September 20, 2019

[Book Review] Voice from the Past - Eva Sri Rahayu

Judul: Voice from the Past
Penulis: Eva Sri Rahayu
Genre: Young Adult (15+)
Rilis: 9 September, 2019
Tebal: 280 halaman
Bahasa: Indonesia
Penerbit: GPU
ISBN: 9786020628790, 9786020628826 (Digital)
Harga: IDR. 79.000 (P. Jawa)
Rate: ★★★½


B l u r b :

Inka melamar menjadi Liaison Officer cabang olahraga anggar di Pekan Olahraga Nasional. Tanpa tahu sedikit pun mengenai olahraga tersebut. Ia tertarik karena job-nya sebagai influencer dan lifestyle blogger sedang sepi. Sebagai mahasiswi nanggung yang sedang menunggu wisuda, ia merasa tidak pantas jika masih meminta uang kepada orangtuanya.

Di pagelaran tersebut, Inka bertemu Rey, atlet anggar dari kontingen yang ia tangani. Saat pelan-pelan Rey yang tengil membuka diri, Inka merasa hubungan mereka kian dekat. Namun, justru saat itulah Faris muncul. Cowok yang selalu menghantui pikiran dan hati Inka selama dua tahun belakangan itu tiba-tiba saja menyatakan perasaan yang sebenarnya.

Di tengah kehebohan pertandingan anggar, Inka harus memutuskan siapa yang bisa memenangkan hatinya.

*

Pernah nggak kebayang betapa repot dan ribetnya menjadi panitia PON? Aku sih nggak pernah bayangin, hehe. Hal yang mencuri perhatianku di sini pertama adalah judulnya, lalu yang kedua adalah blurb-nya.

Judulnya memberi aku ekspetasi mengenai seseorang dari masa lalu, awalnya aku berpikir kalau ada kaitannya dengan orang yang sudah meninggal. Tapi meleset, nggak ada yang meninggal kok di sini. Sedangkan waktu baca blurb-nya, iming-iming mengenai atlet anggar seketika mencuri perhatianku. Yep, olahraga yang satu ini rasa-rasanya jarang banget dibicarakan. Jadi aku kepo dong, anggar itu seperti apa sih?

Pada lembar pertama aku sudah disuguhi sosok Inka yang tengah bergalau-galau ria. Inka adalah seorang fresh graduate yang berada dalam zona nanggung. Sudah lulus, tapi belum dapat kerjaan, sedangkan mau minta uang ke orangtua pastinya malu dong! Selain itu bisnis dunia maya, seperti endorsement yang menjadi pundi-pundi penghasilannya juga lagi sepi. Belum lagi perasaannya yang masih kecantol sama cowok di masa lalunya, Faris. Nah, di saat-saat seperti itu sahabatnya, Artyana, menawarkan sebuah pekerjaan menjadi panitia PON. Inka belum pernah menjalani pekerjaan semacam ini, tapi berhubung pemasukan lagi seret, boleh deh.

Di sinilah Inka bertemu dengan seorang atlet anggar tengil bernama Rey. Hubungan mereka cuma terjalin beberapa hari, bisa dikatakan cinlok. Namun beberapa hari yang dilalui bersama Rey itu cukup membuat Inka bimbang, kepada siapa sebenarnya hatinya tertuju. Karena di saat-saat dia dekat dengan Rey, Faris malah menyatakan perasaannya. Ew~

Buku ini ditulis menggunakan POV pertama dari sudut pandang Inka, ada juga beberapa POV tiga yang berfungsi sebagai flashback. Beberapa flashback juga dijelaskan melalui lamunan Inka. Halamannya cukup padat, tapi lumayan seru untuk diikuti, terutama bagian duel anggarnya. Dari sini aku juga jadi tahu gimana repot dan ribetnya menjadi panitia PON.

Aku terganggu dengan kata 'sawriii...' yang sering muncul di percakapan antara Inka dan Artyana. Sekali-dua kali nggak apa-apa sih, tapi berhubung ini keseringan, jadi geli kuping gue! Berasa lenjeh-lenjeh manjyah ala inces.

Oh ya, karakter Inka di sini nggak profesional banget. Terlalu sering terbawa sama perasaan dan pikirannya, sampai sering mengganggu pekerjaannya. Well, ini nyebelin banget buatku. Kisah cinta Inka ini juga bikin aku gemez. Semacam nggak niat, gampang baperan sama cowok baru, dan ada bau-bau jual mahal. Intinya secara pribadi aku kurang suka sama karakter Inka.

Bagi yang mau kenalan sama olahraga anggar, buku ini cukup banyak memberi pengetahuan mengenai cabang olahraga tersebut. Aku suka ceritanya, minus kisah cintanya Inka.

Q u o t e s :

Jadi saranku, kalau besoknya kamu mesti kerja, jangan pernah stalking mantan. Jangan! [Inka] - h. 18
Seandainya aku bisa menjalin hubungan lagi, aku tidak mau membagi hati setengah-setengah. Akan kupastikan dulu, perasaanku bisa bermigrasi total. [Inka] - h. 118
"Aku tahu kok, sedih yang paling sedih itu sampai nggak bisa ngeluarin air mata." [Rey] - h. 225
"Luka karena mencintai seseorang, nggak bisa disembuhkan oleh cinta baru. Luka tetap aja luka, yang cuma bisa sembuh oleh waktu dan perjuangan melawan rasa sakit." [Inka] - h. 267

No comments:

Post a Comment