September 23, 2019

[Book Review] KKN di Desa Penari - SimpleMan

Judul: KKN di Desa Penari
Penulis: SimpleMan
Genre: Horor
Rilis: September, 2019
Tebal: 256 halaman
Bahasa: Indonesia, Bahasa Daerah (Jawa)
Penerbit: Bukune
ISBN: 9786022203339
Harga: IDR. 77.000 (P. Jawa) Paperback
Rate: ★★★☆☆


B l u r b :

Saat motor melaju kencang menembus hutan, Widya mendengar tabuhan gamelan. Suaranya mendayu-dayu dan terasa semakin dekat. Tiba-tiba Widya melihat sesosok manusia tengah menelungkup seakan memasang pose menari. Ia berlenggak-lenggok mengikuti irama musik gamelan yang ditabuh cepat.

Siapa yang menari di malam gulita seperti ini?

Tiga puluh menit berlalu, dan atap rumah terlihat samar-samar dengan cahaya yang meski tamaram bisa dilihat jelas oleh mata.
"Mbak... kita sudah sampai di desa."

Dari kisah yang menggemparkan dunia maya, KKN di Desa Penari kini diceritakan lewat lembar tulisan yang lebih rinci. Menuturkan kisah Widya, Nur, dan kawan kawan, serta bagian bagian yang belum pernah dibagikan di mana pun sebelumnya.

*

Siapa sih yang nggak tahu "KKN di Desa Penari" ini? Aku yakin kalian semua pengguna sosmed pasti tahu, minimal pernah baca judulnya lah.

Akhir bulan Agustus lalu cerita horor ini viral banget, yang bikin aku sebagai orang yang doyan sama hal-hal ginian auto kepo berat. Dimulai dari membaca postingan Mas SimpleMan di twitter, sampai akhirnya nemu ringkasan ceritanya di sebuah blog, lalu berujung aku beli bukunya ... aku akui dari segi ceritanya cukup lumayan. Buat yang tanya apakah ini betulan kisah nyata seperti promosinya? Well, aku bakalan bahas soal itu di postingan lain. Sekarang mari kita bedah buku ini sebagai 'novel horor', bukan sebagai perdebatan kisah nyata vs fiksi.

Aku rasa nggak perlu lagi ya menjabarkan seperti apa garis besar ceritanya, karena aku yakin 90% orang yang baca postinganku ini sudah pada tahu kisah Bima, Widya, Ayu, Nur, Anton, dan Wahyu. Sekali lagi aku tekankan, aku bakalan bedah buku ini sebagai NOVEL.

Pertama-tama aku mau komen soal fisiknya dulu. Aku nggak tahu Penerbit Bukune ini masuk golongan SP, indie, atau mayor, cuma yang pasti dari segi kover okelah—meski secara pribadi aku kurang sreg sama tipe doff-nya, buatku kurang cantik aja. Layout-nya tergolong boros: hurufnya gede-gede dan jaraknya lebar, pemborosan ini mah! Lalu dari segi harga, hm, wajar kok buat muterin mata. 77k untuk novel yang isinya sudah pernah dibaca rasa-rasanya agak gimana gitu. Waktu mutusin buat beli novel ini, aku mikirnya—bahkan berharap—ada sesuatu yang berbeda. Nyatanya? Yah, aku harus legowo sama risikonya. Haha. Untung aku belinya pas pre-sale, jadi dapat harga di bawah harga normal. Yang bikin sebel, nggak ada bookmark-nya! Tauk deh, ini ngirit apa pelit.

Buku

Isinya beda sama yang di twitter nggak?
SAMA! Masih diceritakan menggunakan POV Widya dan POV Nur kok. Yang bikin beda cuma gaya bahasanya, penulisannya juga lebih rapi. Kalau secara cerita, nggak ada yang berpengaruh membawa perubahan (cielah bahasanya). Inti dan rentetan kejadiannya tetap sama. Eh, ada yang dikurang-kurangin sama ditambah-tambahin dikit ding! Tapi seriusan itu semua sama sekali nggak berpengaruh.

Baiklah, mari kita menuju ke poin-poin yang menjadi plothole di sini. Berhubung ini novel horor, hal-hal mistis yang nggak bisa dinalar aku kasih pengecualian. Yang aku sebut janggal di sini adalah hal yang masih manusiawi kok.

1. KKN hanya terdiri dari 6 orang. Baca: ENAM ORANG!
Waktu baca di twitter disebutkan kalau yang KKN banyak, tapi berhubung untuk mempersingkat biar nggak ribet, jadilah cuma 6 orang yang terlibat itu aja yang disebut. Dari 6 orang itu masih dibagi menjadi 3 kelompok. Waduh? Seriusan KKN per kelompoknya cuma di handle sama 2 bijik manusia? Mana prokernya cukup berat, kan ini desa tertinggal. Sangat tertinggal malah, orang listrik aja belum masuk ke sana. Okelah dibantu warga, tapi tetap aja elah.

2. Jalanan masuk ke desa tidak bisa dilalui oleh mobil, jadi anak-anak KKN ini dijemput oleh warga dengan menggunakan motor. Baiklah. bisa diterima. Sekarang kita balik lagi ke jumlah peserta KKN. Peserta aslinya banyak alias lebih dari 6 orang, nah, kalau dijemput naik motor apa nggak mirip iring-iringan 17 Agustusan? Wkwkwk. Yah, intinya aku kurang bisa menerima keseluruhan jumlah peserta KKN yang unknown ini.

3. Warga nggak mandi setiap hari karena letak sungainya jauh [- h. 28]
Jadi rumah penduduk di sini nggak ada kamar mandinya. Pas si Wahyu tanya gimana kalau mau buang hajat, Pak Kumis, eh, Pak Prabu mengatakan kalau gali tanah terus habis itu dipendam. Orang-orang zaman dulu memang kayak gitu sih. Tapi hal yang mengganjal buat aku adalah pernyataan Pak Prabu, "Lagipula, warga juga nggak mandi setiap hari, jadi masalah itu sebenarnya sepele bagi kami."
Sebagai orang yang doyan banget mandi, aku auto tanya dong, "Seriusan itu nggak mandi setiap hari? Habis pacul-pacul di ladang, pulang, terus langsung bobok?" Sumpah demi kambing guling, ini joyok sekale, Kakak!

4. Di akhir POV Widya, dulu di twitter kan ada mobil yang jemput Bima dan Ayuyang entah gimana caranya bisa masuk ke desa yang nggak bisa dilalui mobilnah, di bukunya nggak ada. Scene mobil masuk desanya dihilangkan sodara-sodara.

5. Oh ya, aku masih meraba-raba alasan Ayu ngebet banget buat KKN di desa tersebut. Kalau cuma pengalaman bersama teman-teman yang tak terlupakan, ya memang akhirnya jadi kenyataan sih. Wkwkwk. Si Ayu ini sampai mohon-mohon, nangis-nangis sama Pak Prabu biar diizinkan KKN di situ. Ini Ayu, dkk kepepet atau gimana sih? Memang nggak ada tempat KKN lain gitu? NORMALNYA orang mikir, apalagi masa-masa mahasiswa, itu pasti mau yang enak dan cepet lulus. Jadi aku rasa alasan Ayu ngebet banget KKN di desa itu kurang masuk akal. Banyak kok desa yang masih alami tapi nggak terpencil amat. Lagian semakin ringan prokernya, semakin seneng, kan? Lha ini Ayu malah cari yang prokernya banyak dan berat. Ah sudahlah!

6. Bu Anggi, dosen pengawas yang nggak bisa ikut karena kesehatan anaknya bermasalah.
Pas baca bagian ini aku baru ingat kalau KKN kan ada dosen pengawasnya. Sedangkan di sini sama sekali nggak ada. Jadi 6 bijik manusia ini dilepasin gitu aja. Seriusan kayak gini? KKN itu beda sama magang loh! Aku jadi penasaran kampus mana sih yang tega melepaskan 6 bijik manusia yang butuh ijazah ini tanpa pengawasan. Padahal setahuku, satu lokasi KKN itu terdiri dari beberapa dosen pengawas, nggak cuma satu. Jadi? Simpulkan sendiri deh.

7. Inget adegan Widya menari tengah malam itu, kan?
Waktu POV-nya Widya, diceritakan jika Widya terbangun tengah malam. Ayu tertidur pulas, sementara Nur nggak ada. Karena itulah Widya akhirnya keluar dari kamar untuk mencari Nur. Sedangkan pas baca POV-nya Nur, disebutkan kalau Nur sedang tidur dan bermimpi. Nur akhirnya kebangun dan di depan posko sudah ada ribut-ribut perihal si Widya menari.
PERTANYAANNYA: Widya nggak ngelihat si Nur tidur, padahal Nur sedang tidur dan bermimpi. Ada yang gesrek di sini? Atau aku yang salah memahami?

Aku simpulkan ceritanya cukup menarik kok. Sensasi bacanya memang sudah nggak sama kayak pas pertama kali baca, seremnya ilang. Poin plus-nya adalah world building-nya. Aku yakin orang yang masih baru kali pertama membaca ini, pasti merasakan sensasi mencekam dan bertanya-tanya, "Ini kisah nyata?" Terlebih Mas SimpleMan ini mengangkat mitos serta tempat-tempat yang kemungkinan besar memang ada. Dari segi mistis-mistisnya aku nggak komenin apa-apa, karena sesuatu yang semacam itu memang nggak bisa dinalar oleh akal sehat. Jadi yah, dinikmati aja. Lagian aku bukan orang yang ngerti soal gitu-gituan.

Pesan moralnya menurutku bagus. Kita nggak bisa seenaknya di tempat-tempat yang wingit. Di mana pun itu, ada baiknya kita harus menjaga tingkah laku dan tutur kata kita.

Lalu, kalau menurutku, ini kisah nyata atau fiksi?
Aku bahas di postingan selanjutnya ya....
Silakan klik → "KKN di Desa Penari", Kisah Nyata atau Fiksi?

1 comment: