August 05, 2019

[Book Review] Dua Garis Biru - Lucia Priandarini

Judul: Dua Garis Biru
Penulis: Lucia Priandarini
Genre: Teenlit (17+)
Bahasa: Indonesia
Tebal: 216 halaman
Rilis: 11 Juli, 2019
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020631868, 9786020631875 (Digital)
Harga: IDR. 59.000 Paperback (P. Jawa)
Rate: ★★★★☆


B l u r b :

Dara, gadis pintar kesayangan guru, dan Bima, murid santai yang cenderung masa bodoh, menyadari bahwa mereka bukan pasangan sempurna. Tetapi perbedaan justru membuat keduanya bahagia menciptakan dunia mereka sendiri. Dunia tidak sempurna tempat mereka bisa saling mentertawakan kebodohan dan menerbangkan mimpi. 

Namun suatu waktu, kenyamanan membuat mereka melanggar batas. Satu kesalahan dengan konsekuensi besar yang baru disadari kemudian. Kesalahan yang selamanya akan mengubah hidup mereka dan orang-orang yang mereka sayangi. 

Di usia 17, mereka harus memilih memperjuangkan masa depan atau kehidupan lain yang tiba-tiba hadir. Cinta sederhana saja ternyata tak cukup. Kenyataan dan harapan keluarga membuat Bima dan Dara semakin terdesak ke persimpangan, siap menjalani bersama atau melangkah pergi ke dua arah berbeda.

*

Finally, aku baca bukunya duluan—karena emang belum sempat nonton filmnya. Habisnya filmnya heboh banget, aku kan jadi kepo, hehe.

Topik mengenai hamil di luar nikah memang seperti magnet yang gampang menarik perhatian. Jujur kalo dari segi ceritanya sendiri, aku nggak terlalu berkesan. Karena emang udah banyak sih buku yang mengangkat tema semacam ini. Cuma eksekusi cerita serta gaya menulisnya bikin aku acungin dua jempol buat buku ini. Well, simpel tapi menarik. Singkat, tapi padat dan jelas. Ringan, tapi nggak ngebosenin. Penulisannya keren punya pokoknya!

Isi bukunya sendiri tergolong ringan untuk masalah seberat ini. Malah kesannya jadi agak drama. Tapi di sisi lain pesan moralnya bagus banget. Klise sih. Intinya jangan berbuat kalo nggak siap dengan risikonya. Sekali berbuat bisa hamil. Lalu kalo udah terlanjur hamil, mau nggak mau, siap nggak siap, kehidupan pasti akan berubah. Dara dan Bima emang berusaha untuk bertanggung jawab, tapi tetap saja, mereka itu masih 17 tahun. Anak umur segitu mah masih hijau banget soal kehidupan, apalagi punya anak. 

Banyaklah yang bisa direnungkan dari akibat hamil di luar nikah, dan bagi aku ini pelajaran bagus buat para remaja jaman now ini biar nggak kebablasan. Misalnya Bima yang kelimpungan karena dia berasal keluarga B aja. Bima sayang Dara, tapi dia nggak siap jadi seorang bapak. Di satu sisi dia juga nggak mau buang anaknya. Sementara Dara sebagai siswa favorit harus rela dikeluarkan dari sekolah, hidupnya berubah 180°, belum lagi perasaan malu. Dan yang paling penting adalah perasaan bersalah yang menghantui Dara dan Bima. Mereka menyesal, mengecewakan orangtua, dll.

Endingnya?
Aku nggak kaget dengan ending yang seperti ini. Habis mau digimanain lagi? Sejauh aku baca buku dengan tema hamil di luar nikah, aku belum pernah puas dengan endingnya—termasuk buku ini. Padahal kalo ditanya aku pengin ending yang gimana, aku sendiri juga bingung. Haha. Emang susah sih bikin ending yang memuaskan plus masuk akal untuk tema semacam ini.

Oh ya, setelah baca buku ini terjawab sudah pertanyaanku mengenai judulnya 'Dua Garis Biru'. Ngakak aing, Bima gitu amat woy!

Q u o t e s :

Kebebasan juga adalah penjara. Setiap pilihan tidak bebas dari konsekuensi. - h. 25 
Tetapi berusaha tenang adalah sikap yang paling tidak menyenangkan. - h. 43

No comments:

Post a Comment