pesan moral yang bisa diambil. Setiap orang memiliki masalahnya masing-masing, entah itu penyakit, masalah keluarga, pacar, bahkan pekerjaan. Namun bukan berarti masalah yang berat itu jadi alasan untuk kita ikut tenggelam dalam keputusasaan. Frustrasi dan putus asa itu wajar, kita manusia juga, kan? Hanya saja nggak perlu sampai berlarut-larut. Mengakhiri hidup bukanlah jalan keluar, karena hidup kita begitu berharga bagi orang lain. Banyak orang-orang yang terselamatkan dan berbahagia berkat kehadiran kita.

Novel ini juga menyadarkanku betapa seharusnya aku banyak-banyak bersyukur karena diberi tubuh yang sehat serta keluarga yang bahagia. Di luaran sana banyak yang lebih nggak beruntung daripada aku. Intinya, kehidupan yang kamu miliki itu berharga, seperti apa pun kondisi kamu. Sakit, miskin, atau bahkan cacat. Jika orang lain saja menghargai hidupmu, apa alasanmu nggak menghargai diri kamu sendiri?

"Keberanian terhebat adalah saat kamu memutuskan untuk tetap hidup dan menghadapi semua. Bertahanlah, selama masih bernapas harapan itu akan selalu ada. Harapan memang milik orang-orang hidup." [Catatan Penulis]

Live your life! Nggak usah peduli dengan omongan orang yang mengejek atau mengataimu 'kurang'. Nggak perlu sakit hati berlarut-larut dengan omongan yang bikin kuping panas. Hiduplah sebagaimana mestinya. Bahagialah dan jangan lupa bersyukur apa pun keadaanmu. Dan sebagai orang normal yang tak bermasalah, jadilah teman dan pendengar yang baik bagi orang-orang yang membutuhkanmu 😊

Lagi pula, sering kali masalah itu cuma butuh waktu untuk selesai sendiri. Yang perlu kita lakukan cuma bersabar dan bersikap tenang. [Catatan Penulis]

No comments:

Post a Comment